Saturday, 29 December 2012

Be Glorified Your Name

You came in poor to save the "poor"
You came as a single human to redeem all human
You left the throne so that we can sit by Your side when the day has come
The Cross always testifies about Your love to the world
Even the word "GOD" is not strong enough to define Yourself
There is no lie in Your words
Your promises are full of truth
All the glory to the King of Kings
All the praise to the God of Gods




Friday, 28 December 2012

Sore yang berbeda

Sejenak saya melirik jam tangan yang menempel di pergelangan tangan kiri. Tak terasa sudah dua jam saya berada di tempat ini. Langit yang tadinya begitu terang disinari matahari saat ini telah sedikit meredup. Berubah menjadi biru hangat sebagai tanda sore telah menyapa.

Modem yang saya miliki sedang mengalami masalah dengan koneksi internetnya ketika saya sedang membutuhkan jasanya untuk men-download aplikasi statistik. Akhirnya siang tadi saya harus bergegas mencari warnet agar dapat segera menyelesaikan satu lagi tugas kuliah yang harus saya kumpulkan sebelum pergantian tahun. Kebutuhan akan koneksi internet inilah yang membawa saya ke warnet ini. Sebenarnya ini hanyalah warnet biasa. Tapi lokasi nya yang tidak biasa bagi saya.

Sejak kerusuhan tahun 1998 terjadi, pemukiman masyarakat kota Ambon menjadi terpisah antara daerah Kristen dan daerah Muslim. Perbatasannya adalah pusat kota. Daerah dari pusat kota sampai ke daerah pegunungan menjadi daerah Kristen. Sedangkan dari pusat kota sampai ke daerah pantai dan pelabuhan menjadi domisili warga Muslim. Sebenarnya kondisi kota Ambon sudah dikategorikan kondusif atau aman. Namun trauma akibat kerusuhan 14 tahun yang silam masih membekas, sehingga masyarakat memutuskan untuk "mengkotak-kotakan" tempat tinggal.

Warnet ini terletak di daerah perbatasan antara pemukiman Muslim dan Kristen meskipun secara administratif sebenarnya lokasinya berada dalam daerah pemukiman Muslim. Namun ketika berada di tempat ini, saya sama sekali tidak merasa was-was apalagi merasa terancam, karena yang ada hanyalah rasa aman. Aktivitas warga berlangsung secara normal. Kendaraan roda empat dan roda dua sibuk lalu lalang di jalan raya. Semua berjalan sebagaimana mestinya.

Sedih rasanya jika kembali mengingat peristiwa "perang saudara" yang terjadi di tahun 1998. Sedih karena harus melihat sesama orang basudara harus saling membunuh hanya karena berbeda agama. Sedih karena penyulut kerusuhan itu sebenarnya hanyalah sebuah peristiwa kriminal biasa yang melibatkan dua orang yang kebetulan yang satu beragama Kristen, sedangkan yang satunya lagi beragama Islam.
Sedih karena jika semua peristiwa kembali dirangkai menjadi satu, maka alasan terjadinya kerusuhan tersebut adalah tak lebih dari rekayasa politik orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Namun yang paling menyedihkan adalah harus melihat begitu mudahnya penduduk Ambon diadu domba untuk saling membunuh. Begitu mudahnya warga Ambon dihasut untuk berperang dengan saudara sendiri.

Tapi sore ini memberikan rasa yang lebih berbeda dibandingkan dengan sore yang sama 14 tahun yang lalu.
Tidak ada lagi pertikaian..
Tidak ada lagi kerusuhan..
Tidak ada lagi pertumpahan darah..
Yang ada hanya sekumpulan penduduk yang bersama-sama sedang berlomba-lomba untuk menciptakan rasa aman di kota nya..

Semoga damainya sore ini terus dapat dinikmati oleh warga Ambon.
Mari katong berlomba untuk membangun tanah Maluku!!


Wednesday, 26 December 2012

Welcome Holidays


Tujuh hari terakhir di Jakarta sebelum liburan Natal tahun ini benar-benar melelahkan. Seakan berpacu dengan waktu, tubuh ini rasanya bisa melakukan protes seandainya dia bisa berbicara. Dalam minggu ini semua tugas-tugas saya di kantor harus segera diselesaikan jika ingin liburan dengan tenang. Disaat yang sama, minggu ini pun adalah masa ujian akhir di kampus. Alhasil, pagi ke kantor, malam ujian, selesai ujian masih harus melek mata untuk mempelajari materi ujian besoknya. Tidak ketinggalan, masih ada deadline tugas akhir yang harus dikumpulkan saat ujian. Saya pun harus membantu boru Juntak untuk mengecek tugas akhirnya + membantunya mempelajari beberapa materi ujian. Super duper lelah rasanya.

Hari Jumat (21/12) saya harus berada di kantor sampai sore. Pulang dalam kondisi hujan gerimis yang masih mengguyur selama perjalanan Lapangan Banteng – Salemba, quick-packing, dan akhirnya meluncur ke Soekarno-Hatta. Hanya sedikit car-sick (mual karena mabuk kendaraan) yang terasa akibat supir taxi yang menyetir dalam keadaan ngantuk.

Kalaupun sampai hari ini sakit itu tak kunjung datang, saya rasa itu adalah bagian dari kado Natal dari Tuhan J. Karena seharusnya dengan aktivitas yang menguras stamina ditengah kondisi Jakarta yang sedang kedatangan tamu hujan dan lung-grain yang semakin menjadi-jadi karena dinginnya udara, seharusnya saya sudah tepar terkapar di tempat tidur.

Saat kebanyakan warga Jakarta sedang terlelap dalam tidur (dan mungkin ada yang bergelut dengan night activity), saya dan sejumlah penumpang harus menikmati sepinya bandara sebelum menjalani penerbangan malam kembali ke rumah. Penerbangan dini hari itu (22/12) benar-benar menjadi ajang tidur sepanjang perjalanan. Beruntung maskapai penerbangannya menyediakan dua kali late-dinner sehingga perut kosong bisa segera terisi. Selesai makan, lelah yang mencapai puncak menjadikan mata semakin tak kuasa untuk tak terpejam. Sketsa ruang ujian, lembaran kertas tugas yang berserakan di jalan raya, dan layar komputer yang mengetik sendiri mengisi ruang mimpi dini hari itu. What a fatigue.
---
“Bapak/Ibu yang terhormat, selamat datang di Ambon. Waktu setempat menunjukan pukul 08.30 WIT. Dalam waktu beberapa saat lagi, kita akan segera mendarat di Bandar Udara Pattimura”

Pengumuman singkat dari ruang kokpit membangunkan 100-an lebih penumpang yang kebanyakan sedang terlelap. Terlelap dalam tidur yang melintasi pulau dan laut. Kami take-off dalam keadaan langit gelap pekat, dan sekarang akan mendarat dalam keadaan langit cerah. Di depan kami, Teluk Ambon dengan kombinasi hijau pepohonan dan biru laut yang cantik seakan menyambut kami dengan menyapa “Selamat Pagi”. Dari udara, kami dapat melihat laut yang begitu tenang didalam  pelukan teluk yang menyerupai huruf “U”. Laut dan gunung seakan tak berjarak, akrab bersahabat dalam persaingan untuk mempertontonkan keindahan. Masjid dan Gereja ditengah deretan perumahan warga, terlihat akur menandakan persaudaraan orang basudara yang 14 tahun lalu sempat terusik ketenangannya.

Perjalanan pulang biasanya selalu menyuguhkan menu kemacetan dan kotornya udara akibat gas buang dari kendaraan bermotor. Tapi perjalanan pulang ke rumah kali ini menyajikan hidangan yang tidak biasa. Disebelah kanan, laut teluk dalam yang tenang dengan beberapa buah kapal yang sedang berlayar. Sedangkan di sebelah kiri adalah perumahan penduduk dengan latar deretan pegunungan hijau.  Pengalaman yang sama pernah saya cicipi ketika berada di Padang, Manado dan Jayapura. Tidak akan pernah bisa menemukan hal ini di Jakarta.

Terakhir kali saya menikmati pemandangan ini (baik dari udara maupun melalui perjalanan darat) adalah 9 bulan yang lalu. Dan sekarang seakan mengalami de javu, mata pun kembali disuguhkan dengan an amazing-beautiful-scenery  of an amazing-beautiful-island.
Long time no see, good to see you again Ambon J.
Welcome holidays!!

Thursday, 13 December 2012

Hancock

Saat pertama kali tayang di bioskop Indonesia, saya sudah tertarik untuk segera menonton film ini bersama seorang teman. Penasaran dengan poster dan judulnya, akhirnya yang saya temukan adalah sebuah pilihan cerita yang sangat menarik. Bahkan film ini sudah beberapa kali tayang di televisi. Seperti malam ini, Trans TV kembali menayangkan film ini untuk kesekian kalinya.

Apa yang membuat cerita di film ini menjadi begitu menarik?
Film tentang manusia berkekuatan super dan abadi yang bernama John Hancock ini menggabungkan cerita action, comedy dan drama dalam satu tontonan yang menarik. Dalam petualangannya melawan kejahatan di bawah bimbingan Ray Embrey, Hancock mengalami perubahan dari seorang pria dengan kekuatan super yang tidak tahu tujuan hidupnya, menjadi seorang super-hero yang sangat dicintai warga Los Angeles karena jasa-jasanya dalam memberantas kejahatan di kota itu.

Pertemuan Hancock dengan istri Ray Embrey, Mary, akhirnya membuka tabir identitas dan sejarah kehidupan Hancock. Mary Embrey ternyata adalah istri Hancock yang telah terpisah selama 80 tahun. Sebuah kecelakaan yang terjadi saat Hancock mencoba untuk menyelamatkan istrinya saat itu menjadikan Hancock mengalami luka yang membuatnya lupa akan masa lalunya, termasuk lupa tentang Mary.

Pertemuan antara kedua suami istri ini ternyata justru membawa permasalahan baru. Hancock dan Mary adalah dua "spesies" terakhir dari kaum super-hero-abadi yang pernah hidup di Bumi. Ketika seorang pria dari kaum ini bertemu dengan wanita yang menjadi takdirnya, maka mereka berdua akan kehilangan kekuatannya, kehilangan keabadiannya. Mereka akan menjadi manusia dan kemudian meninggal sebagaimana layaknya manusia biasa.  Perjumpaan dalam cinta yang berakhir dengan kehilangan kekuatan super inilah yang membuat sedikit demi sedikit "kaum Hancock" berkurang jumlahnya dan hampir punah dengan menyisakan pasangan terakhir, Hancock dan Mary.

 Plot cerita kemudian berlanjut ke bagian klimaks ketika Hancock mulai kehilangan kekuatannya dan harus terbaring di rumah sakit karena mengalami luka tembak ketika mencegah perampokan di sebuah mini market. Di saat yang sama, datang sekelompok penjahat yang hendak membalas dendam kepada Hancock karena telah dijebloskan ke penjara oleh dirinya. Pertempuran antara Hancock dengan kawanan penjahat berakhir dengan adegan dimana Hancock dan Mary sama-sama meregang nyawa karena mengalami luka tembak yang cukup parah. Disinilah dilema itu mulai dirasakan oleh Hancock. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka berdua adalah, Hancock harus pergi sejauh mungkin agar nyawa mereka berdua dapat terselamatkan. Tapi resikonya, Hancock harus meninggalkan belahan jiwanya yang baru saja dia temui. Wanita yang ternyata pernah dan tetap dicintainya jauh di dalam lubuk hatinya.

Hancock pun mengambil keputusan terberat itu. Dengan sisa tenaganya, Hancock berupaya untuk melangkah dan kemudian terbang meninggalkan rumah sakit. Seiring dengan langkah gontai dan loncatan lemah yang dilakukan Hancock untuk menjauh dari rumah sakit, kekuatan kedua insan yang sedang sekarat itu kembali pulih. Dan akhirnya dengan sekali lompatan terbaiknya, Hancock terbang ke arah langit bersamaan dengan pulihnya kesadaran Mary di rumah sakit.

Ending-nya, Mary kembali pulih dan berkumpul lagi dengan keluarga kecilnya. Bersama Ray dan anak laki-lakinya. Sedangkan Hancock tetap menjalin komunikasi dengan Ray dari jarak jauh, sambil tetap menjalankan tugasnya untuk memberantas kejahatan di kota Los Angeles.

Bagi kebanyakan orang ini adalah akhir yang bahagia, a happy ending story.
Tapi bagi saya, tidaklah demikian bagi seorang Hancock.

Takdir seakan kejam baginya.
Takdir mempertemukan dia dengan pujaan hatinya. Orang yang paling tepat untuk mendampingi hidupnya. Awalnya dia mengira Mary hanyalah orang yang baru saja dia kenal, namun ternyata mereka telah saling "mengenal" ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Takdir meyakinkan dia bahwa Mary lah cinta sejatinya, Mary lah orang yang paling mengerti dirinya.
Hanya Mary yang dia butuhkan untuk menjalani kehidupannya.
Tapi takdir juga yang kemudian memisahkan mereka. Ketika mereka bersama justru keduanya akan saling melemahkan sebelum akhirnya dijemput kematian.
Sebelum pertempuran dengan tiga orang penjahat di rumah sakit, Mary sempat berkata kepada Hancock yang sedang terbaring lemah di tempat tidurnya.

"Kamu harus meninggalkanku jika ingin kita berdua selamat"

Kalimat yang pastinya menyayat hati Hancock.
Hancock pun akhirnya harus merelakan pujaan hatinya kepada Ray.
Meskipun akhirnya Hancock tetap menjadi pahlawan masyarakat Los Angeles, namun dia harus menjalani kehidupannya seorang diri.
Hancock harus melepaskan "bagian dari dirinya yang paling dia cintai" dan menyerahkan bagian dirinya yang lain untuk menjamin kehidupan orang lain. Yang menjadi bagian Hancock hanyalah, kesendirian.

Is this a happy ending story?
I don't think so, It is a dramatic ending.

Tuesday, 11 December 2012

Aku Pamit

Dalam lelah dan sedih yang bercampur menjadi satu, Dewi merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidurnya. Suara ketukan pintu dari sang bunda tak digubris. Bahkan sapaan "Hi kak, apa kabar?" dari adiknya sama sekali tidak direspon. Yang ingin dia lakukan saat itu hanyalah berbaring dan membiarkan tubuh dan pikirannya beristirahat.

Pandangannya menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya yang berwarna biru berhiaskan gantungan kupu-kupu kertas warna warni. Mendung sore itu seakan bersimpati terhadap suasana hati gadis berumur 20 tahun itu. Langit seakan mengerti dan paham akan apa yang dia rasakan. Kelabu. Itulah warna hatinya saat ini.

"Kamu kenapa sih selalu begitu?"

Kalimat itu masih terngiang di telinganya. Bergaung di dalam relung hatinya. Bagi Alex, kalimat itu mungkin hanyalah kalimat biasa dari seseorang yang merasa terganggu. Tapi tidak bagi Dewi. Deretan kata-kata yang terucap dari mulut pujaan hatinya itu seolah datang dalam wujud pisau yang menghujam hatinya yang sedang dipenuhi cinta dan sayang.

Dewi hanya mencoba meluapkan perasaannya yang seolah sudah tak terbendung lagi. Cintanya kepada Alex telah memenuhi semua rongga tubuhnya. Pandangannya hanya mampu melihat Alex sebagai pria impiannya. Telinganya hanya mampu mendengar nyanyian cinta bagi pria itu. Seluruh bagian hidupnya telah diisi oleh rasa sayang yang menggebu kepada sang arjuna.

Tergila-gila..
Mungkin itu lah kata yang tepat yang bisa menggambarkan perasaan Dewi kepada Alex, pria yang baru saja berteman dengannya tapi rasanya seperti mereka telah saling mengenal dalam waktu yang cukup lama.
Hanya Alex yang dia inginkan..
Hanya Alex yang dia butuhkan..
Hanya Alex yang bisa menggenapi kehidupannya..
Hanya Alex yang bisa membantunya meraih setiap impiannya..
Baginya, Alex mungkin bukan pria yang sempurna, tapi Dewi sanggup dan bersedia untuk menyerahkan semua yang ada didalam hidupnya bila itu menjadi syarat untuk menjadikan Alex sebagai Raja di kehidupannya.

Tapi kata-kata itu... "Kamu kenapa sih selalu begitu?"

Telah menghancurkan harapannya. Membuyarkan semua mimpi-mimpi indahnya.
Alex merasa terganggu dengan apa yang dia lakukan.
Alex seakan bosan dengan perilaku berulang yang selalu Dewi tampilkan di depan matanya.

"Aku minta maaf klo itu mengganggumu"

Hanya itu yang mampu Dewi ucapkan sebagai jawaban atas respon negatif yang dia peroleh.
Wajahnya mencoba tegar saat mengucapkan kalimat itu.
Tapi tangisan di hatinya tak mampu terbendung lagi.
Hatinya sudah terlanjur terluka.
Pohon cinta yang tumbuh di dalam hatinya seolah telah membuahkan rasa benci.
Sakit hati. Itu yang Dewi rasakan.

Lamunannya terus membawanya terbang jauh.
Meninggalkan tubuhnya yang seolah tak mau lagi berpindah dari tempat tidur berhias pernak-pernik pink itu.
Mengingatkan dia kepada pesan kakeknya, 2 bulan sebelum kakeknya pergi meninggalkan Dewi dan orang tuanya untuk selama-lamanya.

"Jangan pernah biarkan dirimu disakiti oleh seorang pria. Kamu memang wanita. Tapi bukan berarti kamu tidak bisa sekuat pria. Bila ada yang menolakmu atau meninggalkanmu artinya Tuhan sedang menunjukan bahwa dia tidak pantas untukmu. Kamu boleh bersedih, tapi jangan berlama-lama dalam kesedihanmu. Segera bangkit dari kesedihanmu. Tinggalkan dia yang meninggalkanmu. Bangun hidupmu yang baru semegah mungkin. Lalu pada saat yang tepat, temukan kembali pria itu dan tunjukan kepadanya bahwa dia telah mengambil keputusan yang salah."

Pesan lama itu kembali menguatkan hatinya. Air mata pun menetes dari kedua matanya.
Air mata yang segera membasuh luka dihati sekaligus mengaliri jiwanya yang sempat mengering karena sakit hati.

"Aku pamit dari hidupmu Lex. Aku tidak akan mengusik kedamaianmu lagi. Aku akan kejar mimpi-mimpiku. Tapi suatu hari nanti aku akan menemuimu, dan akan aku tunjukan bahwa aku bisa membangun hidupku sendiri meskipun tanpa cinta darimu", janji Dewi didalam hatinya.



Saturday, 8 December 2012

Diklat Jurnalistik 2

MEMPERTANYAKAN KEBIJAKAN ANGGARAN PEMERINTAH

JAKARTA, TEK – Tuntutan terhadap adanya kebijakan pemerintah yang pro rakyat saat ini terus berkembang. Masyarakat menuntut agar pemerintah dalam mengalokasikan anggaran lebih berfokus pada kepentingan masyarakat kelas bawah yang lebih membutuhkan. Sinyalemen ini ditandai dengan adanya berbagai kegiatan unjuk rasa yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, khususnya para mahasiswa. Pertanyaan yang kemudian berkembang adalah, benarkah pemerintah telah mengeluarkan kebijakan anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat?

Data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011 dan APBN-P 2012 khususnya pada 4 jenis belanja (Belanja Pegawai, Belanja Modal, Subsidi dan Bantuan Sosial) menunjukan bahwa komponen belanja Subsidi dan Bantuan Sosial memiliki porsi yang cukup besar dibanding 2 kelompok belanja lainnya. Porsi Subsidi dan Bantuan Sosial pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing adalah 55,5% dan 44,1% dari total belanja pemerintah. Dengan presentase Subsidi dan Bantuan Sosial yang cukup besar tentunya pihak yang paling diuntungkan adalah masyarakat. Hal ini dikarenakan penyaluran kedua jenis belanja ini ditujukan untuk langsung dapat menggerakan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. RAPBN 2013 yang sudah diumumkan oleh pemerintah pun tetap berusaha “menjaga kestabilan” presentase Subsidi dan Bantuan Sosial pada level 46%, dengan nilai nominal masing-masing Rp316.097,5 Milyar untuk Subsidi dan Rp59.039,3 Milyar untuk Bantuan Sosial.

Fakta diatas tentunya dapat menjawab keraguan masyarakat atas kebijakan anggaran pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat. Namun pertanyaan yang lebih penting adalah, apakah kebijakan anggaran ini berdampak positif bagi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang? Nota Keuangan dan APBN-P 2012 menunjukan adanya peningkatan pada komponen Cicilan Hutang, Defisit ABPN dan Penarikan Pinjaman selama periode 2008-2012. Cicilan Hutang tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 45,8% dari Rp198,65 Trilyun pada tahun 2008 menjadi Rp289,71 Trilyun atau naik 21,5% bila dibandingkan dengan periode sebelumnya di tahun 2011. Defisit APBN (selisih negatif antara Pendapatan dan Belanja Pemerintah) terus membengkak dari Rp4,12 Trilyun di tahun 2008 menjadi Rp190,11 Trilyun di tahun 2012. Disisi lain, penarikan pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah meningkat sebesar 63,2% sejak tahun 2008 menjadi Rp319,06 Trilyun di tahun 2012.

Data ini memperlihatkan bahwa dana pinjaman yang diperoleh pemerintah digunakan untuk membiayai cicilan hutang dan menutupi defisit APBN. Dengan kata lain hanya sebagian kecil dari dana pinjaman luar negeri yang dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek investasi. Kemampuan pemerintah untuk berinvestasi semakin berkurang dengan kecilnya porsi anggaran yang disediakan untuk Belanja Modal. Porsi belanja modal terhadap total 4 kelompok belanja pada APBN 2011, 2012 dan 2013 berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat hanyalah sebesar 17,8%, 24,8% dan 24,4%. Dalam jangka panjang, pemerintah akan semakin sulit untuk melakukan investasi melalui instrumen belanja modal sehingga akan bermuara pada melemahnya pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi kembali struktur anggaran yang selama ini digunakan. Kebijakan anggaran pemerintah memang telah berpihak kepada rakyat bawah tapi tidak berpihak pada ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Porsi Belanja Subsidi dan Bantuan Sosial sebaiknya dikurangi dan dialihkan kepada Belanja Modal yang memiliki efek multiplier yang lebih besar terhadap perekonomian. Dengan struktur anggaran yang lebih menitikberatkan pada Belanja Modal, maka kemampuan pemerintah untuk menggerakan perekonomian dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan semakin besar.

Diklat Jurnalistik 1


Ketika blog ini dibuat, keinginan saya untuk belajar menulis sedang berada pada puncaknya. Rasanya banyak sekali pemikiran yang ingin saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Hasilnya, dalam waktu sebulan, 10 tulisan telah saya publish di blog ini. Saya cukup puas karena blog ini benar-benar bisa menjadi media bagi saya untuk membiasakan diri dalam menulis. Selain itu, dokumentasi tulisan di blog ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi saya untuk terus meningkatkan kualitas tulisan sebagaimana tujuan awal yang saya tuangkan dalam tulisan “Agen Saturnus”.

Keinginan untuk menulis semakin menguat ketika ada tawaran dari salah satu unit eselon I di kantor untuk mengikuti Pelatihan Teknik Survei, Analisis dan Jurnalistik. Materi Teknik Survei dan Analisis yang saya peroleh selama pelatihan ini ternyata lebih banyak berbicara tentang Makroekonomi, Mikroekonomi dan Ekonometrika. Sama persis dengan materi kuliah yang saat ini sedang saya pelajari. Bahkan pendekatannya lebih implementatif dibanding pendekatan teoritis yang selama ini saya pelajari selama perkuliahan. Jadi meskipun harus meninggalkan kuliah selama mengikuti pelatihan ini, saya justru dapat memperoleh pengganti materi kuliah. Salah satu pesan pembicara dari Bank Indonesia yang sangat berkesan bagi saya adalah:

“tidak selamanya model-model ekonomi yang kita pelajari di bangku kuliah dapat begitu saja diimplementasikan di perekonomian Indonesia. Kita harus mendasari analisis kita atas kondisi ekonomi Indonesia berdasarkan karakteristik yang ada di negara ini. Masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain. Jadikan model dan teori yang kita pelajari sebagai acuan bukan sebagai hukum yang pasti”

Saya juga memperoleh ilmu baru dalam dunia jurnalistik. Dari pelatihan ini saya pun dapat belajar bagaimana cara menulis yang sesuai dengan pakem jurnalistik. Kebebasan menulis di blog yang selama ini saya rasakan, ternyata sangat dibatasi dalam dunia jurnalistik. Dunia jurnalistik mengharuskan setiap kuli tinta untuk tetap berada dalam batasan: esensi berita, keterbatasan halaman dan teknik penulisan. Intinya banyak hal baru tentang menulis yang saya peroleh selama pelatihan ini. Dua buah tulisan berikut ini adalah tulisan saya yang merupakan bagian dari penugasan selama pelatihan.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

PELATIHAN TEKNIK SURVEI, ANALISIS DAN JURNALISTIK
DI LINGKUNGAN 
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

                           
JAKARTA, TKE- Kebenaran merupakan aspek utama yang harus dijunjung tinggi dalam setiap penyajian berita oleh wartawan, baik di media cetak, media elektronik maupun media online lainnya. Dalam dunia jurnalistik, proses edukasi masyarakat merupakan faktor utama yang harus dijadikan dasar dalam menentukan berita yang akan disampaikan kepada publik. Hal ini disampaikan oleh Hidayat Gunadi, Redaktur Pelaksana Majalah Gatra, dalam acara Pelatihan Teknik Survei, Analisis dan Jurnalistik Ekonomi di Hotel Mercure Ancol, Kamis (6/12).

Pelatihan ini diadakan oleh Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 5-7 Desember 2012. Peserta pelatihan berasal dari perwakilan masing-masing kedeputian di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain Redaktur Pelaksana Majalah Gatra, narasumber dalam pelatihan ini juga berasal dari Bank Indonesia, Asian Development Bank dan Bank Dunia

Kepala Bidang Analisis Kebijakan Moneter, Raden Edi Prio Pambudi, dalam sambutannya menyatakan bahwa pendanaan kegiatan ini bersumber dari dana hibah World Bank. “Pelatihan diadakan untuk meningkatkan kemampuan pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam bidang survei, analisis dan jurnalistik ekonomi, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam Tim Buletin Tinjauan Ekonomi dan Keuangan” lanjut Pambudi.

Pambudi menjelaskan bahwa Buletin Tinjauan Ekonomi dan Keuangan merupakan buletin bulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan yang berisi ulasan mengenai kondisi terkini perekonomian Indonesia.  Konsumen buletin ini adalah para pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala BAPPEDA dan Kepala Daerah di tingkat propinsi dan kabupaten. “Melalui pelatihan  selama 3 hari ini, diharapkan kontribusi tulisan dalam buletin Tinjauan Ekonomi dan Keuangan tidak hanya berasal dari tim di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, tapi juga ada sumbangan pemikiran dari rekan-rekan di kedeputian lain”, tutup Pambudi mengakhiri sambutannya.

Sunday, 2 December 2012

Your name is what you did

"Flight Attendants, landing position"

Suara pilot dari ruang kabin terdengar dari pengeras suara menandakan bahwa tidak lama lagi pesawat yang saya tumpangi akan segera mendarat. Tak lama kemudian suara mesin terdengar menderu mengiringi pesawat yang bergerak menuju runway. Pendaratan kali ini tidak terlalu mulus, suara benturan keras terdengar ketika roda pesawat menghantam kerasnya aspal landasan. Segera setelah turun dari pesawat para penumpang sudah ditunggu oleh dua bus bandara yang telah siap untuk mengangkut penumpang dari area parkir pesawat ke terminal kedatangan. Tulisan "Selamat Datang di Bumi Khatulistiwa" tercetak jelas di pintu masuk, menyambut setiap penumpang yang sibuk dengan bawaannya masing-masing.

Segera saya mencari petugas hotel yang telah menunggu untuk menjemput saya di bandara. Setelah menengok ke kanan dan kiri, pandangan saya lalu terarah ke seorang pria yang berdiri dengan papan nama berlogo Orchardz Hotel. Namun yang menarik perhatian saya adalah sebuah nama yang tercetak di bawah logo hotel  itu. Mr. ENNO. Saya tersenyum geli sambil tertawa di dalam hati.

Ini bukan kali pertama saya diberikan nama baru oleh orang lain. Nama saya yang terdiri dari 1 huruf vokal dan 3 huruf konsonan memang seringkali memberikan kesulitan bagi setiap orang yang baru pertama kali membaca penulisan nama itu. Itulah yang terjadi dengan "Mr. ENNO". Tampaknya pihak marketing hotel merasa kesulitan untuk mengeja "ERNS" sehingga mereka memilih bagian yang paling mudah, 4 huruf terakhir dari marga saya yang jauh lebih mudah untuk diucapkan, "ENNO". Hahahahaha....

Saya kemudian teringat pada masa sekolah dulu. Adalah sebuah kebiasaan bagi setiap guru yang baru pertama kali mengajar di kelas untuk membacakan nama-nama siswa di daftar absen dalam rangka perkenalan. Setiap kali giliran untuk nama saya dipanggil tiba, para pengajar tersebut akan berhenti beberapa detik, melotot ke daftar absen, baru kemudian menyebutkan nama saya sesuai dengan penafsiran mereka. Beberapa variasi pelafalan pun muncul: ernes, erna, erni, ernis, bahkan ada yang menyerah dan hanya menyebut fam (marga) saya, Saptenno. Bahkan sampai kuliah pun hal ini masih terus saya alami. Setiap kali salah pronounciation  tersebut terjadi, saya harus bersiap-siap untuk memberikan klarifikasi bagi para pengajar. (",)

Bulan Juli yang lalu saya berkesempatan untuk mengikuti seminar tentang Economic Growth Mode on Developing Countries di Cina selama 3 minggu. Di seminar inilah saya berkesempatan untuk bertemu dengan teman-teman PNS yang berasal dari 15 negara berkembang di dunia. Pengalaman selama bersekolah itu pun saya temukan disana. Teman-teman saya selama mengikuti seminar tersebut akan bertanya "How should we call you?" setelah mereka membaca name tag atau papan nama saya di meja. Beberapa orang teman bisa menyebutkan nama saya dengan benar, namun sebagian besar agak kesulitan sehingga mereka memilih memberikan panggilan tersendiri untuk saya. Teman dari Pakistan  memanggil saya Mr. Indonesia. Teman dari Venezuela memilih memanggil saya Aaron dengan gaya British. Teman dari Cina (EO), Mesir, Papua New Guinea, Seychelles dan Ghana mem-pronounce nama saya Earns. Lain lagi teman dari Montenegro, mereka memanggil saya Louis karena menurut mereka saya mirip Louis Hamilton Hahahaha. Hanya teman-teman dari Vietnam dan Grenada yang bisa menyebut nama saya dengan benar.

Orang tua saya memberikan nama "1 vokal 3 konsonan" itu dengan pelafalan "ERENS". Agak unik dan aneh memang :) tapi saya berterima kasih kepada mereka karena telah memberikan nama itu. Setidaknya mereka telah memberikan saya sebuah nama (",), they gave me an identity. 

Berbicara tentang nama, seorang teman saya dari Palestina pernah berkata seperti ini:
"Erns, you know....It does not matter how good your name is, or how bad it is. 
But people will remember your name for what you have done. 
When you did good, you will be known as a good person. When you did bad, you will be remembered as a bad person."

Ada benarnya juga kata-katanya itu.

Saya tidak pernah tahu siapa itu Ahmad Fuadi sebelumnya. Tapi setelah membaca karyanya dalam "5 Menara" dan "Ranah 3 Warna" saya kemudian mengenalnya sebagai:
Anak yang sangat berbakti kepada orang tua.
Sahabat yang loyal terhadap teman-temannya (dalam hal yang positif).
Pekerja keras yang pantang menyerah dalam meraih mimpi-mimpinya.
Penerima 8 beasiswa internasional.
Menguasai 3 bahasa asing: Inggris, Arab dan Perancis.
Kemampuan dan teknik menulisnya luar biasa.
Peduli terhadap sesama dengan Komunitas Menaranya.
In short, Ahmad Fuadi has a good name because he already did good things.

----

Whatever your name is
When you did good, you will be known as a good person. 
When you did bad, you will be remembered as a bad person.

Friday, 30 November 2012

Surat Dari Saturnus (diterjemahkan ke dalam bahasa Bumi)


DEWAN KOMITE AGEN SATURNUS


No : XXX/231/DKS-09/1124 
Saturnus, 05 Sablath 1124/ 28 November 2012

Kepada Yth.
Agen Saturnus 05
di Bumi

Dewan Komite Agen Saturnus (DKAS) telah melaksanakan Rapat Tahunan Komite pada tanggal 02 Sablath 1124 kalender Saturnus atau 25 November 2012 kalender Bumi. Salah satu agenda dalam rapat tersebut adalah Evaluasi Kinerja Agen Saturnus di Bumi. Hasil evaluasi memutuskan bahwa dari 5 Agen Saturnus yang bertugas di Bumi, 3 agen akan ditarik kembali ke Kantor Pusat di Saturnus sedangkan 2 agen lainnya akan tetap bertugas di Bumi. Keputusan untuk menarik ketiga agen tersebut didasarkan pada hasil evaluasi tahunan yang menunjukan bahwa kinerja agen-agen tersebut masih jauh dari kategori "COMPLETE" bahkan dapat dikategorikan kurang memuaskan. Pesawat LIGHTFAST akan mengirimkan 3 agen pengganti sekaligus menjemput agen yang ditarik pada tanggal 12 Sablath 1124 kalender Saturnus atau 5 Desember 2012 kalender Bumi.

Anda sebagai Agen Saturnus 05 meskipun tetap dipertahankan sebagai Agen Saturnus di Bumi, tetap memperoleh teguran dari DKS karena dianggap berpotensi tidak melaksanakan Rencana Pencapaian Misi yang telah ditetapkan.

Beberapa hasil evaluasi yang perlu anda perhatikan adalah sebagai berikut:
  1. Secara keseluruhan hasil evaluasi atas Agen Saturnus 05 menunjukan bahwa pelaksanaan misi di Bumi berjalan tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan bahkan cenderung lambat.
  1. Dari 3 misi yang diberikan, Misi 01 masih cukup sulit untuk memasuki tahapan pelaksanaan, Misi 02 hampir gagal dilaksanakan, Misi 03 sudah berjalan dengan baik namun harus disiplin dengan target waktu agar tidak mengalami kemunduran.
  1. Agen Saturnus 05 sering tidak fokus dalam pelaksanaan misi, lebih banyak menghabiskan waktu untuk misi-misi tambahan yang tidak menjadi prioritas. Rekomendasi DKAS atas temuan ini:
    1. Agen diharapkan dapat memprioritaskan kegiatan yang akan dilaksanakan dengan mendasarkan pertimbangan penetapan prioritas pada keterkaitannya dengan 3 misi utama.
    1. Agen disarankan untuk berhati-hati dalam memilih manusia Bumi sebagai rekan dalam melaksanakan misi. Jangan sampai memilih rekan yang justru kontraproduktif terhadap pencapaian misi. Manusia Bumi yang tidak loyal dan yang justru melemahkan serta mengganggu pencapaian misi sebaiknya tidak dilibatkan.
    2. Agen diwajibkan untuk tetap menjaga kedisiplinan pelaksanaan daftar kegiatan tahapan pencapaian misi.
    1. Agen disarankan untuk tetap menjaga kesehatan. Hasil evaluasi atas kondisi fisik       memberikan indikasi tidak adanya aktivitas olah otot yang rutin, adanya pola hidup tidak sehat yang akan berdampak pada kondisi performa fisik agen, serta adanya penurunan performa paru-paru yang tidak normal.
  1. Laporan periodik dari Agen Saturnus 05 agar tetap disampaikan kepada DKAS sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan dalam Agent Act 119.

Demikian hasil evaluasi Rapat Tahunan DKAS yang dapat kami sampaikan, surat ini akan rusak dengan sendirinya dalam waktu 10 detik setelah selesai dibaca.


Ketua Dewan Komite Agen Saturnus

t.t.d

Brohdrgy Xythrov

Saturday, 24 November 2012

Hujan - Belajar - Motivasi

Saya senang dengan cuaca pagi ini. Cukup cerah dan hangat menemani perjalanan ke bandara pagi ini untuk menjemput mama, ibu saya. Hari ini mama akan datang ke Jakarta untuk urusan kantor di Kantor Pusat. Jalan tol yang basah kembali dihangatkan oleh matahari setelah semalaman diguyur hujan. Hijau, biru, hangat, cerah.. Setidaknya cuaca ini bisa dinikmati beberapa jam sebelum hujan kembali bertamu..

Sejak pertengahan November 2012, Jakarta kembali dikunjungi oleh musim hujan.
Disatu sisi, hujan cukup menyenangkan karena bisa mengurangi panasnya suhu ibukota yang semakin menjadi-jadi selama musim kemarau tahun ini. Hujan pun bisa mengisi kembali kantong-kantong air tanah yang terus terkuras oleh pemukiman, perhotelan dan aktivitas manusia lainnya.
Tapi disisi lain, hujan juga membawa kerepotan tersendiri. Repot buat pemukiman yang langganan banjir di musim penghujan. Repot karena stamina tubuh harus selalu terjaga jika ngga mau sakit. Repot bagi pengendara motor yang beresiko kehujanan saat terjebak macet.

Repot yang terakhir inilah yang membuat saya sudah 2 kali gagal ke kampus untuk kuliah dan kayanya berpeluang untuk terus bertambah karena musim hujan baru saja dimulai. Repot yang membuat saya harus was-was karena UAS sudah semakin dekat. Sebenarnya bukan karena saya bersifat kuliah-holic, tapi karena pengalaman membuktikan selama saya berkuliah di kampus kuning, baca buku dan catatan saja tidak cukup untuk dijadikan modal menghadapi ujian.  Materi yang disampaikan dosen di kelas merupakan menu utama yang tidak boleh dilewatkan untuk disantap. Situasi ini semakin dipersulit dengan beberapa kali saya harus bolos kuliah karena kegiatan kantor. Luckily, beberapa teman di kelas cukup aktif untuk merekam jalannya perkuliahan dengan voice recorder. Luckily lagi, salah satu dari mereka adalah si boru Juntak :) Jadi peluang saya untuk mengikuti kuliah yang saya lewatkan masih terbuka lebar. Saya hanya perlu memupuk niat untuk mendengarkan rekaman-rekaman kuliah itu. Fyuuh.. :)
Buku kuliah pun selalu ikut serta setiap kali dinas ke luar kota. Salah satu cara untuk tetap keep in touch dengan kuliah.

Motivasi saya bukanlah semata-mata untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Saya hanya berusaha untuk menghormati mereka di luar sana yang tidak bisa menikmati bangku pendidikan.
Memang terdengar melankolis dan hampir lebay, but that's the truth.
Sejauh itulah pemaknaan saya ketika memandang pendidikan. Banyak orang yang sangat merindukan kesempatan bersekolah, berkuliah, menikmati beasiswa tapi harus terhalang oleh berbagai kondisi.
Bagi mereka, pendidikan adalah barang mahal yang tidak akan mungkin terjangkau. Jadi, berdosalah saya jika menyia-nyiakan kesempatan yang saya miliki untuk bersekolah. Seperti kata orang tua kepada anaknya ketika tidak menghabiskan makanan: "Nak, ayo dihabisin, di luar sana masih banyak yang ngga bisa makan looh!!"

Itulah mengapa saya selalu berusaha untuk maksimal ketika menjalani tahapan pendidikan dalam bentuk dan level apapun. Kalau bisa 10 kenapa harus 9. Kalau bisa 100 kenapa harus 99. Maksimal adalah harga mati, sebagai bentuk penghormatan setinggi-tingginya kepada mereka yang masih bermimpi untuk menikmati pendidikan. Harapan saya, dengan maksimal berkuliah, mudah-mudahan suatu hari nanti saya bisa membuka kesempatan belajar bagi mereka yang tidak bisa bersekolah.
Saat ini saya menikmati harapan mereka, suatu hari nanti saya akan membawa harapan itu kepada mereka.
Amiiin!!

Saya suka cuaca pagi ini, benar-benar memberikan semangat baru. Hujan boleh saja turun sederas-derasnya, tapi pelangi dan sinar matahari selalu bersiap untuk menyongsong.
UAS segera tiba, saatnya belajar keras, belajar cerdas. :))

Friday, 23 November 2012

There's always "Good" in God's "Bad"

Saya sedang berada di Malang karena terlibat dalam panitia pelaksanaan rapat koordinasi nasional yang diselenggarakan oleh salah satu unit eselon II di kementerian tempat saya bekerja. Malam harinya ketika telah selesai semua kegiatan di hari itu, saya memutuskan untuk menghabiskan waktu di depan laptop untuk mempelajari beberapa materi kuliah yang sudah semakin jauh ketinggalan. Saya sangat sadar bahwa periode UAS sudah semakin mendekat. Setelah satu jam mengutak-atik materi pdf dan power point, pointer mouse pun saya arahkan ke icon google chrome untuk berpindah dari materi kuliah ke materi internet untuk mengusir kantuk. Sebuah keputusan yang membuat saya tidak pernah kembali lagi ke bahan kuliah karena tentunya nge-browsing memberikan penawaran yang lebih menarik.

Kegiatan browsing malam itu saya habiskan dengan membaca tulisan beberapa orang teman di blog mereka. Sampai akhirnya saya temukan sebuah tulisan yang cukup membuat saya terkaget-kaget. Seorang teman yang saya kenal sebagai seorang periang itu ternyata menyimpan sebuah cerita sedih di masa lalunya. Cerita yang bagi setiap perempuan, sangat tidak diinginkan untuk berada di dalam catatan kehidupannya. Intinya, teman saya ternyata telah kehilangan "mahkota" berharganya bahkan disaat dia belum tahu dan sadar bahwa dia memiliki mahkota yang sangat berharga sebagai seorang perempuan. Yang membuat saya kagum adalah keberaniannya untuk mengungkapkan hal itu kepada orang banyak melalui blognya. Tentunya ini bukan lah sebuah hal yang mudah bagi dirinya. Saya yakin ada pertentangan batin yang sudah berlangsung cukup lama di dalam dirinya sebelum akhirnya memutuskan untuk meng-upload cerita tersebut. Dalam blognya dia bercerita bahwa tujuannya untuk menceritakan peristiwa itu kepada dunia adalah untuk 1) menjadikan dia sebagai manusia yang bebas dan jujur akan dirinya kepada sekelilingnya dan 2) memberikan semangat kepada perempuan-perempuan di luar sana yang mungkin masih belum bisa menerima kondisi yang sama yang terjadi dalam kehidupan mereka. Sebuah tindakan berani dengan tujuan yang mulia.

Saya kemudian teringat kepada telepon dari salah seorang teman di hari keberangkatan saya ke Malang. Dia bingung untuk memutuskan apakah harus pulang ke kampung halamannya atau tidak. Kebingungannya dikarenakan dia tidak sanggup untuk bertemu dengan saudara perempuannya yang setelah sekian lama menghilang, ternyata telah kembali ke rumah dalam keadaan berbadan dua. Pacarnya tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Sebagai seorang kakak, teman saya tidak bisa menerima keadaan itu. Adiknya dianggap telah mempermalukan nama baik keluarga. Dia lebih baik tidak bertemu dengan adiknya daripada harus melampiaskan emosinya saat mereka bertemu nanti. Saya pun memberikan pertimbangan, 

"Mungkin dia sudah berlaku salah, tapi saat ini siapa lagi yang bisa menerima dan membantu adikmu selain kalian, orang tua dan saudara kandungnya?Pulanglah, marahlah jika memang harus marah, tapi setelah itu terimalah dia sebagai manusia yang layak untuk ditolong dan ditunjukan kembali jalan yang benar". 

Sampai saat ini saya belum tahu apakah dia memutuskan untuk pulang kampung atau tidak. Tapi setidaknya, saya sudah melakukan apa yang harus saya lakukan sebagai seorang teman.

Selama 4 tahun terakhir, adik perempuan saya menderita penyakit yang bahkan sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Bahkan nama dan bentuk penyakit itu pun belum dapat diputuskan oleh berbagai dokter spesialis. Penyakit yang telah merenggut mahkota perempuannya (rambut), masa depannya, kepercayaan dirinya, semangatnya, dan keceriaannya. Sebagai seorang kakak yang tidak tega melihat apa yang dialami oleh adiknya, beberapa kali saya protes keras sama Tuhan. Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan seorang anak perempuan yang baru beranjak dewasa menanggung beban yang begitu berat? Bahkan saya yang sempat beberapa bulan melihat dia menanggung sakitnya, bisa saya katakan itu terlalu berat untuk adik saya. Sebuah proses yang cukup panjang sampai akhirnya kami sekeluarga bisa menerima bahwa bagian terbaik yang bisa kami lakukan hanyalah menerima ini sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam kehidupan dia.

Ketiga cerita diatas tentunya hanyalah sedikit dari berbagai masalah dan tantangan kehidupan yang dihadapi setiap orang. Dan saya pun menyadari bahwa di luar sana ada begitu banyak orang yang tidak bisa menerima kondisi kehidupan yang dia jalani, tidak bisa menerima kehidupan masa lalunya atau bahkan tidak bisa menerima apa yang sedang dia alami sekarang. Tidak hanya itu, bahkan mungkin ada orang-orang yang tidak bisa menerima orang-orang disekitar mereka karena kondisi kehidupan mereka, masa lalunya, kesalahannya, sifatnya, dll.

Kalau ada orang yang patut disalahkan atas apa yang terjadi dalam kehidupan kita, Tuhan-lah yang patut disalahkan. Karena atas perkenanan Dia-lah semua itu terjadi. Manusia dan situasi hanyalah alat dan alasan supaya kondisi itu dapat terjadi. Tapi apakah Tuhan pantas untuk disalahkan? Bukankah Tuhan yang paling tahu yang terbaik buat ciptaan-Nya? dan bukankah segala sesuatu yang Tuhan ijinkan terjadi pasti untuk tujuan yang baik? :)
Jadi untuk apa kita terjebak dalam mencari-cari siapa yang salah kalau yang "salah" pada dasarnya tidak dapat dipersalahkan? :)
Untuk apa terkungkung di dalam masa lalu, jika Tuhan pasti menyediakan jalan keluar dan masa depan yang lebih baik? :)

Seburuk apapun keadaan kehidupan kita saat ini, seburuk apapun cerita masa lalu yang kita miliki, percayalah bahwa ada tujuan baik dibalik segala sesuatu yang buruk itu. Terimalah hal tersebut sebagai sesuatu yang "baik" dari Tuhan dan berusahalah untuk mencari maksud baik yang Tuhan tetapkan ketika dia mengijinkan masalah dan tantangan itu terjadi.

Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Jadi jangan pernah memandang orang yang "bermasalah atau bersalah" sebagai makhluk yang tidak dapat diterima dalam kehidupan keluarganya atau kehidupan sosialnya. Bantulah mereka untuk dapat bangkit dari keterpurukan mereka dengan segala daya dan upaya yang dapat kita lakukan. Siapa tahu, justru kitalah yang akan menjadi jawaban atas permasalahan yang sedang mereka alami. Lagipula siapa yang bisa menjamin bahwa kita tidak akan pernah berada di posisi mereka sekarang?

Permohonan maaf saya sampaikan kepada kedua orang teman yang ceritanya saya jadikan sebagai bahan tulisan ini. Sama sekali tidak ada niat untuk menceritakan "keburukan" orang lain. Tujuan utama saya hanyalah untuk berbagi dengan mereka yang membaca tulisan ini agar lebih positif dalam memandang kehidupan yang mungkin dalam pandangan mereka "terlalu keras". Saya pun tidak bermaksud untuk menggurui, karena selama masih hidup maka manusia akan selalu berada dalam proses belajar untuk menjadi yang lebih baik.

Tuhan selalu punya cara untuk mendidik dan membentuk umatnya, kadang mata dan hati manusia yang terlalu kecil untuk melihat rencana-Nya yang besar.

Tuesday, 20 November 2012

Story of Two Fishes

This morning, the sun told me a fairytale titled Two Fishes.

A long time ago, there were two fishes.
One with the "cross" and one with "the head of arrow".
They met in the ocean of faith.

The cross one: "I have faith on left"
The head of arrow one: "Right is my faith"

But the fact is they move straight forward.

Day by day, week by week, time passed away..

Summer, winter, spring and autumn, all together had shown that:
They are alike but different
They are head and tail not fish and fish
They are one not two

Then came a big ship, offered an interesting bait on the fishhook

The cross one: "I will take it, I have to go. My faith is coming"
The head of arrow one: "But you may refuse"
The cross one: "I can not"
The head of arrow one: "As you wished, go left"

As the cross followed the hook to the left, the head of arrow could not move neither right nor straight.
Half can not swim better than one, right??

Then...
Sound from a box woke me up, fyuuh... What a dream :)

PS: dream will never last longer, started by moon ended by sun. Let it go!

Friday, 16 November 2012

Dare to Dream.. Dare to Reach

Karena mimpi, mobil ada..
Karena mimpi, manusia bisa terbang dengan pesawat..
Karena mimpi, manusia sampai ke bulan..
Jadi.. Haruskah mimpi dipadamkan hanya karena terlalu tinggi atau mustahil?? :)

Ini adalah postingan saya di facebook beberapa minggu yang lalu dan kayanya menarik untuk mengembangkannya di blog.

Setelah bertemu dan berkomunikasi dengan banyak orang yang saya temui dalam kehidupan sehari-hari, ada satu pola menarik tentang bagaimana manusia memandang cita-cita atau mimpi. Saya ngga tahu apakah pola ini memang berlaku universal, tapi paling tidak pola inilah yang saya temukan.
Menggunakan istilah statistik, pola rata-rata ini merupakan hasil regresi dari pola-pola individu yang saya temui.

Pattern itu adalah:
Ketika kecil, manusia cenderung akan bermimpi yang tinggi. Dia ingin menjadi apapun yang dalam pandangannya menarik, dan yang menarik itu kebanyakan adalah sesuatu yang sangat hebat.
Saat beranjak dewasa dan berada dalam dunia pendidikan, cita-cita atau mimpi tersebut mulai mengalami penyesuaian dengan faktor "realistis". Si manusia "remaja atau ABG" mulai menghitung-hitung kemampuannya dalam mencapai mimpinya.
Tahap terakhir adalah ketika orang tersebut masuk dalam dunia pekerjaan, entah sebagai pegawai atau sebagai pemberi kerja. Sampai pada tahapan ini manusia akan semakin lebih realistis dari sebelumnya. Sering yang terjadi justru adalah kemunduran mimpi. Manusia akan mulai meng-adjust mimpinya, menurunkan levelnya atau bahkan mematikan mimpinya sama sekali.
Kesimpulannya, semakin beranjak dewasa, semakin banyak mimpi yang dikubur, diubah, atau diturunkan kualitas dan kuantitasnya.

Selain regresi, dalam dunia statistik dikenal pula istilah distribusi normal. Distribusi normal memberikan informasi mengenai bagaimana pola rata-rata dari sebuah data statistik maupun bagaimana sebaran data statistik dari nilai rata-ratanya. Di bagian kiri dan kanan distribusi normal, seringkali ditemukan outlier. Outlier adalah data yang memiliki pola berbeda dari distribusi normal, saking ekstremnya seringkali outlier ini harus dibuang ketika melakukan pengolahan data.

Pola tentang cita-cita dan mimpi diatas dapat diibaratkan sebagai distribusi normalnya cita-cita bagi kebanyakan orang. Banyak faktor yang pada akhirnya bisa membuat seseorang untuk tidak lagi mau bermimpi tinggi. Faktor realistis sudah disebutkan sebelumnya. Dalam kedewasaannya manusia akan cenderung realistis ketika memandang cita-citanya. Manusia akan mulai menakar kemampuannya, kecerdasannya, potensinya, talentanya, bahkan kekurangannya ketika dia menetapkan apa yang akan dia capai dalam hidupnya. Berbagai masalah dan tantangan kehidupan seperti, permasalahan keluarga, permasalahan di tempat kerja, kondisi kesehatan, faktor orang-orang terdekat, keuangan, dll akan sangat mempengaruhi seseorang untuk memutuskan apakah akan menetapkan mimpi yang lebih tinggi atau menurunkan "ketinggian" mimpinya sehingga lebih mudah untuk dicapai.

Beruntungnya ada segelintir orang yang merupakan outlier dari distribusi normal cita-cita atau mimpi tersebut. Orang-orang inilah yang boleh dibilang sangat ekstrem positif dalam usahanya menggapai cita-citanya. Bagi mereka cita-cita harus ditetapkan setinggi mungkin, bahkan akan lebih baik jika cita-cita tersebut adalah sebuah mimpi. Sesuatu yang bisa sangat berbeda dari kenyataan. Sesuatu yang mungkin menurut kebanyakan orang tidak mungkin, tapi bagi mereka itu adalah hal yang realistis.

Kelompok inilah yang memungkinkan mobil untuk ditemukan.
Kelompok inilah yang memungkinkan manusia untuk terbang dengan pesawat.
Kelompok inilah yang memungkinkan Bulan dapat dikunjungi.
Kelompok inilah yang memungkinkan manusia untuk dapat menikmati listrik dan cahaya.
Kelompok inilah yang memiliki kemampuan untuk mengubah sesuatu yang mungkin menjadi mungkin.
Kelompok pantang menyerah, yang oleh rekan-rekannya disebut inventor atau penemu.

Bagi mereka selama orang mau berusaha, bekerja keras, terus belajar dan pantang menyerah...maka..
Dunia adalah batas laboratorium eksperimen untuk menelurkan karya-karya cemerlang.
Langit adalah ukuran tetinggi untuk menempatkan impian dan cita-cita mereka.
Pantang menyerah adalah api yang mampu membakar setiap penghalang yang menghalangi mereka untuk mencapai impian mereka.
Tantangan adalah bahan bakar bagi mesin kreativitas mereka untuk mencari jalan keluar untuk terus melaju kedepan.
Kegagalan adalah hasil percobaan yang masih harus disempurnakan untuk mencapai keberhasilan.
Menyerah hampir tidak pernah ada dalam kamus kehidupan mereka.
Sekali mimpi ditetapkan, maka mereka tidak akan pernah berhenti sebelum mencapai mimpi itu atau mencapai mimpi yang lain yang sama kualitasnya.

Pernahkah kita bayangkan apa yang terjadi jika manusia-manusia hebat itu mematikan mimpinya? Apa yang terjadi jika mereka menyerah di tengah jalan?
Apa yang terjadi jika mereka tidak mau bermimpi?

Saya ngga tahu apa yang menjadi cita-cita dan mimpi readers saat ini. Sekecil apapun mimpi itu, mimpi itu tetap layak untuk dikejar, tetap layak untuk diperjuangkan.

Penemu mur dan baut mungkin tidak pernah menyangka bahwa temuannya akan membantu:
Penemu mobil untuk meningkatkan efisiensi manusia dalam bertransportasi, dan membuka jalan bagi penemuan-penemuan mobil hebat lainnya yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Penemu pesawat terbang untuk membuka kesempatan bagi transportasi udara bagi manusia, dan membuka jalan bagi penemuan pesawat-pesawat super canggih.
Penemu pesawat ulang alik yang memungkinkan manusia untuk menjelajahi luar angkasa dan membantu manusia untuk menyingkap tabir tentang tata surya.

Memang akan ada banyak tantangan dan halangan yang kita hadapi untuk menggapai sebuah mimpi, tapi untuk setiap kesulitan pasti ada jalan keluar. Pertanyaannya adalah seberapa keras usaha kita untuk mencari jalan keluar itu? Seberapa besar kita menyadari bahwa mimpi kita mungkin akan memberikan manfaat buat orang lain di sekitar kita?

Jadi bermimpilah setinggi mungkin, dan kejarlah mimpi itu seolah-olah kehidupan umat manusia bergantung pada realisasi mimpi itu dan lihatlah apa yang terjadi.... (",)

Ada satu prinsip hidup yang selalu saya pegang dan ingin saya bagikan disini. Prinsip ini selalu berfungsi sebagai cambuk yang memberikan dorongan energi luar biasa setiap kali "malas-malasan melanda" atau ketika "pikiran realistis" itu hadir.

Kalau ada orang lain yang bisa melakukan sesuatu hal yang ingin saya lakukan, 
maka saya juga pasti bisa melakukannya
Kalau hanya ada satu orang yang bisa melakukan sesuatu hal tersebut,
maka saya juga pasti bisa melakukannya
Kalau tidak ada orang yang bisa melakukan sesuatu hal itu,
maka saya juga pasti bisa melakukannya
Perbedaannya hanyalah pada berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk bisa melakukan hal itu

Dare to dream.. Dare to reach..


 

Saturday, 10 November 2012

Mata Sang Hawa

Pancaran sinarnya begitu kuat
Kuat menembus tembok logikaku
Mendobrak  benteng hati yang terlanjur kokoh

Aku suka melihatnya
Aku suka memandangnya

Lembut binarnya begitu indah
Seindah tatapnya yang teduh
Seindah cahayanya yang mengalihkan pandangku

Aku suka melihatnya
Aku suka memandangnya

Indahnya mengubah sedih menjadi senyum
Cantiknya mengubah lelah menjadi semangat
Liriknya mengusik hati untuk berbunga

Aku ingin melihatnya
Aku ingin memandangnya
Aku ingin memeluknya dengan tatapku

Entah kapan
Entah mungkin

Yang pasti hanyalah...

Dia terlalu indah
Dia terlalu jauh

- Adam -

Friday, 9 November 2012

Miskomunikasi Dengan Tukang Parkir: Klarifikasi


Beberapa hari yang lalu, saya dan seorang teman sedang berada di salah satu lokasi center of gathering-nya warga Jakarta. Sebelum meninggalkan tempat tersebut, saya mengalami satu peristiwa yang boleh dibilang sebagai: penghinaan paling memalukan yang mencederai harga diri saya sebagai seseorang yang hidup di negara yang menjadikan hukum sebagai panglima (Ruhut Sitompul, 2004-skrg)........ dan for the sake of national security, pertanyaan-pertanyaan berikut: kapan? dimana? ngapain disana? dll, tidak akan dibahas disini karena bukan itu yang ingin saya ceritakan dan sekalipun tidak dibahas, tidak akan mengurangi makna dari cerita ini (hukum anti bertele-tele dalam menulis).

Baiklah... (ambil remote, mute-in volume tipi dan fokus ke laptop)...akan saya mulai dengan mengurai kronologisnya agar kita memiliki dasar pemikiran yang sama untuk memberikan pandangan...

Waktu itu langit terlihat mendung, udara sedikit lembab karena efek “hujan ngga nyampe semenit”, dan matahari sedang konsisten bergerak menuju posisi tegak lurus di atas kepala, menjadi latar adegan saat saya dan seorang teman sudah bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Saya naik ke motor, kemudian perlahan-lahan memindahkan motor dari jalur parkir sambil ngobrol ringan sama si teman yang masih menunggu aba-aba untuk naik di jok belakang. Seperti biasanya saat akan meninggalkan area parkir, dompet saya keluarkan dari saku celana buat ngambil duit receh untuk bayar parkir. Kebetulan memang ngga ada parkir resmi di tempat itu. Akhirnya ketemulah duit Rp 2.000 di dompet, uang nya saya keluarin dan masukin ke kantong jaket biar gampang pas nanti mau diberikan ke tukang parkir.

Saat udah siap untuk meninggalkan TKP, saya tengok ke kiri dan kekanan sambil mencari “pria pemandu parkir” untuk menyerahkan “uang jasa penggunaan parkir” yang udah tersedia di kantong. Tapi harapan itu pun sirna karena tak satu pun pria disana menunjukan gelagat bahwa dia adalah orang yang tepat, berhak dan layak untuk menerima retribusi parkir (Untung, Pengantar Perpajakan, 2004) itu. Sebenarnya ada beberapa orang pria disana, hanya saja saya ngga mau terlalu terlihat seperti seorang dermawan uang parkir yang rela mencari-cari si tukang parkir sambil bertanya pada orang-orang itu dengan pertanyaan:

“Permisi, apakah bapak adalah tukang parkir yang sedang bertugas?” atau
“Apakah anda kenal dengan tukang parkir yang berhak menerima Rp 2.000 ini?”

Akhirnya saya berasumsi.... (kebetulan latar belakang pendidikan saya adalah ekonomi, ilmu yang paling suka menyederhanakan masalah dengan kata pamungkas yang disebut: asumsi)...... bahwa tukang parkirnya karena takut akan kena flu akibat kehujanan, maka dia memutuskan untuk pulang dan bobo siang (baca: tukang parkirnya tidak ditempat). Dengan asumsi ini, maka saya memutuskan untuk segera meninggalkan TKP karena sepertinya tidak lama lagi hujan susulan akan segera datang.

Motor dinyalakan, si teman segera naik, kami siap berangkat, dan tiba-tiba ada seorang pria yang lewat di samping kiri kami sambil mengomel tapi dalam mode menggumam dan terus berjalan ke depan. Sempat terpikir bahwa dia adalah pawang hujan yang sengaja dipanggil untuk menetralisir probabilitas turunnya hujan di tempat itu. Namun dari frekuensi, getaran dan gelombang suaranya, terdengar memang kalau dia sedang marah. Kembali terpikir bahwa mungkin karena mantra penolak hujannya berpeluang gagal maka dia marah-marah dengan roh halus yang bersemayam dalam dirinya yang menjadi sekutunya dalam menolak hujan.

Daripada semakin ngga jelas berimajinasi, akhirnya saya pindah gigi dari posisi normal ke gigi 1, dan  segera membiarkan motor terdorong maju oleh dorongan gas yang diperintahkan oleh tangan kanan.
Tapi belum sampai 3 meter, terdengar ada yang berteriak tapi saya agak kurang jelas mendengarnya.

Teman yang dibonceng pun kemudian berkata “Udah bayar parkir belum?”
... Jeng jeng jeng..!!!

Ternyata yang berteriak itu adalah pria yang tadi marah-marah sambil menggumam, dia pun bukanlah pawang hujan yang sedang ngomel-ngomel dengan sekutu roh halusnya, dia adalah tokoh utama dalam cerita ini, pria yang dari tadi  dicari-cari, pria yang saya asumsiin takut kena flu karena hujan sehingga memutuskan untuk pulang, dialah sang tukang parkir...               
Dan ternyata isi teriakannya adalah “Wooii, di kota ngga ada yang gratis”

“Appaaaaa!!!”

Saya sempat berhenti sejenak setelah menjauh kira-kira 3,5 meter dari TKP dan mencerna ulang kata-kata itu. Guys, itu dalem banget kata-katanya dan saya merasa perlu memberikan klarifikasi lewat cerita ini meskipun saya tahu kecil kemungkinan bagi si tukang parkir untuk membaca tulisan ini. Tapi setidaknya ada media bagi saya untuk berbagi cerita dan klarifikasi.

(...nyalain kipas angin untuk meredam suasana yang semakin menghangat...)

Mari kita lanjutkan, Bapak tukang parkir yang terhormat, saya sangat tersinggung dengan pernyataan Bapak tadi siang.

Pertama, lewat kata-kata itu artinya saya dituduh lari dari tanggung jawab, ngga mau bayar parkir. Penghinaan nomor 1. Padahal jelas-jelas duitnya udah saya siapin. Kenapa bapak tidak menampakan diri dari tadi? Masa nagih uang parkir aja gengsi? .. Mengingat status saya adalah PNS, kata-kata itu sangat perih terdengar di telinga, sakit menyayat hati... masa seorang PNS ngga mampu bayar parkir? Hadeh.. Benar-benar udah mempermalukan instansi tempat saya bekerja. Maafkan saya pak menteri.

Kedua, kata-kata itu bisa diterjemahkan dengan makna meluas menjadi “Wooii orang desa, ini kota, di kota ngga ada yang gratis”. Penghinaan nomor 2. Sedih amat yak, orang desa juga ngga mau dibilang kaya gitu..Kayanya ngga sebanding deh antara nilai uang dengan penghinaan yang saya peroleh.

Karena emosi sesaat yang tiba-tiba melanda setelah mencerna ulang kata-kata si tukang parkir (berlangsung dalam waktu sepersekian detik), saya memutuskan untuk terus melaju tanpa memperdulikan celotehannya. Uang parkirnya tetap masih bersemayam di kantong jaket. Meskipun kerugian yang dia alami tidak sebanding dengan pelecehan harga diri yang saya terima, setidaknya dalam pandangan saya, skornya: impas, hati tenang.

Tapi bagaimana pun juga pada akhirnya saya menyesali apa yang terjadi saat itu. Seharusnya uang parkirnya tetap saya serahkan. Mungkin nilainya ngga seberapa, tapi itu tetaplah penghasilan di mata seorang tukang parkir. Maafkan saya ya bapak tukang parkir, mudah-mudahan nanti kita bisa bertemu lagi dan akan saya serahkan uang parkirnya. Ampuni saya Tuhan yang lebih menuruti emosi daripada menuruti perintahmu untuk berbuat baik.

Pesan moral pertama: jangan pernah mengambil keputusan saat sedang kesal atau emosi.
Pesan moral kedua: jangan pernah kabur dari tempat parkir sebelum membayar uang parkir. Sekecil apapun uang parkir, uang itu tetaplah merupakan penghasilan bagi si tukang parkir.

Karena saya juga pernah belajar akuntansi, maka saat ini di jurnal pengeluaran saya harus sudah tercatat sebagai berikut:
                                                Debet                   Kredit
Beban Parkir                      Rp. 2.000             
Utang Parkir                                                       Rp. 2.000