Tuesday, 3 September 2013

Kredit Usaha Rakyat: Solusi Bagi UMKM, Strategis Bagi Pemerintah

Sektor swasta merupakan mesin pendorong pertumbuhan ekonomi khususnya dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan volume perdagangan, penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat, sekaligus sebagai sumber pendapatan negara (pajak) dalam rangka penyediaan barang/layanan publik. Bertumbuhnya sektor swasta merupakan pondasi atau syarat utama bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa secara berkelanjutan. Pemerintah dalam bersinergi dengan peran sektor swasta tersebut lebih menempatkan diri sebagai regulator yang bertugas untuk menciptakan dan memelihara iklim perdagangan dan investasi serta memfasilitasi tumbuhnya unit-unit bisnis baru melalui serangkaian program-program pembangunan.
Dalam memasuki era perdagangan bebas, pemerintah sangat menyadari bahwa private sector investment merupakan senjata pamungkas untuk membantu percepatan pertumbuhan ekonomi sekaligus menjamin kemampuan Indonesia untuk bersaing di kancah perdagangan internasional. Mengutip abstrak Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, “Pihak swasta akan diberikan peran utama dan penting dalam pembangunan ekonomi terutama dalam peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja, sedangkan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator”. Hal ini menunjukan kesadaran pemerintah bahwa tidak ada cara lain untuk melipatgandakan pertumbuhan ekonomi Indonesia, selain dengan meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam aktivitas perekonomian.
Dalam mencapai visi pembangunan tersebut, pemerintah dihadapkan dengan kondisi dimana sektor swasta di Indonesia lebih banyak didominasi oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Meskipun pemerintah menghendaki masuknya investor-investor besar ke Indonesia, pemerintah tentunya tidak menginginkan adanya imbas negatif terhadap keberadaan UMKM di dalam negeri. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukan bahwa sampai tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia diperkirakan telah mencapai 56,5 juta unit atau sama dengan 99,99% dari total unit usaha. Meskipun statistik tersebut menunjukkan minimnya unit usaha yang tergolong skala besar di Indonesia (hanya berkisar 0,01% dari total unit usaha yang ada), namun tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM telah menyerap hampir 97,16% total tenaga kerja Indonesia atau sama dengan 101,7 juta orang tenaga kerja. Selain itu, aktivitas ekonomi UMKM telah memberikan kontribusi senilai Rp2.121,3 Triliun atau sebesar 53,6% dari total Produk Domestik Bruto. Berbasis statistik potensi ekonomi yang dimiliki oleh UMKM, pemerintah pun menjadikan penguatan dan pengembangan UMKM sebagai bagian dari grand design pembangunan ekonomi Indonesia.
Namun, Kementerian Koperasi dan UKM pun mencatat bahwa hampir 95% dari total keseluruhan UMKM di Indonesia masih tergolong dalam usaha mikro atau usaha yang hanya memiliki aset maksimal senilai Rp50 Juta atau memiliki hasil penjualan (omset) tahunan maksimal Rp300 Juta. Artinya, permodalan merupakan permasalahan sekaligus kunci utama pengembangan sektor UMKM. Mengingat kinerja sektor swasta di Indonesia juga dipengaruhi oleh geliat UMKM, maka pemerintah dituntut agar dapat memberikan solusi bagi peningkatan supply permodalan bagi UMKM.
Berbicara tentang suntikan modal tentunya tidak lepas dari peran serta unit perbankan selaku salah satu sumber penyediaan kredit permodalan bagi unit usaha. Faktanya, berbagai program kredit usaha untuk investasi dan pengembangan bisnis telah disediakan oleh perbankan. Namun, kondisi riil di lapangan memperlihatkan bahwa sebagian besar unit UMKM yang mayoritas berkategori unit usaha mikro masih belum layak untuk memperoleh credit approval (nonbankable) yang salah satunya disebabkan oleh kesulitan penyediaan agunan.  Kabar baiknya adalah, dari sisi kelayakan usaha, unit-unit usaha tersebut sangat berpotensi untuk menghasilkan profit dan terus berkembang (feasible).

Sumber: http://dandelionconsulting.org
Untuk menjawab permasalahan tersebut, pada tanggal 5 November 2007,  Presiden telah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit/pembiayaan modal kerja dan investasi kepada UMKM yang bersifat feasible but not bankable dengan plafon sampai dengan Rp500 Juta. Perbedaan KUR dan fasilitas kredit lainnya adalah bahwa plafon kredit tersebut dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Penjaminan tersebut merupakan solusi pemerintah untuk memberikan jaminan kepada bank agar dapat menyalurkan kredit kepada unit usaha yang potensial namun belum memenuhi kriteria penyediaan agunan maupun persyaratan pembiayaan lainnya.
Enam tahun setelah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, penyaluran KUR oleh perbankan telah menunjukan prestasi yang menggembirakan. Berdasarkan data Komite KUR, sejak November 2007 sampai dengan 31 Juni 2013, 7 (tujuh) bank nasional yang telah ditunjuk oleh pemerintah telah menyalurkan total KUR senilai Rp45,381 Triliun untuk mendanai aktivitas ekonomi 8.906.679 unit UMKM. Untuk tahun 2013, total KUR yang berhasil disalurkan sampai dengan 31 Juni 2013 adalah senilai Rp21,908 Triliun atau sama dengan 60,9% dari target penyaluran KUR yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2013 senilai Rp36 Triliun. Selain tingginya angka realisasi KUR, apresiasi positif UMKM terhadap eksistensi KUR juga ditandai dengan rendahnya tingkat Non Performing Loan (NPL) yang masih berada di bawah 5% (hingga Mei 2013, rata-rata NPL KUR adalah 4%).
Statistik diatas dapat menunjukan dua peran penting dari KUR. Pertama, KUR telah menjadi solusi bagi pengembangan UMKM. Cukup tingginya angka realisasi KUR merupakan bukti bahwa tujuan awal KUR sebagai alternatif penyediaan sumber permodalan UMKM telah tercapai. Kehadiran KUR dengan format penjaminan kredit oleh pemerintah telah meningkatkan gairah UMKM untuk memanfaatkan KUR dalam rangka pengembangan usaha. Bahkan pada tahun 2012, target penyaluran KUR senilai Rp30 Triliun berhasil terealisasi sebesar Rp30,230 Triliun. Sukses tahun 2012 diperkirakan akan kembali berulang pada tahun 2013 mengingat sampai dengan semester I 2013, perbankan telah berhasil menyalurkan 60,9% dari target penyaluran KUR yang ditetapkan. Statistik positif tersebut telah membuktikan bahwa KUR  sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya para pengusaha skala UMKM yang memiliki visi kewirausahaan yang kuat namun terkendala dengan akses pembiayaan. Di sisi lain, keberadaan KUR sebagai “dana pinjaman” dan bukannya “dana bantuan sosial” dapat menjadi stimulan positif bagi pengusaha skala UMKM untuk selalu berpikir kreatif dalam menjalankan usahanya karena adanya kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman. Rendahnya angka NPL yang berkisar 4% telah memperlihatkan keseriusan para debitur dalam menggunakan fasilitas kredit yang disediakan oleh pemerintah. Bandingkan rendahnya NPL KUR dengan banyaknya kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh sejumlah kementerian teknis. Tentunya hal ini dapat membawa kita pada kesimpulan bahwa format penyaluran anggaran kepada unit UMKM dalam bentuk dana kredit lebih baik dibandingkan bentuk dana bansos karena dapat menumbuhkan semangat kreatif, kerja keras, dan tentunya semangat kewirausahaan.
Fakta kedua adalah KUR juga memiliki peran yang cukup strategis bagi pemerintah. Dalam kerangka pembanguan ekonomi Indonesia sebagaimana telah diuraikan di bagian awal, KUR memiliki posisi strategis bagi pemerintah dalam aspek penguatan UMKM selaku pilar utama pengembangan sektor swasta di Indonesia. Selain itu, KUR telah berkontribusi dalam usaha pemerintah untuk menyerap tenaga kerja, mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan jumlah debitur KUR (UMKM) dan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh debitur KUR selama 6 tahun kehadiran KUR di Indonesia merupakan bukti nyata kontribusi KUR dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Dengan memaksimalkan penyaluran KUR dan mengkombinasikannya dengan kebijakan peningkatan investasi skala makro (salah satunya melalui program MP3EI), pemerintah dapat mendorong penguatan unit usaha mikro, kecil, menengah, maupun unit usaha skala besar secara bersamaan. Kombinasi kebijakan seperti ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan perdagangan bebas, khususnya dalam menghadapi gelombang Asean Economic Community pada tahun 2015. Pemerintah tentunya tidak menginginkan penduduk Indonesia hanya menjadi penonton dan konsumen di negeri sendiri ketika pasar domestik mendapat serbuan produk maupun investasi asing.
Namun demikian, penyaluran KUR sampai dengan saat ini masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah baik bagi pemerintah, perbankan, maupun para debitur untuk segera diselesaikan. Tingkat bunga KUR yang berada pada level 22% maksimum untuk kredit mikro dan 13% untuk kredit retail masih dianggap cukup tinggi oleh para pelaku usaha. Solusi yang disediakan pemerintah pada tahun 2013 melalui penetapan flat rate untuk suku bunga KUR sebesar 0,57% untuk sektor retail dan 0,95% untuk sektor mikro diharapkan dapat menjadi angin segar bagi pengusaha UMKM untuk semakin agresif dalam menggenjot kinerja usahanya melalui suntikan dana KUR. Adanya keluhan atau aspirasi dari sejumlah pelaku usaha yang merasa kesulitan untuk mengakses KUR harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan perbankan untuk secara berkala melakukan evaluasi terhadap format maupun persyaratan dalam pemberian KUR agar tidak berdampak kontraproduktif terhadap penyaluran KUR kepada unit usaha yang membutuhkan.

Uraian diatas telah menunjukan bahwa KUR merupakan sebuah terobosan kreatif dari pemerintah untuk mengatasi bottleneck dalam pengembangan unit-unit usaha mikro yang sangat potensial untuk dikembangkan namun memiliki kendala dalam mengakses permodalan yang disediakan oleh perbankan. Bagi UMKM, KUR tidak hanya berperan sebagai “oase” ditengah sulitnya memperoleh “mata air” permodalan dari perbankan, tetapi sekaligus menjadi pemacu aliran semangat kreatif, kerja keras, dan kewirausahaan bagi para pelaku usaha. Di saat yang sama, KUR pun merupakan kebijakan strategis bagi pemerintah dalam upaya penguatan UMKM selaku pilar sektor swasta domestik untuk mencapai visi pembangunan yang lebih luas, penciptaan kemandirian ekonomi Indonesia. Namun demikian, sejumlah kendala dalam penyaluran KUR harus terus dievaluasi untuk sesegera mungkin dihasilkan solusi yang efektif bagi upaya peningkatan penyaluran KUR bagi UMKM. 


No comments:

Post a Comment