Sektor
swasta merupakan mesin pendorong pertumbuhan ekonomi khususnya dalam hal penciptaan
lapangan pekerjaan, peningkatan volume perdagangan, penyediaan barang dan jasa
bagi masyarakat, sekaligus sebagai sumber pendapatan negara (pajak) dalam rangka
penyediaan barang/layanan publik. Bertumbuhnya sektor swasta merupakan pondasi
atau syarat utama bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa secara berkelanjutan. Pemerintah
dalam bersinergi dengan peran sektor swasta tersebut lebih menempatkan diri
sebagai regulator yang bertugas untuk menciptakan dan memelihara iklim
perdagangan dan investasi serta memfasilitasi tumbuhnya unit-unit bisnis baru
melalui serangkaian program-program pembangunan.
Dalam
memasuki era perdagangan bebas, pemerintah sangat menyadari bahwa private sector investment merupakan
senjata pamungkas untuk membantu percepatan pertumbuhan ekonomi sekaligus menjamin
kemampuan Indonesia untuk bersaing di kancah perdagangan internasional. Mengutip
abstrak Master Plan Percepatan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, “Pihak swasta akan diberikan peran
utama dan penting dalam pembangunan ekonomi terutama dalam peningkatan
investasi dan penciptaan lapangan kerja, sedangkan pihak pemerintah akan
berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator”. Hal ini menunjukan
kesadaran pemerintah bahwa tidak ada cara lain untuk melipatgandakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia, selain dengan meningkatkan partisipasi sektor
swasta dalam aktivitas perekonomian.
Dalam
mencapai visi pembangunan tersebut, pemerintah dihadapkan dengan kondisi dimana
sektor swasta di Indonesia lebih banyak didominasi oleh Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). Meskipun pemerintah menghendaki masuknya investor-investor
besar ke Indonesia, pemerintah tentunya tidak menginginkan adanya imbas negatif
terhadap keberadaan UMKM di dalam negeri. Data Kementerian Koperasi dan UKM
menunjukan bahwa sampai tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia diperkirakan telah
mencapai 56,5 juta unit atau sama dengan 99,99% dari total unit usaha. Meskipun
statistik tersebut menunjukkan minimnya unit usaha yang tergolong skala besar
di Indonesia (hanya berkisar 0,01% dari total unit usaha yang ada), namun tidak
dapat dipungkiri bahwa UMKM telah menyerap hampir 97,16% total tenaga kerja Indonesia
atau sama dengan 101,7 juta orang tenaga kerja. Selain itu, aktivitas ekonomi
UMKM telah memberikan kontribusi senilai Rp2.121,3 Triliun atau sebesar 53,6%
dari total Produk Domestik Bruto. Berbasis statistik potensi ekonomi yang
dimiliki oleh UMKM, pemerintah pun menjadikan penguatan dan pengembangan UMKM
sebagai bagian dari grand design
pembangunan ekonomi Indonesia.
Namun,
Kementerian Koperasi dan UKM pun mencatat bahwa hampir 95% dari total
keseluruhan UMKM di Indonesia masih tergolong dalam usaha mikro atau usaha yang
hanya memiliki aset maksimal senilai Rp50 Juta atau memiliki hasil penjualan (omset)
tahunan maksimal Rp300 Juta. Artinya, permodalan merupakan permasalahan
sekaligus kunci utama pengembangan sektor UMKM. Mengingat kinerja sektor swasta
di Indonesia juga dipengaruhi oleh geliat UMKM, maka pemerintah dituntut agar
dapat memberikan solusi bagi peningkatan supply
permodalan bagi UMKM.
Berbicara
tentang suntikan modal tentunya tidak lepas dari peran serta unit perbankan
selaku salah satu sumber penyediaan kredit permodalan bagi unit usaha.
Faktanya, berbagai program kredit usaha untuk investasi dan pengembangan bisnis
telah disediakan oleh perbankan. Namun, kondisi riil di lapangan memperlihatkan
bahwa sebagian besar unit UMKM yang mayoritas berkategori unit usaha mikro
masih belum layak untuk memperoleh credit
approval (nonbankable) yang salah
satunya disebabkan oleh kesulitan penyediaan agunan. Kabar baiknya adalah, dari sisi kelayakan
usaha, unit-unit usaha tersebut sangat berpotensi untuk menghasilkan profit dan
terus berkembang (feasible).
![]() |
Sumber: http://dandelionconsulting.org |
Untuk
menjawab permasalahan tersebut, pada tanggal 5 November 2007, Presiden telah meluncurkan program Kredit
Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit/pembiayaan modal kerja dan investasi
kepada UMKM yang bersifat feasible but
not bankable dengan plafon sampai dengan Rp500 Juta. Perbedaan KUR dan
fasilitas kredit lainnya adalah bahwa plafon kredit tersebut dijamin oleh
Perusahaan Penjamin. Penjaminan tersebut merupakan solusi pemerintah untuk memberikan
jaminan kepada bank agar dapat menyalurkan kredit kepada unit usaha yang
potensial namun belum memenuhi kriteria penyediaan agunan maupun persyaratan
pembiayaan lainnya.
Enam
tahun setelah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, penyaluran
KUR oleh perbankan telah menunjukan prestasi yang menggembirakan. Berdasarkan
data Komite KUR, sejak November 2007 sampai dengan 31 Juni 2013, 7 (tujuh) bank
nasional yang telah ditunjuk oleh pemerintah telah menyalurkan total KUR
senilai Rp45,381 Triliun untuk mendanai aktivitas ekonomi 8.906.679 unit UMKM. Untuk
tahun 2013, total KUR yang berhasil disalurkan sampai dengan 31 Juni 2013
adalah senilai Rp21,908 Triliun atau sama dengan 60,9% dari target penyaluran
KUR yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2013 senilai Rp36 Triliun. Selain
tingginya angka realisasi KUR, apresiasi positif UMKM terhadap eksistensi KUR
juga ditandai dengan rendahnya tingkat Non
Performing Loan (NPL) yang masih berada di bawah 5% (hingga Mei 2013, rata-rata
NPL KUR adalah 4%).
Statistik
diatas dapat menunjukan dua peran penting dari KUR. Pertama, KUR telah menjadi solusi bagi pengembangan
UMKM. Cukup tingginya angka realisasi KUR merupakan bukti bahwa tujuan awal
KUR sebagai alternatif penyediaan sumber permodalan UMKM telah tercapai. Kehadiran
KUR dengan format penjaminan kredit oleh pemerintah telah meningkatkan gairah
UMKM untuk memanfaatkan KUR dalam rangka pengembangan usaha. Bahkan pada tahun
2012, target penyaluran KUR senilai Rp30 Triliun berhasil terealisasi sebesar
Rp30,230 Triliun. Sukses tahun 2012 diperkirakan akan kembali berulang pada
tahun 2013 mengingat sampai dengan semester I 2013, perbankan telah berhasil
menyalurkan 60,9% dari target penyaluran KUR yang ditetapkan. Statistik positif
tersebut telah membuktikan bahwa KUR
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya para pengusaha skala UMKM
yang memiliki visi kewirausahaan yang kuat namun terkendala dengan akses
pembiayaan. Di sisi lain, keberadaan KUR sebagai “dana pinjaman” dan bukannya
“dana bantuan sosial” dapat menjadi stimulan positif bagi pengusaha skala UMKM
untuk selalu berpikir kreatif dalam menjalankan usahanya karena adanya
kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman. Rendahnya angka NPL yang berkisar
4% telah memperlihatkan keseriusan para debitur dalam menggunakan fasilitas
kredit yang disediakan oleh pemerintah. Bandingkan rendahnya NPL KUR dengan
banyaknya kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan
oleh sejumlah kementerian teknis. Tentunya hal ini dapat membawa kita pada
kesimpulan bahwa format penyaluran anggaran kepada unit UMKM dalam bentuk dana
kredit lebih baik dibandingkan bentuk dana bansos karena dapat menumbuhkan
semangat kreatif, kerja keras, dan tentunya semangat kewirausahaan.
Fakta
kedua adalah KUR juga memiliki peran yang
cukup strategis bagi pemerintah. Dalam kerangka pembanguan ekonomi
Indonesia sebagaimana telah diuraikan di bagian awal, KUR memiliki posisi
strategis bagi pemerintah dalam aspek penguatan UMKM selaku pilar utama
pengembangan sektor swasta di Indonesia. Selain itu, KUR telah berkontribusi
dalam usaha pemerintah untuk menyerap tenaga kerja, mengurangi angka kemiskinan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan jumlah debitur KUR
(UMKM) dan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh debitur KUR selama
6 tahun kehadiran KUR di Indonesia merupakan bukti nyata kontribusi KUR dalam
mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Dengan memaksimalkan penyaluran KUR
dan mengkombinasikannya dengan kebijakan peningkatan investasi skala makro
(salah satunya melalui program MP3EI), pemerintah dapat mendorong penguatan
unit usaha mikro, kecil, menengah, maupun unit usaha skala besar secara
bersamaan. Kombinasi kebijakan seperti ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi
tantangan perdagangan bebas, khususnya dalam menghadapi gelombang Asean Economic Community pada tahun
2015. Pemerintah tentunya tidak menginginkan penduduk Indonesia hanya menjadi
penonton dan konsumen di negeri sendiri ketika pasar domestik mendapat serbuan
produk maupun investasi asing.
Namun
demikian, penyaluran KUR sampai dengan saat ini masih menyisakan sejumlah
pekerjaan rumah baik bagi pemerintah, perbankan, maupun para debitur untuk
segera diselesaikan. Tingkat bunga KUR yang berada pada level 22% maksimum
untuk kredit mikro dan 13% untuk kredit retail masih dianggap cukup tinggi oleh
para pelaku usaha. Solusi yang disediakan pemerintah pada tahun 2013 melalui
penetapan flat rate untuk suku bunga
KUR sebesar 0,57% untuk sektor retail dan 0,95% untuk sektor mikro diharapkan
dapat menjadi angin segar bagi pengusaha UMKM untuk semakin agresif dalam
menggenjot kinerja usahanya melalui suntikan dana KUR. Adanya keluhan atau
aspirasi dari sejumlah pelaku usaha yang merasa kesulitan untuk mengakses KUR
harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan perbankan untuk secara berkala
melakukan evaluasi terhadap format maupun persyaratan dalam pemberian KUR agar
tidak berdampak kontraproduktif terhadap penyaluran KUR kepada unit usaha yang
membutuhkan.
Uraian
diatas telah menunjukan bahwa KUR merupakan sebuah terobosan kreatif dari
pemerintah untuk mengatasi bottleneck
dalam pengembangan unit-unit usaha mikro yang sangat potensial untuk
dikembangkan namun memiliki kendala dalam mengakses permodalan yang disediakan
oleh perbankan. Bagi UMKM, KUR tidak hanya berperan sebagai “oase” ditengah
sulitnya memperoleh “mata air” permodalan dari perbankan, tetapi sekaligus
menjadi pemacu aliran semangat kreatif, kerja keras, dan kewirausahaan bagi
para pelaku usaha. Di saat yang sama, KUR pun merupakan kebijakan strategis
bagi pemerintah dalam upaya penguatan UMKM selaku pilar sektor swasta domestik
untuk mencapai visi pembangunan yang lebih luas, penciptaan kemandirian ekonomi
Indonesia. Namun demikian, sejumlah kendala dalam penyaluran KUR harus terus
dievaluasi untuk sesegera mungkin dihasilkan solusi yang efektif bagi upaya
peningkatan penyaluran KUR bagi UMKM.
No comments:
Post a Comment