Saya sedang berada di Malang karena terlibat dalam panitia pelaksanaan rapat koordinasi nasional yang diselenggarakan oleh salah satu unit eselon II di kementerian tempat saya bekerja. Malam harinya ketika telah selesai semua kegiatan di hari itu, saya memutuskan untuk menghabiskan waktu di depan laptop untuk mempelajari beberapa materi kuliah yang sudah semakin jauh ketinggalan. Saya sangat sadar bahwa periode UAS sudah semakin mendekat. Setelah satu jam mengutak-atik materi pdf dan power point, pointer mouse pun saya arahkan ke icon google chrome untuk berpindah dari materi kuliah ke materi internet untuk mengusir kantuk. Sebuah keputusan yang membuat saya tidak pernah kembali lagi ke bahan kuliah karena tentunya nge-browsing memberikan penawaran yang lebih menarik.
Kegiatan browsing malam itu saya habiskan dengan membaca tulisan beberapa orang teman di blog mereka. Sampai akhirnya saya temukan sebuah tulisan yang cukup membuat saya terkaget-kaget. Seorang teman yang saya kenal sebagai seorang periang itu ternyata menyimpan sebuah cerita sedih di masa lalunya. Cerita yang bagi setiap perempuan, sangat tidak diinginkan untuk berada di dalam catatan kehidupannya. Intinya, teman saya ternyata telah kehilangan "mahkota" berharganya bahkan disaat dia belum tahu dan sadar bahwa dia memiliki mahkota yang sangat berharga sebagai seorang perempuan. Yang membuat saya kagum adalah keberaniannya untuk mengungkapkan hal itu kepada orang banyak melalui blognya. Tentunya ini bukan lah sebuah hal yang mudah bagi dirinya. Saya yakin ada pertentangan batin yang sudah berlangsung cukup lama di dalam dirinya sebelum akhirnya memutuskan untuk meng-upload cerita tersebut. Dalam blognya dia bercerita bahwa tujuannya untuk menceritakan peristiwa itu kepada dunia adalah untuk 1) menjadikan dia sebagai manusia yang bebas dan jujur akan dirinya kepada sekelilingnya dan 2) memberikan semangat kepada perempuan-perempuan di luar sana yang mungkin masih belum bisa menerima kondisi yang sama yang terjadi dalam kehidupan mereka. Sebuah tindakan berani dengan tujuan yang mulia.
Saya kemudian teringat kepada telepon dari salah seorang teman di hari keberangkatan saya ke Malang. Dia bingung untuk memutuskan apakah harus pulang ke kampung halamannya atau tidak. Kebingungannya dikarenakan dia tidak sanggup untuk bertemu dengan saudara perempuannya yang setelah sekian lama menghilang, ternyata telah kembali ke rumah dalam keadaan berbadan dua. Pacarnya tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Sebagai seorang kakak, teman saya tidak bisa menerima keadaan itu. Adiknya dianggap telah mempermalukan nama baik keluarga. Dia lebih baik tidak bertemu dengan adiknya daripada harus melampiaskan emosinya saat mereka bertemu nanti. Saya pun memberikan pertimbangan,
"Mungkin dia sudah berlaku salah, tapi saat ini siapa lagi yang bisa menerima dan membantu adikmu selain kalian, orang tua dan saudara kandungnya?Pulanglah, marahlah jika memang harus marah, tapi setelah itu terimalah dia sebagai manusia yang layak untuk ditolong dan ditunjukan kembali jalan yang benar".
Sampai saat ini saya belum tahu apakah dia memutuskan untuk pulang kampung atau tidak. Tapi setidaknya, saya sudah melakukan apa yang harus saya lakukan sebagai seorang teman.
Selama 4 tahun terakhir, adik perempuan saya menderita penyakit yang bahkan sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Bahkan nama dan bentuk penyakit itu pun belum dapat diputuskan oleh berbagai dokter spesialis. Penyakit yang telah merenggut mahkota perempuannya (rambut), masa depannya, kepercayaan dirinya, semangatnya, dan keceriaannya. Sebagai seorang kakak yang tidak tega melihat apa yang dialami oleh adiknya, beberapa kali saya protes keras sama Tuhan. Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan seorang anak perempuan yang baru beranjak dewasa menanggung beban yang begitu berat? Bahkan saya yang sempat beberapa bulan melihat dia menanggung sakitnya, bisa saya katakan itu terlalu berat untuk adik saya. Sebuah proses yang cukup panjang sampai akhirnya kami sekeluarga bisa menerima bahwa bagian terbaik yang bisa kami lakukan hanyalah menerima ini sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam kehidupan dia.
Ketiga cerita diatas tentunya hanyalah sedikit dari berbagai masalah dan tantangan kehidupan yang dihadapi setiap orang. Dan saya pun menyadari bahwa di luar sana ada begitu banyak orang yang tidak bisa menerima kondisi kehidupan yang dia jalani, tidak bisa menerima kehidupan masa lalunya atau bahkan tidak bisa menerima apa yang sedang dia alami sekarang. Tidak hanya itu, bahkan mungkin ada orang-orang yang tidak bisa menerima orang-orang disekitar mereka karena kondisi kehidupan mereka, masa lalunya, kesalahannya, sifatnya, dll.
Kalau ada orang yang patut disalahkan atas apa yang terjadi dalam kehidupan kita, Tuhan-lah yang patut disalahkan. Karena atas perkenanan Dia-lah semua itu terjadi. Manusia dan situasi hanyalah alat dan alasan supaya kondisi itu dapat terjadi. Tapi apakah Tuhan pantas untuk disalahkan? Bukankah Tuhan yang paling tahu yang terbaik buat ciptaan-Nya? dan bukankah segala sesuatu yang Tuhan ijinkan terjadi pasti untuk tujuan yang baik? :)
Jadi untuk apa kita terjebak dalam mencari-cari siapa yang salah kalau yang "salah" pada dasarnya tidak dapat dipersalahkan? :)
Untuk apa terkungkung di dalam masa lalu, jika Tuhan pasti menyediakan jalan keluar dan masa depan yang lebih baik? :)
Seburuk apapun keadaan kehidupan kita saat ini, seburuk apapun cerita masa lalu yang kita miliki, percayalah bahwa ada tujuan baik dibalik segala sesuatu yang buruk itu. Terimalah hal tersebut sebagai sesuatu yang "baik" dari Tuhan dan berusahalah untuk mencari maksud baik yang Tuhan tetapkan ketika dia mengijinkan masalah dan tantangan itu terjadi.
Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Jadi jangan pernah memandang orang yang "bermasalah atau bersalah" sebagai makhluk yang tidak dapat diterima dalam kehidupan keluarganya atau kehidupan sosialnya. Bantulah mereka untuk dapat bangkit dari keterpurukan mereka dengan segala daya dan upaya yang dapat kita lakukan. Siapa tahu, justru kitalah yang akan menjadi jawaban atas permasalahan yang sedang mereka alami. Lagipula siapa yang bisa menjamin bahwa kita tidak akan pernah berada di posisi mereka sekarang?
Permohonan maaf saya sampaikan kepada kedua orang teman yang ceritanya saya jadikan sebagai bahan tulisan ini. Sama sekali tidak ada niat untuk menceritakan "keburukan" orang lain. Tujuan utama saya hanyalah untuk berbagi dengan mereka yang membaca tulisan ini agar lebih positif dalam memandang kehidupan yang mungkin dalam pandangan mereka "terlalu keras". Saya pun tidak bermaksud untuk menggurui, karena selama masih hidup maka manusia akan selalu berada dalam proses belajar untuk menjadi yang lebih baik.
Tuhan selalu punya cara untuk mendidik dan membentuk umatnya, kadang mata dan hati manusia yang terlalu kecil untuk melihat rencana-Nya yang besar.
No comments:
Post a Comment