Sejenak saya melirik jam tangan yang menempel di pergelangan tangan kiri. Tak terasa sudah dua jam saya berada di tempat ini. Langit yang tadinya begitu terang disinari matahari saat ini telah sedikit meredup. Berubah menjadi biru hangat sebagai tanda sore telah menyapa.
Modem yang saya miliki sedang mengalami masalah dengan koneksi internetnya ketika saya sedang membutuhkan jasanya untuk men-download aplikasi statistik. Akhirnya siang tadi saya harus bergegas mencari warnet agar dapat segera menyelesaikan satu lagi tugas kuliah yang harus saya kumpulkan sebelum pergantian tahun. Kebutuhan akan koneksi internet inilah yang membawa saya ke warnet ini. Sebenarnya ini hanyalah warnet biasa. Tapi lokasi nya yang tidak biasa bagi saya.
Sejak kerusuhan tahun 1998 terjadi, pemukiman masyarakat kota Ambon menjadi terpisah antara daerah Kristen dan daerah Muslim. Perbatasannya adalah pusat kota. Daerah dari pusat kota sampai ke daerah pegunungan menjadi daerah Kristen. Sedangkan dari pusat kota sampai ke daerah pantai dan pelabuhan menjadi domisili warga Muslim. Sebenarnya kondisi kota Ambon sudah dikategorikan kondusif atau aman. Namun trauma akibat kerusuhan 14 tahun yang silam masih membekas, sehingga masyarakat memutuskan untuk "mengkotak-kotakan" tempat tinggal.
Warnet ini terletak di daerah perbatasan antara pemukiman Muslim dan Kristen meskipun secara administratif sebenarnya lokasinya berada dalam daerah pemukiman Muslim. Namun ketika berada di tempat ini, saya sama sekali tidak merasa was-was apalagi merasa terancam, karena yang ada hanyalah rasa aman. Aktivitas warga berlangsung secara normal. Kendaraan roda empat dan roda dua sibuk lalu lalang di jalan raya. Semua berjalan sebagaimana mestinya.
Sedih rasanya jika kembali mengingat peristiwa "perang saudara" yang terjadi di tahun 1998. Sedih karena harus melihat sesama orang basudara harus saling membunuh hanya karena berbeda agama. Sedih karena penyulut kerusuhan itu sebenarnya hanyalah sebuah peristiwa kriminal biasa yang melibatkan dua orang yang kebetulan yang satu beragama Kristen, sedangkan yang satunya lagi beragama Islam.
Sedih karena jika semua peristiwa kembali dirangkai menjadi satu, maka alasan terjadinya kerusuhan tersebut adalah tak lebih dari rekayasa politik orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Namun yang paling menyedihkan adalah harus melihat begitu mudahnya penduduk Ambon diadu domba untuk saling membunuh. Begitu mudahnya warga Ambon dihasut untuk berperang dengan saudara sendiri.
Tapi sore ini memberikan rasa yang lebih berbeda dibandingkan dengan sore yang sama 14 tahun yang lalu.
Tidak ada lagi pertikaian..
Tidak ada lagi kerusuhan..
Tidak ada lagi pertumpahan darah..
Yang ada hanya sekumpulan penduduk yang bersama-sama sedang berlomba-lomba untuk menciptakan rasa aman di kota nya..
Semoga damainya sore ini terus dapat dinikmati oleh warga Ambon.
Mari katong berlomba untuk membangun tanah Maluku!!
No comments:
Post a Comment