Wednesday, 7 November 2012

Woman: Created to Love and to be Loved

Pernikahan pada dasarnya adalah kebudayaan, prinsipnya sama saja di masing-masing negara.
Pernikahan adalah bentuk penyerahan diri dari seorang perempuan kepada laki-laki pujaannya.
Tanpa adanya kerelaan dari sang wanita untuk menyerahkan dirinya, maka sekalipun orang tua memaksakan dia untuk menikah, pernikahan itu pada dasarnya tidak sah.
Tapi sekali perempuan menyerahkan diri kepada sang lelaki, maka pernikahan itu hanya dapat berakhir jika dan hanya jika lelaki tersebut yang melepaskan istrinya..

(Mustafa Daood)

Kira-kira dua tahun yang lalu, sekitar pukul 6.45 pagi, saya sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Sambil duduk di kursi di ruang tv, saya mempersiapkan isi tas bodypack yang akan saya bawa ke kantor

Dua menit kemudian..

"Turun.. Buruan.. Biarin dia sama ibu"

Terdengar suara seorang laki-laki yang berteriak dengan suara keras seperti sedang membentak seseorang. Penasaran akan apa yang sedang terjadi, saya pun berdiri, bergerak mendekati pintu kos agar dapat melihat situasi di luar.

"Ngga mau.. Abel ikut aku aja", seorang wanita balas meneriaki laki-laki tadi sambil terisak karena menangis.

Adu mulut antar sepasang suami istri tersebut berlangsung saat keduanya masih berada di atas motor yang masih dalam keadaan menyala mesinnya.

Dan selang beberapa detik, kejadian yang memalukan itu terjadi.

Sang suami dengan segera mematikan mesin motornya, turun dari motor meninggalkan istri dan anaknya yg masih duduk di kursi belakang, dan dengan tanpa belas kasihan melayangkan tinju kanannya ke wajah istrinya. Tidak berhenti sampai disitu, dia menarik paksa anak laki-lakinya dari pelukan perempuan malang itu tanpa sedikit pun memikirkan tangisan balita tersebut yang mungkin sedang merasa kesakitan akibat perbuatan kasar bapaknya.
Sang istri tidak tinggal diam. Wanita itu pun turun dari motor, berlari mengejar suaminya dan segera berlutut di kaki suaminya sambil memohon "Maaas.. Toloong...jangaan.. Balikin Abeel.."

Readers, sampai disini rasanya saya perlu sampaikan bahwa setiap adegan dan perkataan yang saya tulis di sini adalah sama seperti yang terjadi saat itu. Adegan yang saya ceritakan ini adalah visual paling memilukan yang pernah saya lihat. Wanita tersebut tak henti-hentinya menangis sambil memohon kepada suaminya, tidak lagi memikirkan rasa malu terhadap warga sekitar yg menyaksikan peristiwa itu.  Sementara si suami bertindak seperti manusia yang sudah kehilangan hati nuraninya, dia tidak lagi bertindak sebagai penjaga kehormatan istrinya. Yang ada di kepalanya adalah, bagaimana caranya agar emosi dan amarahnya bisa tersalurkan. Sifat egois seorang pria yang mempertontonkan arogansinya terhadap semua orang yang menyaksikan peristiwa itu, termasuk istri dan anaknya.

Kisah tersebut saya hentikan sampai disini, karena bagi saya apapun ending dari cerita diatas, meskipun tetap penting bagi keluarga kecil itu, tetap tidak akan menghilangkan kasus "pelecehan" (saya lebih suka menggambarkannya dengan kata ini) yang sudah terjadi.

Quote Mustafa Mahmood di awal tulisan ini memberikan sudut pandang yang cukup penting bagi setiap pria (dan juga bagi wanita) dalam memandang setiap komitmen yang sedang dia jalani dengan seorang perempuan, dalam hal ini: pernikahan. Ketika perempuan menyatakan kesediaannya untuk menjadi istri, maka setiap lelaki harus melihatnya sebagai bentuk rasa percaya seorang perempuan terhadap dirinya.

Percaya bahwa dirinya akan selalu merasa aman ketika menjalani masa depannya bersama sang lelaki.
Percaya bahwa meskipun banyak tantangan yang akan dihadapi, asalkan dia hadapi bersama sang lelaki, semua tantangan itu akan bisa dilewati.
Percaya bahwa lelaki pilihannya adalah pemimpin yang tepat bagi dirinya, teladan bagi keluarga.
Percaya bahwa hanya dengan lelaki ini lah, setiap angan dan cita yang dia dambakan bisa dia capai.
Percaya bahwa sang lelaki adalah jodoh, hadiah dari Tuhan, yang dipilih Tuhan untuk menjadi teman hidupnya, yang ditetapkan Tuhan untuk menjadi ayah dari anak-anaknya.

Ketika setiap lelaki mampu memahami hal ini, tentu akan menjadi sulit bagi dirinya untuk bertindak kasar secara fisik terhadap perempuan yang telah menjadikan nya sebagai "yang terpilih".
Justru respon yang harus ditunjukan adalah tindakan kasih setiap waktu yang mampu membuat setiap wanita berkata: "aku telah memilih pria yang tepat".

Tuhan, dengan tanganNya sendiri, menjadikan wanita dari tulang rusuk pria.
Supaya ketika pria dan wanita itu dipertemukan Tuhan kembali melalui ikrar pernikahan, wanita bisa kembali kepada "posisi" nya semula,  berada "didalam pelukan" pria. Tidak hanya supaya dia bisa dilindungi oleh suaminya, tapi supaya wanita itu sendiri bisa melaksanakan fungsi sejatinya, melindungi suaminya. 

Bukankah fungsi rusuk adalah melindungi bagian vital dari seorang manusia (jantung)??
Ketika seorang pria menyakiti istrinya secara fisik maupun mental (merapuhkan rusuknya), sesungguhnya dia sedang menjadikan nyawanya berada dalam kondisi rentan untuk diserang.

Terlepas dari argumen di atas tentang tidak seharusnya seorang pria bertindak semena-mena terhadap istrinya, argumen berikut ini sesungguhnya harus ada di dalam pikiran dan hati setiap pria ketika dia hendak berlaku tidak sepantasnya terhadap istrinya:

Semarah-marahnya Tuhan terhadap manusia yang Dia ciptakan dengan tanganNya sendiri, tidak pernah sekalipun tanganNya digunakan untuk melampiaskan amarahNya. Lalu apa hak kita sebagai sesama ciptaan untuk menyakiti karya Tuhan yang sangat dicintaiNya itu??

Cintailah wanita mu supaya dia bisa menghadirkan kasih surgawi didalam hidupmu..
Cintailah pria mu seperti kasih Tuhan yang telah menjadikanmu begitu istimewa..


3 comments:

  1. Good Job, Agen Pis ^^
    i will always be the first fan of your writting.. :)

    ReplyDelete
  2. Yes, it is. ^^ I knew it would be like this. That's why i suggested you to create this blog ^^

    ReplyDelete