Friday, 13 September 2013

Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi Cina Terhadap Perekonomian Indonesia (Model Mundell Fleming)

Kondisi perekonomian Republik Rakyat Cina (RRC) yang cenderung berada pada level menggembirakan membuat para ekonom memprediksi bahwa pemerintah RRC diperkirakan akan tetap mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan pada angka 7,5% (www.bisnis.com tanggal 3 Desember 2012). Sebanyak 9 dari 16 analis yang disurvei Bloomberg News pada 22-30 November 2012 memperkirakan pemerintah Cina tidak akan merubah target pertumbuhan ekonomi tahun 2013. Sementara 6 analis lainnya melihat adanya harapan penurunan hingga 7%, dan 1 analis melihat akan ada peningkatan hingga 8%. Sementara itu, data per 1 Desember 2012 menunjukkan indeks manufaktur naik ke level tertinggi dalam 7 bulan terakhir pada bulan November, menambah bukti adanya pertumbuhan kembali menguat dari level terendah dalam 3 tahun.

Sebagai salah satu mitra dagang Indonesia, kebijakan ekonomi negara Cina tentunya akan memberikan dampak terhadap hubungan perdagangan kedua negara. Gregory Mankiw dalam bukunya yang berjudul Macroeconomic menyatakan bahwa, kebijakan ekonomi sebuah negara akan mempengaruhi kondisi perekonomian negara yang lain. Selanjutnya, akan diurai dampak adanya kebijakan pemerintah Cina untuk menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi 7,5% terhadap kondisi perekonomian dalam negeri di Indonesia dengan menggunakan pendekatan analisis makroekonomi. Selain teori-teori makroekonomi dalam Macroeconomic, dua model ekonomi yang akan digunakan untuk membantu analisis dampak pertumbuhan ekonomi Cina terhadap perekonomian Indonesia adalah Model Perekonomian Terbuka dan Model Mundell-Fleming yang merupakan pengembangan dari Model IS-LM dan Model Perekonomian Terbuka.

Adanya liberalisasi perdagangan antara Indonesia dan Cina sebagai akibat dari penandatangan perjanjian Asean China Free Trade Agreement pada tahun 2007, berdampak pada peningkatan volume perdagangan antar kedua negara. Data perdagangan yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan dalam website resminya memperlihatkan bahwa sejak tahun 2007 s.d. 2011, jumlah ekspor non migas dari Indonesia ke Cina telah menempati posisi pertama dari total ekspor ke negara-negara lain dengan total peningkatan sebesar 34,23% menjadi $21,6 Miliar di tahun 2011. Sementara sampai dengan bulan September 2012, total ekspor non migas Indonesia ke Cina telah menyentuh angka $14 Miliar. Disisi lain, total impor non migas Indonesia dari Cina pada tahun 2011 berjumlah $24,5 Miliar atau naik 29,71% dari tahun 2007. Sedangkan sampai dengan September 2012, Indonesia telah membukukan total impor non migas dari Cina sebanyak $21,4 Miliar. Statistik diatas menggambarkan adanya defisit perdagangan antara Indonesia dan Cina dikarenakan jumlah impor barang dari Cina ke Indonesia melebihi jumlah barang yang diekspor dari Indonesia ke Cina. Perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Cina memang berperan bagi peningkatan arus perdagangan Indonesia ke Cina. Namun peningkatan tersebut tidak sebanding dengan kenaikan nilai arus barang dari Cina yang masuk ke Indonesia.

Komponen pertumbuhan ekonomi sebuah negara (GDP atau Y) terdiri dari konsumsi masyarakat (C), investasi (I), belanja pemerintah (G) dan ekspor netto (NX) yang merupakan selisih dari ekspor (X) dan impor (M). Sebagai salah satu raksasa perekonomian dunia setelah Amerika Serikat, saat ini Cina dapat dikatakan memiliki kekuatan ekonomi yang hampir merata di masing-masing komponen pertumbuhan ekonomi. Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia, Cina memiliki potensi pasar domestik yang cukup besar untuk meningkatkan komponen konsumsinya. Tingginya pertumbuhan ekonomi Cina juga ditopang oleh komponen investasi dan surplus neraca perdagangan yang cukup besar. Salah satu indikator dari tingginya investasi dan besarnya potensi ekspor Cina adalah adanya peningkatan defisit perdagangan antara Indonesia dan Cina. Selama 8 bulan pertama pada tahun 2012, defisit perdagangan Indonesia-Cina tercatat sebesar US$5 Miliar, lebih tinggi dari defisit perdagangan pada periode yang sama di tahun lalu yang berada pada angka US$3 Miliar. Selain itu, kuatnya dukungan pemerintah terhadap perekonomian Cina juga digambarkan dengan struktur APBN yang sangat mendukung penciptaan iklim investasi di dalam negeri yang sehat.

Kondisi ini menunjukan bahwa ketika pemerintah Cina telah menetapkan untuk mejaga pertumbuhan ekonomi mereka agar tetap tinggi di tahun 2013 pada level 7,5% , maka pemerintah Cina tentunya akan berusaha untuk menggerakan setiap komponen pertumbuhan ekonominya untuk dapat mencapai bahkan melampaui target pertumbuhan tersebut. Fakta bahwa pasar perdagangan Cina tidak hanya berada di dalam negeri tapi telah menjangkau seluruh dunia termasuk pasar ASEAN dan Indonesia, menjadikan setiap negara yang menjadi mitra dagang Cina untuk perlu mengantisipasi dampak positif dan negatif dari kebijakan pemerintah Cina ini.

Ada dua faktor penting yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari kebijakan pertumbuhan ekonomi pemerintah Cina. Faktor pertama adalah Neraca Perdagangan (Trade Balance). Nama lain untuk Neraca Perdagangan adalah ekspor neto karena menunjukan bagaimana perdagangan barang dan jasa melenceng dari tolak ukur kesamaan ekspor dan impor (Mankiw, 2007). Ekspor neto sendiri pada dasarnya adalah selisih antara ekspor dan impor. Ketika nilai ekspor dari sebuah negara lebih besar dari nilai impornya dalam suatu periode perekonomian, maka negara tersebut dikatakan mengalami surplus perdagangan. Sebaliknya, ketika sebuah negara berada pada kondisi dimana nilai impor lebih besar dari nilai ekspornya, maka negara tersebut dikatakan mengalami defisit neraca perdagangan. Meskipun Cina memiliki jumlah penduduk cukup besar (lebih dari 1,3 Miliar orang), namun pasar perdagangan Cina sesungguhnya tersebar di hampir di seluruh belahan dunia. Disisi lain, Cina termasuk salah satu negara yang cukup efisien dalam melaksanakan kegiatan produksinya karena mampu untuk memproduksi barang dengan harga jual yang sangat murah bila dibandingkan dengan barang yang sama yang diproduksi oleh negara lain. Biaya input produksi yang cukup murah ditambah dengan jumlah produksi yang cukup besar menjadi faktor pendukung bagi Cina untuk mampu memproduksi barang dengan harga yang sangat kompetitif. Dukungan pasar yang sangat luas dan produk perekonomian yang cukup kompetitif menjadikan Cina mampu untuk menggenjot nilai ekspornya. Dampaknya, setiap tahunnya Cina hampir selalu mencatatkan surplus perdagangan dengan mitra dagangnya (salah satunya adalah Indonesia).

Faktor kedua adalah Arus Modal Keluar Neto (Net Foreign Investment). Arus Modal Keluar Neto adalah selisih antara jumlah modal yang dipinjami oleh sebuah negara ke luar negeri dengan jumlah modal yang dipinjamkan oleh negara asing ke dalam negeri. Mankiw menjelaskan bahwa dalam perekonomian terbuka, Neraca Perdagangan (NX) adalah sama dengan Arus Modal Keluar Neto (S-I). Jadi disaat sebuah negara mengalami surplus neraca perdagangan dimana negara tersebut mampu mengekspor lebih banyak, pada saat yang sama negara tersebut pun bertindak sebagai negara donor di pasar uang dunia. Tingkat pertumbuhan ekonomi Cina yang cukup tinggi selama tahun ke tahun tentunya akan meningkatkan jumlah ketersediaan modal yang ada didalam negeri. Salah satu indikatornya adalah tingginya jumlah tabungan (S) di dalam negeri. Pemerintah Cina akan merespon tingginya jumlah modal di dalam negeri dengan cara mengivestasikan kelebihan dana tersebut ke negara-negara lain yang membutuhkan suntikan dana melalui mekanisme investasi. Kondisi inilah yang akan meningkatkan nilai Arus Keluar Neto negara Cina.

Kedua faktor ini menunjukan bahwa upaya pemerintah Cina untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akan berimbas kepada perekonomian negara-negara lain dalam perdagangan dunia. Baik melalui masuknya komoditas perdagangan Cina ke pasar negara asing, maupun mengalirnya modal dari Cina ke negara tujuan investasi. Indonesia sebagai mitra dagang Cina, baik secara bilateral (Indonesia-Cina) maupun secara regional (ASEAN-Cina), pun harus mengantisipasi kebijakan pertumbuhan ekonomi Cina di tahun 2013. Harry Bowo dalam penelitiannya pada tahun 2012 yang berjudul Dampak Penerapan Asean-Cina FTA terhadap Nilai Perdagangan Indonesia: Studi Beberapa Komoditas Terpilih menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara pemberlakuan Asean-Cina FTA terhadap nilai perdagangan kedua negara. Setelah pemberlakuan FTA, nilai ekspor-impor kedua negara mengalami peningkatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan peningkatan ekspor-impor sebelum diberlakukan FTA. Tapi data dari Kementerian Perdagangan (sebagaimana telah dibahas pada bagian awal) menunjukan bahwa secara country to country pertumbuhan volume dan nilai perdagangan Indonesia tidak seimbang dengan pertumbuhan volumen dan nilai perdagangan Cina. Hasilnya, defisit perdagangan yang terus melebar antar kedua negara. Dampaknya, cadangan devisa Indonesia akan terus tergerus untuk membiayai defisit perdagangan tersebut.

Mankiw (2007) dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam Model Perekonomian Terbuka, kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah asing (dalam kasus ini Cina) akan berdampak pada perekonomian domestik negara lainnya (dalam kasus ini Indonesia. Dampak tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.



Diasumsikan bahwa salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah Cina untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2013 adalah dengan meningkatkan jumlah belanja pemerintah (G). Menurut Model Perekonomian Terbuka, ketika pemerintah Cina melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif (menaikan G) maka akan berdampak pada menurunnya jumlah tabungan dunia dan disaat yang sama menaikan tingkat bunga dunia. Kenaikan tingkat bunga dunia akan menyebabkan sebagian investasi keluar dari Indonesia untuk mengambil keuntungan atas kenaikan tingkat bunga dunia tersebut. Hasilnya, jumlah investasi akan berkurang sehingga meningkatkan nilai S-I dan menggeser kurva S-I ke kanan. Pergeseran kurva S-I mengakibatkan kenaikan surplus perdagangan dari NX1 ke NX2. Dengan kata lain, Model Perekonomian Terbuka dapat menunjukan bahwa kebijakan fiskal pemerintah Cina yang bersifat ekspansif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya dapat mendepresiasi nilai tukar rupiah di dalam negeri sehingga menurunkan kurs riil dari є1 ke є2. Namun dampak positifnya adalah secara total perdagangan, Indonesia dapat mengalami surplus perdagangan.

Pemerintah Cina tentunya tidak hanya memiliki pilihan untuk menambah jumlah belanja pemerintah (G) saja, pilihan lainnya adalah meningkatkan konsumsi (C) masyarakat, menambah investasi (I) dan meningkatkan ekspor netto (NX). Dalam kaitannya dengan perdagangan antara Indonesia-Cina, maka analisis akan lebih difokuskan kepada transaksi ekspor-impor antar kedua negara (Neraca Perdagangan). Selanjutnya untuk menambah ruang lingkup analisis, maka model yang digunakan adalah model Mundell Fleming dengan asumsi, arus perdagangan Indonesia dengan negara mitra lainnya adalah tetap, sehingga hanya kebijakan perdagangan dengan Cina yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Neraca Perdagangan Indonesia. Premi resiko di Indonesia diasumsikan kecil atau mendekati nol karena rendahnya tingkat resiko investasi di Indonesia. Indikatornya adalah grade investasi Indonesia yang berada satu level di bawah investment grade dan rendahnya pergolakan politik di dalam negeri, khususnya di ibukota. Dampaknya, tingkat bunga di Indonesia (r) diasumsikan sama dengan tingkat bunga dunia (r*).

Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 7,5%, maka pemerintah Cina akan mendorong pertumbuhan neraca perdagangannya dengan cara meningkatkan nilai ekspornya ke negara-negara mitra dagang, dimana Indonesia adalah salah satu dari negara-negara tersebut. Data Kementerian Perdagangan menunjukan bahwa sampai dengan akhir tahun 2012 masih terdapat defisit perdagangan antara Indonesia dan Cina, dan selisih negatif terhadap net ekspor tersebut diperirakan masih akan terjadi pada tahun 2013. Dengan demikian, upaya pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor akan menekan neraca perdagangan Indonesia dan menghasilkan NX yang negatif. Gambar 2.2 dibawah ini menunjukan dampak kebijakan perdagangan luar negeri ekspansif Cina terhadap perekonomian Indonesia.


Pendekatan IS-LM menunjukan bahwa pertumbuhan NX yang negatif akan menyebabkan kurva pengeluaran yang direncanakan pada kurva perpotongan keynessian akan bergerak ke bawah. Pergerakan ini akan menggeser kurva IS0 menjadi IS1 sehingga menjadikan nilai tukar rupiah terdepresiasi (nilai tukar riil turun dari є0 ke є1). Model Mundell Fleming menunjukan bahwa pergeseran kurva IS0 menjadi IS1 tidak berdampak pada kenaikan jumlah output Y (output tetap di Y0), namun mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi.

Pemerintah dapat merespon kondisi ini (khususnya agar dapat menaikan jumlah output) dengan cara menerapkan kebijakan moneter ekspansif yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat menggeser kurva LM ke kanan dari LM0 ke LM1 dengan cara menambah jumlah uang beredar. Dengan asumsi tingkat harga tetap, maka kenaikan jumlah uang beredar (M) akan menaikan keseimbangan uang riil (M/P). Naiknya keseimbangan uang riil pada akhirnya akan menggeser kurva LM ke kanan dan menaikan jumlah output (Y). Namun, kenaikan jumlah output dari Y0 ke Y1 menyebabkan penurunan kurs riil ke level yang lebih rendah dari є1 ke є2. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah akan menyebabkan harga barang di dalam negeri menjadi lebih murah sehingga membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke mitra dagangan di luar negeri. Peningkatan ekspor akan berdampak positif pada NX Indonesia sehingga kurva IS1 akan bergeser ke kanan. Pergerakan positif dari kurva IS ini akan menyebabkan nilai tukar rupiah kembali menguat ke posisi є3.

Model Mundell Fleming menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah Cina untuk meningkatkan perekonomiannya dari sisi perdagangan dengan Indonesia akan menyebabkan tingginya arus perdagangan dari Cina ke Indonesia (ekspor). Faktanya memang ini yang terjadi. Adanya perjanjian perdagangan bebas (FTA) antara Indonesia dan Cina dan kebijakan pemerintah Cina untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonomi negaranya telah menyebabkan defisit neraca perdagangan antara Indonesia dan Cina. Namun Model Mundell Fleming menunjukan bahwa dampaknya adalah penurunan nilai tukar rupiah, sedangkan output total secara keseluruhan cenderung berada dalam keadaan tetap. Sistem nilai tukar Indonesia yang menganut sistem managed floating exchange rate mengharuskan pemerintah merespon kondisi ini dalam rangka mengendalikan depresiasi nilai rupiah. Kebijakan moneter ekspansif dapat menjadi solusinya. Ketika pemerintah menambah jumlah uang beredar, maka Model Mundell Fleming menunjukan bahwa pasar akan berespon sehingga output perekonomian dapat ditingkatkan. Tidak berhenti sampai disitu, kebijakan moneter ini pun dapat berdampak di pasar barang melalui pergeseran ke kanan kurva IS untuk merespon depresiasi nilai tukar rupiah. Hasilnya, pergerakan rupiah dapat dikendalikan dan kembali mengalami penguatan (apresiasi).

Dari hasil analisis dampak pertumbuhan ekonomi Cina terhadap perekonomian Indonesia di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2013 dan dalam rangka tetap mempertahankan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi, pemerintah Cina akan mengeluarkan kebijakan ekonomi untuk mendorong kenaikan tingkat konsumsi masyarakat (C), tingkat investasi (I), jumlah pengeluaran pemerintah (G) dan nilai ekspor neto (NX).

2. Sebagai salah satu dari mitra dagang Cina, kebijakan perekonomian Cina baik kebijakan fiskal maupun kebijakan perdagangan tentunya akan berdampak pada perkonomian Indonesia.

3. Model Perekonomian Terbuka memberikan gambaran bahwa kebijakan fiskal ekpansif dari pemerintah Cina akan berdampak positif pada peningkatan ekspor neto Indonesia.

4. Dalam analisis yang lebih luas, Model Mundell Fleming menunjukan bahwa tingginya arus perdagangan dari Cina akan mendepresiasi nilai tukar rupiah, namun tidak berdampak pada jumlah output perekonomian (Y) secara total. Dengan menggunakan instrumen kebijakan moneter ekspansif, pemerintah Indonesia dapat meningkatkan output perekonomian dan mengendalikan penurunan mata uang rupiah sebagai akibat dari kebijakan perdagangan Cina yang ekspansif.

Tuesday, 3 September 2013

Kredit Usaha Rakyat: Solusi Bagi UMKM, Strategis Bagi Pemerintah

Sektor swasta merupakan mesin pendorong pertumbuhan ekonomi khususnya dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan volume perdagangan, penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat, sekaligus sebagai sumber pendapatan negara (pajak) dalam rangka penyediaan barang/layanan publik. Bertumbuhnya sektor swasta merupakan pondasi atau syarat utama bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa secara berkelanjutan. Pemerintah dalam bersinergi dengan peran sektor swasta tersebut lebih menempatkan diri sebagai regulator yang bertugas untuk menciptakan dan memelihara iklim perdagangan dan investasi serta memfasilitasi tumbuhnya unit-unit bisnis baru melalui serangkaian program-program pembangunan.
Dalam memasuki era perdagangan bebas, pemerintah sangat menyadari bahwa private sector investment merupakan senjata pamungkas untuk membantu percepatan pertumbuhan ekonomi sekaligus menjamin kemampuan Indonesia untuk bersaing di kancah perdagangan internasional. Mengutip abstrak Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, “Pihak swasta akan diberikan peran utama dan penting dalam pembangunan ekonomi terutama dalam peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja, sedangkan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator”. Hal ini menunjukan kesadaran pemerintah bahwa tidak ada cara lain untuk melipatgandakan pertumbuhan ekonomi Indonesia, selain dengan meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam aktivitas perekonomian.
Dalam mencapai visi pembangunan tersebut, pemerintah dihadapkan dengan kondisi dimana sektor swasta di Indonesia lebih banyak didominasi oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Meskipun pemerintah menghendaki masuknya investor-investor besar ke Indonesia, pemerintah tentunya tidak menginginkan adanya imbas negatif terhadap keberadaan UMKM di dalam negeri. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukan bahwa sampai tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia diperkirakan telah mencapai 56,5 juta unit atau sama dengan 99,99% dari total unit usaha. Meskipun statistik tersebut menunjukkan minimnya unit usaha yang tergolong skala besar di Indonesia (hanya berkisar 0,01% dari total unit usaha yang ada), namun tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM telah menyerap hampir 97,16% total tenaga kerja Indonesia atau sama dengan 101,7 juta orang tenaga kerja. Selain itu, aktivitas ekonomi UMKM telah memberikan kontribusi senilai Rp2.121,3 Triliun atau sebesar 53,6% dari total Produk Domestik Bruto. Berbasis statistik potensi ekonomi yang dimiliki oleh UMKM, pemerintah pun menjadikan penguatan dan pengembangan UMKM sebagai bagian dari grand design pembangunan ekonomi Indonesia.
Namun, Kementerian Koperasi dan UKM pun mencatat bahwa hampir 95% dari total keseluruhan UMKM di Indonesia masih tergolong dalam usaha mikro atau usaha yang hanya memiliki aset maksimal senilai Rp50 Juta atau memiliki hasil penjualan (omset) tahunan maksimal Rp300 Juta. Artinya, permodalan merupakan permasalahan sekaligus kunci utama pengembangan sektor UMKM. Mengingat kinerja sektor swasta di Indonesia juga dipengaruhi oleh geliat UMKM, maka pemerintah dituntut agar dapat memberikan solusi bagi peningkatan supply permodalan bagi UMKM.
Berbicara tentang suntikan modal tentunya tidak lepas dari peran serta unit perbankan selaku salah satu sumber penyediaan kredit permodalan bagi unit usaha. Faktanya, berbagai program kredit usaha untuk investasi dan pengembangan bisnis telah disediakan oleh perbankan. Namun, kondisi riil di lapangan memperlihatkan bahwa sebagian besar unit UMKM yang mayoritas berkategori unit usaha mikro masih belum layak untuk memperoleh credit approval (nonbankable) yang salah satunya disebabkan oleh kesulitan penyediaan agunan.  Kabar baiknya adalah, dari sisi kelayakan usaha, unit-unit usaha tersebut sangat berpotensi untuk menghasilkan profit dan terus berkembang (feasible).

Sumber: http://dandelionconsulting.org
Untuk menjawab permasalahan tersebut, pada tanggal 5 November 2007,  Presiden telah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit/pembiayaan modal kerja dan investasi kepada UMKM yang bersifat feasible but not bankable dengan plafon sampai dengan Rp500 Juta. Perbedaan KUR dan fasilitas kredit lainnya adalah bahwa plafon kredit tersebut dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Penjaminan tersebut merupakan solusi pemerintah untuk memberikan jaminan kepada bank agar dapat menyalurkan kredit kepada unit usaha yang potensial namun belum memenuhi kriteria penyediaan agunan maupun persyaratan pembiayaan lainnya.
Enam tahun setelah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, penyaluran KUR oleh perbankan telah menunjukan prestasi yang menggembirakan. Berdasarkan data Komite KUR, sejak November 2007 sampai dengan 31 Juni 2013, 7 (tujuh) bank nasional yang telah ditunjuk oleh pemerintah telah menyalurkan total KUR senilai Rp45,381 Triliun untuk mendanai aktivitas ekonomi 8.906.679 unit UMKM. Untuk tahun 2013, total KUR yang berhasil disalurkan sampai dengan 31 Juni 2013 adalah senilai Rp21,908 Triliun atau sama dengan 60,9% dari target penyaluran KUR yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2013 senilai Rp36 Triliun. Selain tingginya angka realisasi KUR, apresiasi positif UMKM terhadap eksistensi KUR juga ditandai dengan rendahnya tingkat Non Performing Loan (NPL) yang masih berada di bawah 5% (hingga Mei 2013, rata-rata NPL KUR adalah 4%).
Statistik diatas dapat menunjukan dua peran penting dari KUR. Pertama, KUR telah menjadi solusi bagi pengembangan UMKM. Cukup tingginya angka realisasi KUR merupakan bukti bahwa tujuan awal KUR sebagai alternatif penyediaan sumber permodalan UMKM telah tercapai. Kehadiran KUR dengan format penjaminan kredit oleh pemerintah telah meningkatkan gairah UMKM untuk memanfaatkan KUR dalam rangka pengembangan usaha. Bahkan pada tahun 2012, target penyaluran KUR senilai Rp30 Triliun berhasil terealisasi sebesar Rp30,230 Triliun. Sukses tahun 2012 diperkirakan akan kembali berulang pada tahun 2013 mengingat sampai dengan semester I 2013, perbankan telah berhasil menyalurkan 60,9% dari target penyaluran KUR yang ditetapkan. Statistik positif tersebut telah membuktikan bahwa KUR  sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya para pengusaha skala UMKM yang memiliki visi kewirausahaan yang kuat namun terkendala dengan akses pembiayaan. Di sisi lain, keberadaan KUR sebagai “dana pinjaman” dan bukannya “dana bantuan sosial” dapat menjadi stimulan positif bagi pengusaha skala UMKM untuk selalu berpikir kreatif dalam menjalankan usahanya karena adanya kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman. Rendahnya angka NPL yang berkisar 4% telah memperlihatkan keseriusan para debitur dalam menggunakan fasilitas kredit yang disediakan oleh pemerintah. Bandingkan rendahnya NPL KUR dengan banyaknya kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh sejumlah kementerian teknis. Tentunya hal ini dapat membawa kita pada kesimpulan bahwa format penyaluran anggaran kepada unit UMKM dalam bentuk dana kredit lebih baik dibandingkan bentuk dana bansos karena dapat menumbuhkan semangat kreatif, kerja keras, dan tentunya semangat kewirausahaan.
Fakta kedua adalah KUR juga memiliki peran yang cukup strategis bagi pemerintah. Dalam kerangka pembanguan ekonomi Indonesia sebagaimana telah diuraikan di bagian awal, KUR memiliki posisi strategis bagi pemerintah dalam aspek penguatan UMKM selaku pilar utama pengembangan sektor swasta di Indonesia. Selain itu, KUR telah berkontribusi dalam usaha pemerintah untuk menyerap tenaga kerja, mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan jumlah debitur KUR (UMKM) dan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh debitur KUR selama 6 tahun kehadiran KUR di Indonesia merupakan bukti nyata kontribusi KUR dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Dengan memaksimalkan penyaluran KUR dan mengkombinasikannya dengan kebijakan peningkatan investasi skala makro (salah satunya melalui program MP3EI), pemerintah dapat mendorong penguatan unit usaha mikro, kecil, menengah, maupun unit usaha skala besar secara bersamaan. Kombinasi kebijakan seperti ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan perdagangan bebas, khususnya dalam menghadapi gelombang Asean Economic Community pada tahun 2015. Pemerintah tentunya tidak menginginkan penduduk Indonesia hanya menjadi penonton dan konsumen di negeri sendiri ketika pasar domestik mendapat serbuan produk maupun investasi asing.
Namun demikian, penyaluran KUR sampai dengan saat ini masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah baik bagi pemerintah, perbankan, maupun para debitur untuk segera diselesaikan. Tingkat bunga KUR yang berada pada level 22% maksimum untuk kredit mikro dan 13% untuk kredit retail masih dianggap cukup tinggi oleh para pelaku usaha. Solusi yang disediakan pemerintah pada tahun 2013 melalui penetapan flat rate untuk suku bunga KUR sebesar 0,57% untuk sektor retail dan 0,95% untuk sektor mikro diharapkan dapat menjadi angin segar bagi pengusaha UMKM untuk semakin agresif dalam menggenjot kinerja usahanya melalui suntikan dana KUR. Adanya keluhan atau aspirasi dari sejumlah pelaku usaha yang merasa kesulitan untuk mengakses KUR harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan perbankan untuk secara berkala melakukan evaluasi terhadap format maupun persyaratan dalam pemberian KUR agar tidak berdampak kontraproduktif terhadap penyaluran KUR kepada unit usaha yang membutuhkan.

Uraian diatas telah menunjukan bahwa KUR merupakan sebuah terobosan kreatif dari pemerintah untuk mengatasi bottleneck dalam pengembangan unit-unit usaha mikro yang sangat potensial untuk dikembangkan namun memiliki kendala dalam mengakses permodalan yang disediakan oleh perbankan. Bagi UMKM, KUR tidak hanya berperan sebagai “oase” ditengah sulitnya memperoleh “mata air” permodalan dari perbankan, tetapi sekaligus menjadi pemacu aliran semangat kreatif, kerja keras, dan kewirausahaan bagi para pelaku usaha. Di saat yang sama, KUR pun merupakan kebijakan strategis bagi pemerintah dalam upaya penguatan UMKM selaku pilar sektor swasta domestik untuk mencapai visi pembangunan yang lebih luas, penciptaan kemandirian ekonomi Indonesia. Namun demikian, sejumlah kendala dalam penyaluran KUR harus terus dievaluasi untuk sesegera mungkin dihasilkan solusi yang efektif bagi upaya peningkatan penyaluran KUR bagi UMKM. 


Wednesday, 28 August 2013

Peran Variabel Social Infrastructure (Institusi) Dalam Teori Ekonomi

Tahun 1776 merupakan tonggak sejarah dalam perkembangan ilmu ekonomi. Pada masa itu, Adam Smith menawarkan sebuah konsep ekonomi dalam bukunya “An Inquiry Into the Nature and Causes of The Wealth of Nations”. Dalam bukunya tersebut, Adam Smith menjelaskan bahwa perekonomian pada dasarnya akan berjalan dalam sebuah mekanisme independen dibawah komando invisible hand. Mekanisme supply-demand dengan sendirinya akan memampukan pasar untuk mencapai keseimbangan terbaiknya. Dengan kata lain ekonomi bergerak didalam sebuah kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri.

Sumber: http://avaxhome.ws/ebooks/economics_finances/Wealth_Nations2.html
Namun sejarah ekonomi berikutnya yang terjadi pada pertengahan tahun 1929 menjadi sebuah kritik penting terhadap teori Adam Smith. Kekuatan pasar bebas yang diusung oleh teori ini tidak mampu untuk menyelamatkan ekonomi dunia (Amerika pada khususnya) yang sedang mengalami Great Depression. Harga saham di Wall Street yang sebelumnya sedang berada di puncak terbaiknya tiba-tiba anjlok drastis sehingga membawa perekonomian Amerika ke zona yang mengkhawatirkan. Jika mengacu pada teori Adam Smith, seharusnya perekonomian mampu untuk kembali ke kondisi normal dengan sendirinya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Penarikan investasi besar-besaran yang tidak terelakan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin memburuk adalah beberapa tanda dari kegagalan teori Adam Smith untuk menyelamatkan pasar.

John Maynard Keynes kemudian menawarkan jalan keluar untuk mengatasi Great Depression dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money. Keynes melihat bahwa rendahnya Permintaan Agregat pada saat itu merupakan alasan utama dibalik ketidakmampuan pasar untuk menolong dirinya sendiri. Dengan demikian, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk sesegera mungkin mengintervensi pasar dengan kebijakan-kebijakannya dalam rangka perbaikan permintaan agregat, sehingga pasar atau perekonomian dapat kembali menggeliat.
Konsep Keynes pun berkembang menjadi Teori Keynesian Baru yang berpandangan bahwa tidak hanya faktor permintaan agregat yang harus disorot, namun faktor penawaran agregat pun tidak kalah pentingnya dalam pergerakan perekonomian sebuah negara. Tapi salah satu faktor yang tidak berubah dalam Keynesian Baru adalah pentingnya faktor pemerintah dan kebijakannya dalam perekonomian. Uraian diatas memberikan gambaran bahwa ada faktor non ekonomi (pemerintah atau institusi) yang tidak dapat dipisahkan dari proses pengembangan teori-teori ekonomi klasik (Adam Smith dan Keynes) ke arah teori-teori ekonomi modern.
Tidak dapat dipungkiri bahwa teori-teori ekonomi klasik telah membantu ekonom di seluruh dunia untuk membedah berbagai fenomena ekonomi yang mereka hadapi. Teori ekonomi klasik telah bertindak sebagai dasar bagi pengembangan teori baru maupun pemecahan masalah-masalah ekonomi yang terjadi. Namun disisi lain, tidak dapat dipungkiri juga bahwa teori ekonomi klasik dibangun diatas asumsi-asumsi yang merupakan penyederhanan dari situasi yang sebenarnya terjadi.
Menurut E. Roy Weintraub, ada 3 asumsi dasar dari teori ekonomi klasik yaitu 1) People have rational preferences among outcomes that can be identified and associated with a value, 2) Individuals maximize utility and firms maximize profits, dan 3) People act independently on the basis of full and relevant information. Asumsi pertama dan kedua menjelaskan bahwa manusia akan cenderung rasional dalam dua hal yaitu dalam menentukan pilihannya dan dalam memaksimalkan keuntungannya. Kedua asumsi ini didasarkan pada asumsi yang ketiga dimana manusia diasumsikan akan bertindak secara bebas dan rasional dikarenakan telah memperoleh informasi yang relevan secara lengkap. Kelemahan dari asumsi-asumsi ini adalah bahwa rasionalitas pilihan dari manusia sebagai agen ekonomi akan didahului oleh sebuah proses pengambilan keputusan yang tentunya juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, dimana salah satu faktor utamanya adalah ketersediaan informasi. Meskipun diasumsikan bahwa manusia telah memperoleh full and relevant information, kenyataan dalam kehidupan sehari-hari justru memperlihatkan sebaliknya. Tidak selamanya manusia dapat memperoleh informasi secara lengkap sebelum menentukan pilihan-pilihan ekonomi yang harus dilakukan.
Selain ketiga asumsi diatas, teori ekonomi klasik juga mengasumsikan bahwa transaksi yang terjadi di pasar akan berlangsung tanpa friksi (tidak ada masalah koordinasi) dan tanpa biaya. Kondisi ini sangat berbeda ketika melihat langsung transaksi ekonomi yang berlangsung di Indonesia. Pengerjaan sebuah proyek baik oleh pemerintah atau swasta akan melibatkan koordinasi dengan banyak pihak yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Contoh nyata untuk menggambarkan hal ini dapat dilihat ketika seorang investor akan menentukan dimana dia akan menginvestasikan dananya. Ketika akan memutuskan untuk berinvestasi di salah satu perusahaan domestik, investor tentunya akan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang perusahaan yang akan memberikan keuntungan maksimal baginya. Sebanyak apapun informasi yang dikumpulkan oleh investor tersebut, investasi yang dilakukannya tetap akan memiliki nilai resiko gagal. Hal ini dikarenakan tidak akan mungkin bagi investor tersebut untuk mengumpulkan semua informasi secara lengkap tentang peluang investasinya. Ada keterbatasan yang dia miliki untuk memperoleh informasi. Hal yang sama juga akan dihadapi jika dia memutuskan untuk berinvestasi di luar negeri. Misalkan ada dua buah perusahaan di negara yang berbeda dimana perusahaan yang satu akan memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dibanding perusahaan yang lain. Jika mengacu pada asumsi ekonomi klasik, tentunya investor tersebut dapat langsung memilih untuk berinvestasi di perusahaan yang memberikan keuntungan terbesar. Namun dalam kenyataannya, bisa saja investor tersebut memilih untuk berinvestasi di perusahaan yang memberikan keuntungan yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan banyak faktor lain yang menjadi pertimbangan investor dalam menentukan pilihannya. Salah satu faktor tersebut adalah iklim investasi dan situasi politik di masing-masing negara.
Argumentasi atas asumsi ekonomi klasik diatas akan membawa kita pada sebuah pemahaman baru tentang manusia dan ekonomi, yaitu bahwa manusia sebagai agen ekonomi bukanlah bersifat perfect rational man, melainkan bounded rationality, manusia tetap akan bersifat rasional tetapi rasional yang terbatas. Bounded Rationality mengindikasikan: adanya keterbatasan akan akses informasi dan kemampuan komputasi (lack of knowledge and limited information), pilihan-pilihan atau preferensi manusia ada dalam kondisi yang tidak tetap, dan prinsip rasionalitas dari maksimisasi kepuasan. Aspek lain yang perlu disoroti terkait dengan asumsi ekonomi klasik adalah bahwa sebuah teori ekonomi akan berlaku jika dan hanya jika faktor-faktor pendukungnya dianggap tetap (ceteris paribus). Dalam kenyataan tentunya asumsi ceteris paribus ini sulit untuk terjadi, semua faktor dalam teori ekonomi (baik faktor utama maupun faktor pendukung) akan bergerak pada saat yang sama dan cenderung untuk terus bergerak.
Pada akhirnya, asumsi ekonomi yang lebih realistis menjadi kebutuhan utama baik bagi para ekonom dan pengambil kebijakan pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. Ilmu ekonomi tidak hanya dituntut untuk sekedar berasas Scientific Instrumentalism (membangun teori untuk menjelaskan fenomena-fenomena ekonomi yang terjadi) tapi harus lebih bersifat Scientific Realism (primarily aims at formulating true). Untuk membangun teori ekonomi yang bersifat Scientific Realism, diperlukan sebuah faktor utama yang sebelumnya lebih dipandang sebagai variabel residual dalam membangun teori-teori ekonomi (Hall and Jones, 1999) yakni variabel Social Infrastructure atau variabel institusi.
Pada tahun 1999, Hall dan Jones menerbitkan sebuah Jurnal yang berjudul “Why Do Some Countries Produce So Much More Output Per Worker Than Others”. Jurnal ini menyimpulkan bahwa social infrastructure adalah faktor utama yang dapat menjelaskan perbedaan kinerja perekonomian antar negara yang diukur melalui faktor output per worker.  Hall dan Jones mendefinisikan social infrastructure sebagai the institutions and government policies that provide the incentives for individuals and firms in an economy. Those incentives can encourage productive activities such as the accumulation of skills or the development of new goods and production techniques, or those incentives can encourage predatory behavior such as rent-seeking, corruption, and theft” (hal. 95). Salah satu temuan penting yang disajikan dalam jurnal ini adalah “A difference of .01 in social infrastructure is associated with a difference in output per worker of 5.14 percent. With a standard error of .508, this coefficient is estimated with considerable precision” (hal. 105)Temuan Hall dan Jones sejalan dengan konsep yang ditawarkan oleh Keynes pada tahun 1930-an bahwa peran institution and government policies (social infrastructure) sangat signifikan dalam menggerakan perekonomian.
Penelitian Gultom (2012) “Desentralisasi, Perkembangan Investasi dan Iklim Usaha di Daerah” pun menghasilkan temuan senada, iklim usaha berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan rasio investasi terhadap pendapatan daerah. Iklim usaha di suatu daerah tentunya ikut dipengaruhi oleh social infrastructure yang dimiliki oleh daerah tersebut. Semakin sehat regulasi investasi dan kondisi pemerintahan (social infrastructure) di sebuah daerah, maka akan semakin “sejuk” iklim investasi di daerah tersebut. Dengan sendirinya iklim investasi yang positif tersebut akan mendongkrak pertumbuhan investasi dan pendapatan daerah.
Dapat kita lihat bahwa terdapat hubungan antara social infrastructure atau institusi dalam kaitannya dengan ekonomi. Secara umum institusi ditujukan untuk mereduksi ketidakpastian dengan menyediakan struktur bagi kehidupan sehari-hari, menjadi panduan bagi interaksi manusia dan sekaligus sebagai dasar kesepakatan dan kepercayaan dalam suatu transaksi. Secara ekonomi, terminologi institusi dipandang dapat membatasi rangkaian pilihan individu. Berdasarkan aspek-aspek inilah maka sangat tepat ketika World Bank mendefinisikan institusi sebagai rules, roles, and structures organized by people to conduct their joint activities.
Gambaran yang lebih konkrit tentang hubungan antara social infrastructure dan teori ekonomi serta asumsinya, akan terlihat jelas ketika kita menggabungkan rasionalisasi asumsi ekonomi klasik, temuan Hall dan Jones, temuan Gultom dan definisi institusi serta kegunaannya dalam contoh kasus pilihan investasi  yang telah dibahas sebelumnya: Ketika asumsi-asumsi teori ekonomi klasik dirasionalisasi, maka akan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pilihan investasi seorang investor. Salah satu penyebabnya adalah dihilangkannya asumsi ceteris paribus. Sehingga indikator keuntungan yang maksimum saja masih belum cukup. Temuan Gultom menyarankan agar investor juga memperhatikan iklim investasi di negara atau daerah tujuan investasinya. Temuan John dan Hall lebih spesifik lagi menyarankan pada investor agar mempelajari social infrastructure dari masing-masing negara yang menjadi alternatif tujuan investasi. Asumsi ekonomi klasik akan menyarankan investor untuk memilih tingkat pengembalian yang maksimal (seberapa banyak keuntungannya). Namun, pertimbangan faktor social infrastructure menjadikan pilihan investasi investor menjadi lebih rasional (daerah tujuan investasi mana yang lebih menjamin peluangnya untuk memperoleh keuntungan).
Dalam perkembangannya, institusi pun memiliki peran untuk menjelaskan fenomena ekonomi seperti mengapa perkembangan ekonomi di negara berkembang berbeda dengan negara maju dan mengapa suatu model/kebijakan yang berjalan di negara maju tidak menghasilkan keluaran yang sama jika diterapkan di negara berkembang. Institusi juga berperan untuk memperluas analisa ekonomi karena ikut menyertakan komponen biaya untuk mencari informasi, biaya koordinasi, biaya transaksi dan property rights. Institusi yang efektif akan mendorong terjadinya kerjasama antar agen ekonomi sehingga mengurangi komponen biaya tersebut. Selain itu institusi pun dapat memberi keakuratan dalam melakukan restrukturisasi ekonomi atau manajemen proyek pembangunan.

Sebagai kesimpulan dari uraian di atas, telah dijelaskan bahwa teori ekonomi klasik dibangun diatas asumsi yang lebih bertujuan untuk menyederhanakan situasi yang sebenarnya terjadi. Hal ini yang menyebabkan teori ekonomi klasik menjadi kurang ampuh ketika hendak diaplikasikan dalam menyelesaikan fenomena atau masalah ekonomi di dunia nyata. Rasionalisasi asumsi ekonomi klasik dibutuhkan untuk menghadirkan teori-teori ekonomi yang lebih bersifat Scientific Realism. Dengan adanya rasionalisasi asumsi ekonomi klasik, maka manusia sebagai agen ekonomi tidak lagi bertindak sebagai Perfect Rational Man namun lebih bersifat Bounded Rationality. Salah satu dampak dari aplikasi teori ekonomi yang bersifat Scientific Realism adalah adanya begitu banyak ketidakpastian yang harus dihadapi manusia ketika melakukan pilihan-pilihan ekonominya. Social Infrastructure pada akhirnya ditujukan untuk mengeliminasi berbagai ketidakpastian tersebut dengan tujuan untuk membantu manusia sebagai Agen Ekonomi untuk menerapkan berbagai teori ekonomi yang ada dalam mengambil keputusan di dunia nyata.

Monday, 12 August 2013

Ken dan Kaskus

Buku-buku yang ditulis berdasarkan kisah nyata selalu memiliki kekuatan tersendiri yang menjadi daya tarik bagi pembacanya. Pengalaman nyata yang dialami oleh entah penulis atau orang lain yang dijadikan sumber cerita oleh penulis, biasanya merupakan pilihan-pilihan cerita yang memiliki nilai edukasi (khususnya value of life) yang cukup kuat.

Salah satu based on true story books yang layak dan amat sangat direkomendasikan untuk dibaca adalah "Ken dan Kaskus" yang ditulis oleh Alberthiene Endah.



Beberapa hari yang lalu ketika sedang mencari bahan bacaan untuk mengisi liburan, perhatian saya tertuju ke ke sebuah buku dengan sampul kuning plus sajian foto seorang chinese dengan pose hampir melotot. Adanya "Kaskus" dan "true story" pada bagian depan buku tersebut menarik saya untuk mengambilnya dan membolak-balik beberapa halaman. Saya cukup tertarik dengan opening quote dari buku ini: 

"Sukses adalah bila kita bisa mencapai kebahagiaan atas hasil yang kita raih". 

Sukses tidak diidentikan dengan berapa besar "jumlah" yang kita peroleh. Tapi apakah kita bahagia dengan "jumlah" tersebut. Seberapa besar "jumlah" yang kita peroleh tersebut (terlepas dari besar kecilnya jumlah itu) mampu memberikan kebahagiaan, tidak hanya bagi kita tapi juga bagi orang-orang disekitar kita.

Akhirnya saya memutuskan untuk membeli buku tersebut.

Buku setebal 301 halaman ini merupakan rangkaian kisah kehidupan Ken Dean Lawadinata tentang keluarganya serta bagaimana dia membangun dan membesarkan Kaskus. A must read dari buku ini adalah penjabaran dari prinsip dan pola pikir dari seorang Ken dalam memandang pendidikan dan sifat kritisnya atas setiap hal yang dia temui dalam kehidupan sehari-hari. Ken tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah lingkungan keluarga yang, menurut saya, sangat menjunjung tinggi demokrasi dan menjamin kebebebasan berekspresi seorang anak. Bagaimana tidak, Ken tergolong anak SD yang bandel, tukang bolos, dan suka berdebat dengan gurunya. Namun, bandelnya Ken masih mengandung sisi positif. Sifat pemberontak dari seorang Ken kecil lebih merupakan cerminan dari rasa tidak puasnya atas sistem pendidikan di Indonesia yang dalam pandangannya sangat tidak mengakomodir kebebasan berekspresi dan mengutarakan pendapat. Ketidakpuasan inilah yang pada akhirnya dapat tersalurkan ketika dia mengenyam pendidikan di Australia, yang notabene menganut asas pendidikan liberal. Sistem pendidikan di negeri kanguru tersebut, dalam pandangan Ken, sangat menuntut adanya kreatifitas dan keaktifan dari setiap peserta didik.

Buku ini juga memberikan pelajaran bagaimana seharusnya lingkungan keluarga yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak untuk dapat mengembangkan diri dan membangun masa depannya. Lingkungan yang dimaksud disini bukanlah kemapanan hidup yang sudah dinikmati Ken sejak kecil. Ken memang besar dalam lingkungan keluarga yang mapan secara finansial. Namun yang memampukan Ken untuk menghadapi tantangan kehidupannya adalah pola pembinaan orang tua yang sangat menghargai karakter anaknya. Ken dan sang kakak tidak pernah dituntut berlebihan, sebaliknya kedua kakak beradik diberikan kebebasan (yang bertanggung jawab) untuk menentukan jalan hidup mereka masing-masing. Orang tua berperan sebagai motivator dan pengarah yang selalu setia mendukung dan memberikan masukan.

Pendidikan bisnis yang secara tidak langsung dipelajari dari kakek dan ayahnya telah membentuk Ken menjadi seorang anak muda dengan visi dan naluri bisnis yang tajam. Hal ini terbukti ketika Ken mampu melihat peluang bisnis lewat situs Kaskus yang dikembangkan oleh sepupunya, Andrew Darwis. Intuisinya yang kuat pada akhirnya membawa Ken pada sebuah keputusan yang sangat penting dalam hidupnya: berhenti kuliah, meminjam dana dari sang ayah, dan bergabung dengan sepupunya untuk mengembangkan Kaskus di Indonesia.

Bukti ketajaman intuisinya dapat kita lihat sekarang. Kaskus telah menjadi salah satu situs online dengan performa yang cukup diperhitungkan. Salah satu dari sejumlah bisnis online yang cukup besar di negeri ini.

Banyak value positif yang dapat kita temukan dalam buku ini. Dalam tulisannya Ken sama sekali tidak menganjurkan "berhenti dari kuliah/sekolah dan membangun bisnis". Keputusan untuk berhenti kuliah bukanlah sebuah keputusan yang mudah bagi Ken pada saat itu. Ken menegaskan bahwa:

Ya, ini mungkin terasa seperti pemikiran yang salah. Tapi pada waktu itu saya telah berada pada situasi dan kondisi yang sangat pas untuk membuat keputusan. Kita ngga bisa serta merta membuat kesimpulan bahwa "Oh, berarti ngga perlu kuliah kalau sudah punya passion yang jelas!" Ngga seperti itu. Masing-masing dari kita, menurut saya, memiliki kondisi dan situasi yang berbeda yang akan memengaruhi cara kita mengambil keputusan. Nah, dalam posisi saya saat itu, kondisi sangat memungkinkan untuk mengarah langsung ke bisnis.

Sekali lagi, masih banyak value lain yang dapat kita peroleh ketika mengarungi lautan buku ini.
Satu value yang selalu saya ingat:

"Sukses adalah bila kita bisa mencapai kebahagiaan atas hasil yang kita raih".

Hargai dan bersyukurlah atas setiap pencapaian yang kita peroleh, sekecil apapun itu.

Friday, 9 August 2013

Le Gra

Lama rasanya aku membenamkan diri di dalam lamunan. Tak ingin rasanya berhenti menikmati sensasi senang kala tersengat indahnya. Lamunan yang melambungkan berbagai mimpi dan harapan. Layaknya arsitek, konstruksi angan seketika terbangun ketika akal ikut terhempas dalam medan khayal.

Baru saja ku selesaikan kisah Partikel.. Cerita yang menyajikan kecerdasan penulisnya dalam menginterpretasikan imajinasi tanpa batas. Imajinasi yang menawarkan penawaran berpetualang ke alam lamunan penulis yang sangat kaya akan ilmu pengetahuan. Bagaimana tidak, pernahkah kalian membayangkan penggalan pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan, fotografi, konservasi orang hutan, sistem pendidikan, metafisika, alien, drama percintaan, perdukunan, teori tentang alam semesta dan agama digabungkan dalam sebuah alur cerita yang super duper menarik?? Selain riset yang kuat, kekuatan lamunan tentunya merupakan sumber inspirasi tanpa batas bagi sang penulis.

Ada pendapat yang tidak mengijinkan orang untuk berlama-lama melamun. Namun efek magisnya membuatku kadang tidak menyadari bahwa diriku telah berada dalam sebuah dimensi waktu yang tak nyata. Layaknya terbenam dalam alur cerita seorang novelis, pikiranku dibawa kedalam alur khayal yang rasanya rugi jika ditinggalkan.

Lamunan itu akhirnya terekam dalam sebuah melodi yang terkirim ke alam sana. Alam yang sebenarnya dekat tapi cukup jauh untuk direngkuh. Rekaman terakhir yang tersampaikan tanpa pernah berbalas. Setidaknya lamunan ku telah mengkonfirmasi bahwa alunan tersebut telah diterima sang kembar. Mungkinkah terlupakan? Konfirmasi yang segera menyadarkanku bahwa pintu keluar di ujung sana harus segera kutempuh untuk melepaskan diriku dari jeratan lamunan yang lebih dalam.

Dan kini, aku terbangun dari lamunan dan melihat masa depan ku.. Masa depan yang sampai dengan saat ini sudah berusia 7 tahun. Hobinya mengkonsumsi buah, air putih dan beras merah. Pantang berhenti mengolah raga meskipun tubuh kesakitan menahan masuk angin. Keras dalam pendirian, namun cerdas dalam pemikiran. J

Semua kombinasi gerakan sudah kami lewati. Naik, turun, maju, mundur. Sampai akhirnya kami percaya bahwa let it flow adalah gerakan terbaik yang dapat kami ikuti untuk saat ini.


Berhenti melamun. Let it flow Le Gra J


Friday, 12 April 2013

Property Right Sebagai Pilar Kapitalisme


Sistem kapitalisme adalah sistem pasar yang dibangun di atas fondasi insitusi yang menjamin keberadaan property right yang bersifat eksklusif (private) yang secara bebas dapat dipergunakan dan secara bebas dapat dipertukarkan berdasarkan kontrak. Berdasarkan pengertian ini, maka konsep private property right menjadi bagian penting dari eksistensi sistem kapitalisme.


Dalam perkembangan teori ekonomi, pendekatan property right digunakan untuk merasionalkan konsep pasar, terutama untuk menjelaskan keberadaan dari biaya transaksi dan eksternalitas, yang selama ini tidak diperhitungkan di dalam perhitungan ekonomi. Teori mikroekonomi yang menjadi dasar pertukaran di dalam pasar pada dasarnya tidak memasukan biaya transaksi ke dalam perhitungan ongkos produksi (biaya transaksi = 0). Pasar selalu dianggap berada dalam keadaan yang mampu menyediakan perfect information, dan pricing system selalu berjalan dengan lancar sehingga setiap biaya yang timbul dalam proses pertukaran barang dan jasa diasumsikan dapat dihitung dengan tepat. Pada kenyataannya, unit-unit ekonomi baik individu atau perusahaan selalu diperhadapkan pada sejumlah biaya yang menyertai proses pertukaran barang atau jasa (di luar biaya produksi). Biaya-biaya tersebut bukanlah biaya produksi yang menjadi bagian dari biaya pembentuk barang tersebut, melainkan biaya transaksi yang timbul dalam proses perjalanannya untuk sampai ke tangan konsumen. Oleh karena itu biaya transaksi seharusnya dimasukan sebagai bagian dari komponen biaya ketika perusahaan akan menentukan harga: biaya transaksi + biaya produksi = biaya transformasi atau biaya pertukaran (Benham, 2011). Biaya transaksi sendiri dalam pelaksanaannya di dalam pasar merupakan komponen yang tidak mudah untuk dihitung atau ditaksir secara tepat karena informasi atas biaya tersebut sulit untuk diperoleh atau biaya untuk memperolehnya tergolong tinggi secara nominal.
Demzet (1967) menyatakan bahwa pertukaran yang terjadi dalam sebuah transaksi bukanlah hanya terbatas pada pertukaran barang atau jasa, melainkan yang dipertukarkan adalah hak (right) atas kepemilikan barang tersebut. Barang yang dipertukarkan dinilai berdasarkan nilai property right-nya. Pertukaran hak atas properti ini yang kemudian dapat menimbulkan biaya transaksi (transaction cost) seperti: biaya kontrak, biaya monitoring, biaya negosiasi, biaya mencari informasi, dll.
Sistem private property right menjadi penting di dalam sistem kapitalisme karena membantu pemilik hak untuk menilai/mengekspektasi/menghitung nilai manfaat yang dapat dinikmati atau nilai biaya yang timbul atas kepemilikan hak tersebut yang harus ditanggung. Ketika terdapat bagian manfaat atau biaya dari penggunaan properti tersebut yang tidak dinikmati atau ditanggung oleh pemilik hak, maka timbullah apa yang dikenal sebagai eksternalitas. Sistem Property Rights yang baik pada akhirnya akan menciptakan adanya insentif agar masing-masing pemilik hak properti dalam sebuah sistem kapitalisme dapat menginternalisasi eksternalitas yang ditimbulkan.
Dalam kenyataannya, cukup sulit untuk menghitung secara tepat nilai eksternalitas yang akan diinternalisasi, karena informasi yang menjadi dasar perhitungan seringkali menjadi cukup sulit untuk diperoleh secara lengkap dan akurat. Dengan demikian selain memperkenalkan konsep biaya transaksi dan eksternalitas, property right pun menunjukan ketidaksempurnaan pasar dalam menyediakan informasi. Hasilnya, eksternalitas akan selalu ada di dalam pasar. Semakin tinggi eksternalitas, semakin buruk sistem property right-nya.
Dalam sistem kapitalisme, setiap individu/organisasi/perusahaan sangat membutuhkan adanya hak atau kebebasan untuk menikmati aset yang mereka miliki, menggunakan atau memanfaatkannya sesuai dengan cara yang mereka putuskan secara independen serta menikmati hasil dari pemanfaatan aset tersebut. Unsur excludability yang terkandung dalam private property right, dapat merealisasikan kebutuhan tersebut. Sistem property right memungkinkan pemilik hak untuk mengecualikan atau membatasi orang lain untuk secara aktif menggunakan dan menikmati manfaat dari penggunaan sebuah properti. Setiap orang pada akhirnya memiliki kebebasan untuk menentukan cara terbaik yang akan digunakan untuk memanfaatkan properti yang dimiliki dengan tujuan untuk mendatangkan sebesar-besarnya keuntungan bagi dirinya, namun tentunya dengan syarat penggunaan hak tersebut tidak mengganggu hak properti yang dimiliki oleh orang lain. Property right pun akan menjadi lebih berharga ketika dengan mudah dapat dibagi dan dipindahtangankan kepada orang lain, sehingga setiap orang akan menguasai dan memperoleh sebuah properti sesuai dengan kebutuhan atau demand dari masing-masing individu atau kelompok.
Oleh karena itu, kebebasan pertukaran property right selalu di atur di dalam sebuah kontrak yang menjelaskan tentang tara cara pertukaran, nilai dari hak properti yang akan dipertukarkan, biaya lain yang timbul sebagai akibat pertukaran hak tersebut dan tanggung jawab dari masing-masing pihak yang terlibat. Namun unsur ekskludabilitas ini pun pada akhirnya dapat menimbulkan biaya baru (exclusion cost) ketika pemilik hak menggunakan sumber daya lain untuk memastikan agar orang lain tidak menggunakan properti yang menjadi miliknya.
Dengan demikian, sistem private property right menjadi penting sebagai pilar institusi dalam sistem kapitalisme karena: 1) Mampu merasionalkan pasar karena dapat menjelaskan keberadaan biaya transaksi dan eksternalitas. Semakin baik sistem private property rights maka semakin rendah biaya transaksi dan eksternalitasnya di dalam pasar; 2) Menawarkan konsep baru tentang pertukaran barang dan jasa, bahwa yang dipertukarkan adalah nilai atas hak kepemilikan barang atau jasa tersebut; 3) Memampukan pemilik hak untuk mengestimasi nilai manfaat dan biaya yang dapat dia peroleh atas kepemilikian pivate property right; 4) Menjamin kebebasan setiap individu untuk menggunakan, mempertukarkan dan menikmati manfaat dari properti yang dimiliki. 



Sumber:
1.    Benham, Alexandra. 2001.The Cost of Exchange
2.    Demzet, Harold. 1967. Toward a Theory of Property Rights


Sunday, 31 March 2013

Selamat Paskah

Keringat terus bercucuran di sekujur tubuh anak muda itu. Baju lusuhnya menjadi basah karena butiran keringat yang lambat laun terserap ke dalam setiap bagian serat kain yang membungkus tubuhnya. Wajahnya terus menunduk. Tangannya terus merapat ke tubuhnya. Duduknya terlihat tidak tenang, pertanda gelisah sedang menelusup ke dalam raganya.

Hari ini akan menjadi hari terakhir baginya, terdakwa kasus pembunuhan berencana. Sudah 3 bulan dia dipenjara dan sudah 3 bulan pula dia terus mengutuki dirinya karena melakukan kesalahan yang tidak seharusnya dia lakukan. Rasa bersalah selalu datang menghantui pikirannya. Andai waktu bisa diulang, tentu dia akan berpikir seribu kali untuk membunuh orang itu.

Terus berkubang di dalam gelisah menjadikannya tidak menyadari bahwa saat ini dia sudah duduk di kursi listrik. Menunggu datangnya maut menjemput. Air mata tak henti-hentinya mengalir di pipi. Tinggal selangkah lagi dia akan meninggalkan dunia. Pergi meninggalkan anak dan istrinya yang masih sangat membutuhkan dirinya sebagai suami dan ayah. Bagaimana dengan masa depan mereka? Apa yang akan mereka makan dan minum? Pertanyaan-pertanyaan itu datang seperti pisau yang terus menyayat hatinya. Kematian yang tidak pernah dia bayangkan bentuknya, akan segera dia rasakan dalam waktu beberapa menit lagi. Petugas telah selesai mengikat tubuh tervonis mati itu ke kursi listrik. Sementara petugas yang lain sedang menunggu aba-aba untuk menekan tombol yang akan segera mengirimkan malaikat pencabut nyawa dalam wujud, aliran listrik bertegangan tinggi.

Kemudian terdengar... "tunggu, aku bersedia menggantikannya"

Tampak seorang pria berdiri dihadapan mereka. Dengan penuh keyakinan dia mengucapkan barisan kata itu.

"Siapa kamu?", tanya petugas yang bertanggung jawab di tempat itu.

"Saya tidak mengenal terdakwa, tapi saya rela untuk menggantikan dia di kursi kematian ini. Saya rasa istri dan anak-anaknya masih membutuhkan suami dan ayah mereka. Saya yakin dia berhak untuk memperoleh pengampunan".

---------------



Pagi ini saya menerima beberapa pesan ucapan selamat paskah yang disampaikan oleh teman dan kerabat. Saya yakin bahwa saat mengucapkan pesan itu, mereka lebih banyak menyampaikannya sambil tersenyum dan bersukacita. Tapi entah kenapa yang justru muncul dalam benak saya adalah kilasan cerita di atas.

Ketika mengucapkan Selamat Paskah rasanya seperti kita sedang memberi ucapan selamat kepada terpidana mati dalam kisah diatas.

"Selamat Paskah, selamat ya udah ada yang menggantikanmu untuk mati. Kamu tidak perlu bersedih lagi"

---------------

Selamat Paskah, selamat karena mautmu sudah Paskah, sudah lewat..
Selamat atas kesempatan baru yang sudah Tuhan berikan..



Tuesday, 26 March 2013

Kebijakan Impor Produk Hortikultura dan Daging: Indonesia vs Amerika Serikat



Dalam rangka pengaturan proses impor produk hortikultura, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketentuan Impor Produk Hortikultura, dan mulai resmi diberlakukan sejak tanggal 28 September 2012. Kedua peraturan ini diterbitkan dengan semangat pengamanan pangan dan bahan baku industri sekaligus dalam rangka pembenahan standar produk pertanian (khususnya produk hortikultura) dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional.
Permentan Nomor 60 Tahun 2012 mensyaratkan bahwa impor produk hortikultura baik dalam bentuk produk hortikultura segar untuk tujuan konsumsi, produk hortikultura untuk bahan baku industri maupun produk hortikultura olahan, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh surat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian. Selain persyaratan RIPH, Permendag Nomor 60 Tahun 2012 juga mengatur bahwa importir yang diijinkan untuk melakukan pemasukan produk hortikultura ke dalam wilayah Indonesia adalah importir yang telah mengantongi ijin baik sebagai Importir Produsen Produk Hortikultura (IP) maupun Importir Terdaftar Produk Hortikultura (IT). Impor hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan.


Setali tiga uang dengan produk hortikultura, Pemerintah sejak tahun 2011 telah mengatur proses impor sapi dan daging sapi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Impor Daging dan Jeroan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2011 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan. Berdasarkan kedua peraturan ini, impor sapi dan daging sapi dapat dilakukan oleh importir setelah memperoleh Rekomendasi Persetujuan Pemasukan (RPP) yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. Sejalan dengan Permentan dan Permendag 60, Permentan 50 dan Permendag 24 diterbitkan dengan tujuan untuk memastikan bahwa impor hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik yang belum mampu dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri.
Namun pada tahun 2012, tepatnya setelah penerbitan Permentan dan Permendag 60, Pemerintah Amerika Serikat memprotes Pemerintah Republik Indonesia atas kebijakan impor produk hortikulura dan daging sapi yang dianggap membatasi impor dan berdampak negatif bagi sektor pertanian dan peternakan negara-negara eksportir pada umumnya dan Amerika Serikat pada khususnya. Kebijakan Pemerintah Indonesia dianggap bertentangan atau tidak konsisten dengan peraturan yang telah disepakati bersama di tingkat World Trade Organization (WTO).
Amerika Serikat berpendapat bahwa kebijakan impor produk hortikultura dan daging yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia belum memenuhi prinsip transparansi sebagaimana diatur dalam General Agreement on Tariffs and Trade yang ditandatangani pada tahun 1994 (GATT 1994). Berdasarkan GATT 1994, Amerika Serikat juga berpandangan bahwa peraturan-peraturan tersebut merupakan bentuk hambatan perdagangan non tarif (non tarif barrier) karena berpotensi membatasi importir dalam melakukan impor sekaligus membatasi akses ekspor bagi negara eksportir. Amerika Serikat pun menyatakan bahwa kebijakan perdagangan pemerintah Indonesia tersebut telah melanggar Import Licensing Agreement karena proses pengajuan ijin yang dianggap terlalu rumit sehingga berpotensi mendistorsi perdagangan.
Pemerintah Indonesia khususnya melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan dalam menyikapi protes Amerika Serikat tersebut, berpendapat bahwa peraturan impor produk hortikultura dan daging bukan merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melakukan pembatasan impor. Permendag dan Permentan 60 tidak dapat diartikan sebagai pembatasan jumlah impor, karena tidak menyebutkan secara spesifik mengenai jumlah yang akan diimpor. Rekomendasi juga diberikan secara adil tanpa membedakan setiap permohonan. RIPH tidak bertujuan untuk membatasi impor, namun untuk kepentingan keamanan pangan (food safety), dimana penetapan jumlah yang diperbolehkan impor didasarkan pada kapasitas gudang penyimpanan yang ada (cold storage), dengan pertimbangan produk hortikultura mudah rusak.
Permentan 50 dan Permendag 24 tidak dapat diartikan sebagai pembatasan impor, karena penerbitan peraturan tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dari faktor kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan hidup dan moral bangsa (K3LM) yang berujung pada kemandirian sektor pertanian. Terkait dengan masalah transparansi, Pemerintah Indonesia menjamin bahwa proses impor hortikultura dan daging telah dilaksanakan dalam kerangka prosedur yang transparan. Selain itu, prosedur impor hortikultura dan daging telah diatur secara cermat sehingga kekhawatiran pemerintah Amerika Serikat akan terdistorsinya perdagangan dipastikan tidak akan terjadi.
Pandangan dan Tanggapan Pemerintah Indonesia secara lengkap telah disampaikan dalam Pertemuan Konsultasi antara Indonesia dan Amerika Serikat pada tanggal 21-22 Februari 2013 di Genewa, Swiss. Namun demikian, pertemuan tersebut belum menghasilkan kesepakatan bagi kedua belah pihak. Hasil pertemuan tersebut direncanakan akan kembali dibahas dalam pertemuan berikutnya yang diagendakan untuk dilaksanakan pada akhir Maret 2013.
Jika pertemuan konsultasi selanjutnya tidak dapat menghasilkan kata sepakat, maka protes Amerika Serikat tersebut dapat berlanjut menjadi Sengketa Perdagangan (Dispute Settlement) di tingkat WTO. Pemerintah Indonesia tentunya akan menghindari hal ini, mengingat pengalaman sebelumnya menunjukan bahwa penyelesaian Sengketa Perdagangan akan menghabiskan banyak waktu dan biaya. 

Wednesday, 20 March 2013

Cerita tentang mimpi


Apa yang ingin kamu gapai di masa depan? Apa yang menjadi mimpimu selama ini?

Pertanyaan itu mengalir begitu saja dari bibir mungilmu. Matamu berbinar memancarkan rasa ingin tahu yang semakin menguat. Aku melihat peduli didalam setiap barisan kata-kata itu. Kamu peduli terhadap kehidupan pria yang duduk di hadapanmu. Peduli terhadap apa yang ingin dia lakukan, peduli dengan apa yang ingin dia perjuangkan.

Sejenak aku menyeruput cokelat hangat yang disajikan 5 menit yang lalu. Mencoba mengolah pertanyaanmu itu di dalam pikiranku. Bukan karena itu pertanyaan yang sulit, tapi karena aku mencoba menemukan jawaban lain untuk menggantikan jawaban sebenarnya yang tertahan dibatin.

Aku ingin keluar dari kenyamananku..

Apa maksudmu?

Aku tidak ingin hanya berhenti di setiap pencapaian yang aku peroleh. Aku ingin terus naik dan naik. Menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Dalam hal apapun. Itulah mimpiku selama ini


Kamu membalas pertanyaan itu dengan senyumanmu. Senyum yang merekah mempertotonkan keindahan yang selalu kusuka. Aku suka melihatmu tersenyum. Bagiku tidak ada keindahan yang dapat disetarakan dengan manisnya senyum itu. Aku rela untuk duduk lama memandangi wajahmu demi menunggu hadirnya senyum itu.

Cantiknya..

Aku membatin ketika mengagumi keindahan parasmu. Senyum dan cantik. Kombinasi terbaik yang membuatku tidak pernah bosan untuk menghabiskan waktu berjam-jam didalam ruang obrolan yang tiada batasnya. Tiada habisnya.

Namun itu saja tidak cukup. Ada hal lain yang tersembunyi dibalik keindahan tampilanmu. Cerdasmu. Kamu pintar didalam pemikiranmu. Pintar didalam perkataanmu. Pintar didalam tingkah lakumu.

Senyum, cantik, cerdas. Hatiku telah terperangkap dalam tiga dimensi itu. Dimensi yang telah menggeser mimpi yang baru saja kuceritakan tadi ke puncak kedua cita-citaku. Karena sejak berada di dalam dimensi itu, hanya satu inginku.. Menjadikanmu ratu dihatiku dan menjadikanku raja dihatimu.

Tapi saat ini aku tidak terlalu memikirkan angan itu. Bagiku momen menikmati keindahan yang telah disediakan Tuhan dihadapanku saat ini adalah sesuatu yang terlalu berharga untuk dilewatkan.

Tentang cita-cita itu, biarlah itu terus ada di puncak tertinggi. Akan ku kudaki sampai ku temukan.

Tuesday, 19 March 2013

Sajak Raga Yang Menjiwa


Raga hadir sebagai bagian terkuat dari keberadaan manusia. Pelaku setiap aktivitas kehidupan dalam kesehariannya. Kokoh dalam pembawaannya, logis dalam pemikirannya. Bergelora semangat dan daya juangnya. Tidak ada hal yang tidak bisa diraih, tidak ada angan yang tidak bisa dicapai. Menghamburkan optimisme setiap kali bertutur. Memancarkan petuah setiap kali berkata. Bertindak di dalam keteraturan, namun terkadang berlebihan dalam membebani dirinya sendiri.

Jiwa yang nampaknya rapuh justru datang dengan semangatnya. Menjadi penghibur dikala sendu. Menjadi pengajar ketika berjumpa dengan gelombang permasalahan. Menuntun didalam kesabaran. Senyum sang raga adalah inginnya. Kepuasan adalah ketika tolong dapat dia bagikan. Datang dalam kesederhanaan dengan membawa sejumlah pemikiran yang  terbalut modernitas. Tangisannya adalah sumber kekuatan yang menopang hatinya dikala lemah.

Keduanya adalah satu didalam manusia. Kombinasi utuh yang tidak dapat dipisahkan. Bagaimana mungkin manusia ada jika raga hadir tanpa jiwa? Bagaimana mungkin dapat disebut manusia jika hanya jiwa yang melayang dalam ketidakpastian raga? Jiwa dan raga adalah simbol percintaan sejati yang membuahi eksistensi manusia. Keduanya bercinta didalam ikatan semesta alam yang telah mentakdirkan mereka dalam kebersamaan. Bersahabat dan bergaul tanpa pernah terpisahkan, menjadi tontonan keseharian sang Bumi.

Dan langit sementara menampilkan panorama kegilaan antara dua insan. Tak henti-hentinya raga memuja sang jiwa dengan lantunan melodi surgawi. Pengagungan yang setinggi-tingginya dia berikan kepada belahan jiwanya. Puji-pujian antara kedua mempelai hati membawa kedamaian bagi manusia yang dituntunnya.

Namun apa jadinya ketika jiwa diambil dari raga?


Manusia menjadi mayat hidup yang berkoneksi dengan sekitarnya dalam keragu-raguan. Tidak ada lagi rasa yang mampu dikecap. Tidak ada lagi mimpi yang mampu dipikir. Tidak ada lagi harmoni yang mampu didengar. Kematian yang tadinya suram seakan berubah menjadi kado terindah yang layak untuk ditunggu.

Lakon dunia yang semakin dekat dengan episode terakhirnya ini telah mensintesa banyak manusia beraga tanpa jiwa.

Haruskah sebuah raga ditambahkan lagi ke dalam pusaran berujung hampa itu hanya karena alasan “bagiku itu sudah lebih dari cukup”??

Pastikan jiwa dan ragamu tetap saling bercumbu dalam cinta sejati agar indahnya hidup tetap mampu direngkuh.