Monday, 12 August 2013

Ken dan Kaskus

Buku-buku yang ditulis berdasarkan kisah nyata selalu memiliki kekuatan tersendiri yang menjadi daya tarik bagi pembacanya. Pengalaman nyata yang dialami oleh entah penulis atau orang lain yang dijadikan sumber cerita oleh penulis, biasanya merupakan pilihan-pilihan cerita yang memiliki nilai edukasi (khususnya value of life) yang cukup kuat.

Salah satu based on true story books yang layak dan amat sangat direkomendasikan untuk dibaca adalah "Ken dan Kaskus" yang ditulis oleh Alberthiene Endah.



Beberapa hari yang lalu ketika sedang mencari bahan bacaan untuk mengisi liburan, perhatian saya tertuju ke ke sebuah buku dengan sampul kuning plus sajian foto seorang chinese dengan pose hampir melotot. Adanya "Kaskus" dan "true story" pada bagian depan buku tersebut menarik saya untuk mengambilnya dan membolak-balik beberapa halaman. Saya cukup tertarik dengan opening quote dari buku ini: 

"Sukses adalah bila kita bisa mencapai kebahagiaan atas hasil yang kita raih". 

Sukses tidak diidentikan dengan berapa besar "jumlah" yang kita peroleh. Tapi apakah kita bahagia dengan "jumlah" tersebut. Seberapa besar "jumlah" yang kita peroleh tersebut (terlepas dari besar kecilnya jumlah itu) mampu memberikan kebahagiaan, tidak hanya bagi kita tapi juga bagi orang-orang disekitar kita.

Akhirnya saya memutuskan untuk membeli buku tersebut.

Buku setebal 301 halaman ini merupakan rangkaian kisah kehidupan Ken Dean Lawadinata tentang keluarganya serta bagaimana dia membangun dan membesarkan Kaskus. A must read dari buku ini adalah penjabaran dari prinsip dan pola pikir dari seorang Ken dalam memandang pendidikan dan sifat kritisnya atas setiap hal yang dia temui dalam kehidupan sehari-hari. Ken tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah lingkungan keluarga yang, menurut saya, sangat menjunjung tinggi demokrasi dan menjamin kebebebasan berekspresi seorang anak. Bagaimana tidak, Ken tergolong anak SD yang bandel, tukang bolos, dan suka berdebat dengan gurunya. Namun, bandelnya Ken masih mengandung sisi positif. Sifat pemberontak dari seorang Ken kecil lebih merupakan cerminan dari rasa tidak puasnya atas sistem pendidikan di Indonesia yang dalam pandangannya sangat tidak mengakomodir kebebasan berekspresi dan mengutarakan pendapat. Ketidakpuasan inilah yang pada akhirnya dapat tersalurkan ketika dia mengenyam pendidikan di Australia, yang notabene menganut asas pendidikan liberal. Sistem pendidikan di negeri kanguru tersebut, dalam pandangan Ken, sangat menuntut adanya kreatifitas dan keaktifan dari setiap peserta didik.

Buku ini juga memberikan pelajaran bagaimana seharusnya lingkungan keluarga yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak untuk dapat mengembangkan diri dan membangun masa depannya. Lingkungan yang dimaksud disini bukanlah kemapanan hidup yang sudah dinikmati Ken sejak kecil. Ken memang besar dalam lingkungan keluarga yang mapan secara finansial. Namun yang memampukan Ken untuk menghadapi tantangan kehidupannya adalah pola pembinaan orang tua yang sangat menghargai karakter anaknya. Ken dan sang kakak tidak pernah dituntut berlebihan, sebaliknya kedua kakak beradik diberikan kebebasan (yang bertanggung jawab) untuk menentukan jalan hidup mereka masing-masing. Orang tua berperan sebagai motivator dan pengarah yang selalu setia mendukung dan memberikan masukan.

Pendidikan bisnis yang secara tidak langsung dipelajari dari kakek dan ayahnya telah membentuk Ken menjadi seorang anak muda dengan visi dan naluri bisnis yang tajam. Hal ini terbukti ketika Ken mampu melihat peluang bisnis lewat situs Kaskus yang dikembangkan oleh sepupunya, Andrew Darwis. Intuisinya yang kuat pada akhirnya membawa Ken pada sebuah keputusan yang sangat penting dalam hidupnya: berhenti kuliah, meminjam dana dari sang ayah, dan bergabung dengan sepupunya untuk mengembangkan Kaskus di Indonesia.

Bukti ketajaman intuisinya dapat kita lihat sekarang. Kaskus telah menjadi salah satu situs online dengan performa yang cukup diperhitungkan. Salah satu dari sejumlah bisnis online yang cukup besar di negeri ini.

Banyak value positif yang dapat kita temukan dalam buku ini. Dalam tulisannya Ken sama sekali tidak menganjurkan "berhenti dari kuliah/sekolah dan membangun bisnis". Keputusan untuk berhenti kuliah bukanlah sebuah keputusan yang mudah bagi Ken pada saat itu. Ken menegaskan bahwa:

Ya, ini mungkin terasa seperti pemikiran yang salah. Tapi pada waktu itu saya telah berada pada situasi dan kondisi yang sangat pas untuk membuat keputusan. Kita ngga bisa serta merta membuat kesimpulan bahwa "Oh, berarti ngga perlu kuliah kalau sudah punya passion yang jelas!" Ngga seperti itu. Masing-masing dari kita, menurut saya, memiliki kondisi dan situasi yang berbeda yang akan memengaruhi cara kita mengambil keputusan. Nah, dalam posisi saya saat itu, kondisi sangat memungkinkan untuk mengarah langsung ke bisnis.

Sekali lagi, masih banyak value lain yang dapat kita peroleh ketika mengarungi lautan buku ini.
Satu value yang selalu saya ingat:

"Sukses adalah bila kita bisa mencapai kebahagiaan atas hasil yang kita raih".

Hargai dan bersyukurlah atas setiap pencapaian yang kita peroleh, sekecil apapun itu.

No comments:

Post a Comment