Saturday, 29 December 2012

Be Glorified Your Name

You came in poor to save the "poor"
You came as a single human to redeem all human
You left the throne so that we can sit by Your side when the day has come
The Cross always testifies about Your love to the world
Even the word "GOD" is not strong enough to define Yourself
There is no lie in Your words
Your promises are full of truth
All the glory to the King of Kings
All the praise to the God of Gods




Friday, 28 December 2012

Sore yang berbeda

Sejenak saya melirik jam tangan yang menempel di pergelangan tangan kiri. Tak terasa sudah dua jam saya berada di tempat ini. Langit yang tadinya begitu terang disinari matahari saat ini telah sedikit meredup. Berubah menjadi biru hangat sebagai tanda sore telah menyapa.

Modem yang saya miliki sedang mengalami masalah dengan koneksi internetnya ketika saya sedang membutuhkan jasanya untuk men-download aplikasi statistik. Akhirnya siang tadi saya harus bergegas mencari warnet agar dapat segera menyelesaikan satu lagi tugas kuliah yang harus saya kumpulkan sebelum pergantian tahun. Kebutuhan akan koneksi internet inilah yang membawa saya ke warnet ini. Sebenarnya ini hanyalah warnet biasa. Tapi lokasi nya yang tidak biasa bagi saya.

Sejak kerusuhan tahun 1998 terjadi, pemukiman masyarakat kota Ambon menjadi terpisah antara daerah Kristen dan daerah Muslim. Perbatasannya adalah pusat kota. Daerah dari pusat kota sampai ke daerah pegunungan menjadi daerah Kristen. Sedangkan dari pusat kota sampai ke daerah pantai dan pelabuhan menjadi domisili warga Muslim. Sebenarnya kondisi kota Ambon sudah dikategorikan kondusif atau aman. Namun trauma akibat kerusuhan 14 tahun yang silam masih membekas, sehingga masyarakat memutuskan untuk "mengkotak-kotakan" tempat tinggal.

Warnet ini terletak di daerah perbatasan antara pemukiman Muslim dan Kristen meskipun secara administratif sebenarnya lokasinya berada dalam daerah pemukiman Muslim. Namun ketika berada di tempat ini, saya sama sekali tidak merasa was-was apalagi merasa terancam, karena yang ada hanyalah rasa aman. Aktivitas warga berlangsung secara normal. Kendaraan roda empat dan roda dua sibuk lalu lalang di jalan raya. Semua berjalan sebagaimana mestinya.

Sedih rasanya jika kembali mengingat peristiwa "perang saudara" yang terjadi di tahun 1998. Sedih karena harus melihat sesama orang basudara harus saling membunuh hanya karena berbeda agama. Sedih karena penyulut kerusuhan itu sebenarnya hanyalah sebuah peristiwa kriminal biasa yang melibatkan dua orang yang kebetulan yang satu beragama Kristen, sedangkan yang satunya lagi beragama Islam.
Sedih karena jika semua peristiwa kembali dirangkai menjadi satu, maka alasan terjadinya kerusuhan tersebut adalah tak lebih dari rekayasa politik orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Namun yang paling menyedihkan adalah harus melihat begitu mudahnya penduduk Ambon diadu domba untuk saling membunuh. Begitu mudahnya warga Ambon dihasut untuk berperang dengan saudara sendiri.

Tapi sore ini memberikan rasa yang lebih berbeda dibandingkan dengan sore yang sama 14 tahun yang lalu.
Tidak ada lagi pertikaian..
Tidak ada lagi kerusuhan..
Tidak ada lagi pertumpahan darah..
Yang ada hanya sekumpulan penduduk yang bersama-sama sedang berlomba-lomba untuk menciptakan rasa aman di kota nya..

Semoga damainya sore ini terus dapat dinikmati oleh warga Ambon.
Mari katong berlomba untuk membangun tanah Maluku!!


Wednesday, 26 December 2012

Welcome Holidays


Tujuh hari terakhir di Jakarta sebelum liburan Natal tahun ini benar-benar melelahkan. Seakan berpacu dengan waktu, tubuh ini rasanya bisa melakukan protes seandainya dia bisa berbicara. Dalam minggu ini semua tugas-tugas saya di kantor harus segera diselesaikan jika ingin liburan dengan tenang. Disaat yang sama, minggu ini pun adalah masa ujian akhir di kampus. Alhasil, pagi ke kantor, malam ujian, selesai ujian masih harus melek mata untuk mempelajari materi ujian besoknya. Tidak ketinggalan, masih ada deadline tugas akhir yang harus dikumpulkan saat ujian. Saya pun harus membantu boru Juntak untuk mengecek tugas akhirnya + membantunya mempelajari beberapa materi ujian. Super duper lelah rasanya.

Hari Jumat (21/12) saya harus berada di kantor sampai sore. Pulang dalam kondisi hujan gerimis yang masih mengguyur selama perjalanan Lapangan Banteng – Salemba, quick-packing, dan akhirnya meluncur ke Soekarno-Hatta. Hanya sedikit car-sick (mual karena mabuk kendaraan) yang terasa akibat supir taxi yang menyetir dalam keadaan ngantuk.

Kalaupun sampai hari ini sakit itu tak kunjung datang, saya rasa itu adalah bagian dari kado Natal dari Tuhan J. Karena seharusnya dengan aktivitas yang menguras stamina ditengah kondisi Jakarta yang sedang kedatangan tamu hujan dan lung-grain yang semakin menjadi-jadi karena dinginnya udara, seharusnya saya sudah tepar terkapar di tempat tidur.

Saat kebanyakan warga Jakarta sedang terlelap dalam tidur (dan mungkin ada yang bergelut dengan night activity), saya dan sejumlah penumpang harus menikmati sepinya bandara sebelum menjalani penerbangan malam kembali ke rumah. Penerbangan dini hari itu (22/12) benar-benar menjadi ajang tidur sepanjang perjalanan. Beruntung maskapai penerbangannya menyediakan dua kali late-dinner sehingga perut kosong bisa segera terisi. Selesai makan, lelah yang mencapai puncak menjadikan mata semakin tak kuasa untuk tak terpejam. Sketsa ruang ujian, lembaran kertas tugas yang berserakan di jalan raya, dan layar komputer yang mengetik sendiri mengisi ruang mimpi dini hari itu. What a fatigue.
---
“Bapak/Ibu yang terhormat, selamat datang di Ambon. Waktu setempat menunjukan pukul 08.30 WIT. Dalam waktu beberapa saat lagi, kita akan segera mendarat di Bandar Udara Pattimura”

Pengumuman singkat dari ruang kokpit membangunkan 100-an lebih penumpang yang kebanyakan sedang terlelap. Terlelap dalam tidur yang melintasi pulau dan laut. Kami take-off dalam keadaan langit gelap pekat, dan sekarang akan mendarat dalam keadaan langit cerah. Di depan kami, Teluk Ambon dengan kombinasi hijau pepohonan dan biru laut yang cantik seakan menyambut kami dengan menyapa “Selamat Pagi”. Dari udara, kami dapat melihat laut yang begitu tenang didalam  pelukan teluk yang menyerupai huruf “U”. Laut dan gunung seakan tak berjarak, akrab bersahabat dalam persaingan untuk mempertontonkan keindahan. Masjid dan Gereja ditengah deretan perumahan warga, terlihat akur menandakan persaudaraan orang basudara yang 14 tahun lalu sempat terusik ketenangannya.

Perjalanan pulang biasanya selalu menyuguhkan menu kemacetan dan kotornya udara akibat gas buang dari kendaraan bermotor. Tapi perjalanan pulang ke rumah kali ini menyajikan hidangan yang tidak biasa. Disebelah kanan, laut teluk dalam yang tenang dengan beberapa buah kapal yang sedang berlayar. Sedangkan di sebelah kiri adalah perumahan penduduk dengan latar deretan pegunungan hijau.  Pengalaman yang sama pernah saya cicipi ketika berada di Padang, Manado dan Jayapura. Tidak akan pernah bisa menemukan hal ini di Jakarta.

Terakhir kali saya menikmati pemandangan ini (baik dari udara maupun melalui perjalanan darat) adalah 9 bulan yang lalu. Dan sekarang seakan mengalami de javu, mata pun kembali disuguhkan dengan an amazing-beautiful-scenery  of an amazing-beautiful-island.
Long time no see, good to see you again Ambon J.
Welcome holidays!!

Thursday, 13 December 2012

Hancock

Saat pertama kali tayang di bioskop Indonesia, saya sudah tertarik untuk segera menonton film ini bersama seorang teman. Penasaran dengan poster dan judulnya, akhirnya yang saya temukan adalah sebuah pilihan cerita yang sangat menarik. Bahkan film ini sudah beberapa kali tayang di televisi. Seperti malam ini, Trans TV kembali menayangkan film ini untuk kesekian kalinya.

Apa yang membuat cerita di film ini menjadi begitu menarik?
Film tentang manusia berkekuatan super dan abadi yang bernama John Hancock ini menggabungkan cerita action, comedy dan drama dalam satu tontonan yang menarik. Dalam petualangannya melawan kejahatan di bawah bimbingan Ray Embrey, Hancock mengalami perubahan dari seorang pria dengan kekuatan super yang tidak tahu tujuan hidupnya, menjadi seorang super-hero yang sangat dicintai warga Los Angeles karena jasa-jasanya dalam memberantas kejahatan di kota itu.

Pertemuan Hancock dengan istri Ray Embrey, Mary, akhirnya membuka tabir identitas dan sejarah kehidupan Hancock. Mary Embrey ternyata adalah istri Hancock yang telah terpisah selama 80 tahun. Sebuah kecelakaan yang terjadi saat Hancock mencoba untuk menyelamatkan istrinya saat itu menjadikan Hancock mengalami luka yang membuatnya lupa akan masa lalunya, termasuk lupa tentang Mary.

Pertemuan antara kedua suami istri ini ternyata justru membawa permasalahan baru. Hancock dan Mary adalah dua "spesies" terakhir dari kaum super-hero-abadi yang pernah hidup di Bumi. Ketika seorang pria dari kaum ini bertemu dengan wanita yang menjadi takdirnya, maka mereka berdua akan kehilangan kekuatannya, kehilangan keabadiannya. Mereka akan menjadi manusia dan kemudian meninggal sebagaimana layaknya manusia biasa.  Perjumpaan dalam cinta yang berakhir dengan kehilangan kekuatan super inilah yang membuat sedikit demi sedikit "kaum Hancock" berkurang jumlahnya dan hampir punah dengan menyisakan pasangan terakhir, Hancock dan Mary.

 Plot cerita kemudian berlanjut ke bagian klimaks ketika Hancock mulai kehilangan kekuatannya dan harus terbaring di rumah sakit karena mengalami luka tembak ketika mencegah perampokan di sebuah mini market. Di saat yang sama, datang sekelompok penjahat yang hendak membalas dendam kepada Hancock karena telah dijebloskan ke penjara oleh dirinya. Pertempuran antara Hancock dengan kawanan penjahat berakhir dengan adegan dimana Hancock dan Mary sama-sama meregang nyawa karena mengalami luka tembak yang cukup parah. Disinilah dilema itu mulai dirasakan oleh Hancock. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka berdua adalah, Hancock harus pergi sejauh mungkin agar nyawa mereka berdua dapat terselamatkan. Tapi resikonya, Hancock harus meninggalkan belahan jiwanya yang baru saja dia temui. Wanita yang ternyata pernah dan tetap dicintainya jauh di dalam lubuk hatinya.

Hancock pun mengambil keputusan terberat itu. Dengan sisa tenaganya, Hancock berupaya untuk melangkah dan kemudian terbang meninggalkan rumah sakit. Seiring dengan langkah gontai dan loncatan lemah yang dilakukan Hancock untuk menjauh dari rumah sakit, kekuatan kedua insan yang sedang sekarat itu kembali pulih. Dan akhirnya dengan sekali lompatan terbaiknya, Hancock terbang ke arah langit bersamaan dengan pulihnya kesadaran Mary di rumah sakit.

Ending-nya, Mary kembali pulih dan berkumpul lagi dengan keluarga kecilnya. Bersama Ray dan anak laki-lakinya. Sedangkan Hancock tetap menjalin komunikasi dengan Ray dari jarak jauh, sambil tetap menjalankan tugasnya untuk memberantas kejahatan di kota Los Angeles.

Bagi kebanyakan orang ini adalah akhir yang bahagia, a happy ending story.
Tapi bagi saya, tidaklah demikian bagi seorang Hancock.

Takdir seakan kejam baginya.
Takdir mempertemukan dia dengan pujaan hatinya. Orang yang paling tepat untuk mendampingi hidupnya. Awalnya dia mengira Mary hanyalah orang yang baru saja dia kenal, namun ternyata mereka telah saling "mengenal" ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Takdir meyakinkan dia bahwa Mary lah cinta sejatinya, Mary lah orang yang paling mengerti dirinya.
Hanya Mary yang dia butuhkan untuk menjalani kehidupannya.
Tapi takdir juga yang kemudian memisahkan mereka. Ketika mereka bersama justru keduanya akan saling melemahkan sebelum akhirnya dijemput kematian.
Sebelum pertempuran dengan tiga orang penjahat di rumah sakit, Mary sempat berkata kepada Hancock yang sedang terbaring lemah di tempat tidurnya.

"Kamu harus meninggalkanku jika ingin kita berdua selamat"

Kalimat yang pastinya menyayat hati Hancock.
Hancock pun akhirnya harus merelakan pujaan hatinya kepada Ray.
Meskipun akhirnya Hancock tetap menjadi pahlawan masyarakat Los Angeles, namun dia harus menjalani kehidupannya seorang diri.
Hancock harus melepaskan "bagian dari dirinya yang paling dia cintai" dan menyerahkan bagian dirinya yang lain untuk menjamin kehidupan orang lain. Yang menjadi bagian Hancock hanyalah, kesendirian.

Is this a happy ending story?
I don't think so, It is a dramatic ending.

Tuesday, 11 December 2012

Aku Pamit

Dalam lelah dan sedih yang bercampur menjadi satu, Dewi merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidurnya. Suara ketukan pintu dari sang bunda tak digubris. Bahkan sapaan "Hi kak, apa kabar?" dari adiknya sama sekali tidak direspon. Yang ingin dia lakukan saat itu hanyalah berbaring dan membiarkan tubuh dan pikirannya beristirahat.

Pandangannya menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya yang berwarna biru berhiaskan gantungan kupu-kupu kertas warna warni. Mendung sore itu seakan bersimpati terhadap suasana hati gadis berumur 20 tahun itu. Langit seakan mengerti dan paham akan apa yang dia rasakan. Kelabu. Itulah warna hatinya saat ini.

"Kamu kenapa sih selalu begitu?"

Kalimat itu masih terngiang di telinganya. Bergaung di dalam relung hatinya. Bagi Alex, kalimat itu mungkin hanyalah kalimat biasa dari seseorang yang merasa terganggu. Tapi tidak bagi Dewi. Deretan kata-kata yang terucap dari mulut pujaan hatinya itu seolah datang dalam wujud pisau yang menghujam hatinya yang sedang dipenuhi cinta dan sayang.

Dewi hanya mencoba meluapkan perasaannya yang seolah sudah tak terbendung lagi. Cintanya kepada Alex telah memenuhi semua rongga tubuhnya. Pandangannya hanya mampu melihat Alex sebagai pria impiannya. Telinganya hanya mampu mendengar nyanyian cinta bagi pria itu. Seluruh bagian hidupnya telah diisi oleh rasa sayang yang menggebu kepada sang arjuna.

Tergila-gila..
Mungkin itu lah kata yang tepat yang bisa menggambarkan perasaan Dewi kepada Alex, pria yang baru saja berteman dengannya tapi rasanya seperti mereka telah saling mengenal dalam waktu yang cukup lama.
Hanya Alex yang dia inginkan..
Hanya Alex yang dia butuhkan..
Hanya Alex yang bisa menggenapi kehidupannya..
Hanya Alex yang bisa membantunya meraih setiap impiannya..
Baginya, Alex mungkin bukan pria yang sempurna, tapi Dewi sanggup dan bersedia untuk menyerahkan semua yang ada didalam hidupnya bila itu menjadi syarat untuk menjadikan Alex sebagai Raja di kehidupannya.

Tapi kata-kata itu... "Kamu kenapa sih selalu begitu?"

Telah menghancurkan harapannya. Membuyarkan semua mimpi-mimpi indahnya.
Alex merasa terganggu dengan apa yang dia lakukan.
Alex seakan bosan dengan perilaku berulang yang selalu Dewi tampilkan di depan matanya.

"Aku minta maaf klo itu mengganggumu"

Hanya itu yang mampu Dewi ucapkan sebagai jawaban atas respon negatif yang dia peroleh.
Wajahnya mencoba tegar saat mengucapkan kalimat itu.
Tapi tangisan di hatinya tak mampu terbendung lagi.
Hatinya sudah terlanjur terluka.
Pohon cinta yang tumbuh di dalam hatinya seolah telah membuahkan rasa benci.
Sakit hati. Itu yang Dewi rasakan.

Lamunannya terus membawanya terbang jauh.
Meninggalkan tubuhnya yang seolah tak mau lagi berpindah dari tempat tidur berhias pernak-pernik pink itu.
Mengingatkan dia kepada pesan kakeknya, 2 bulan sebelum kakeknya pergi meninggalkan Dewi dan orang tuanya untuk selama-lamanya.

"Jangan pernah biarkan dirimu disakiti oleh seorang pria. Kamu memang wanita. Tapi bukan berarti kamu tidak bisa sekuat pria. Bila ada yang menolakmu atau meninggalkanmu artinya Tuhan sedang menunjukan bahwa dia tidak pantas untukmu. Kamu boleh bersedih, tapi jangan berlama-lama dalam kesedihanmu. Segera bangkit dari kesedihanmu. Tinggalkan dia yang meninggalkanmu. Bangun hidupmu yang baru semegah mungkin. Lalu pada saat yang tepat, temukan kembali pria itu dan tunjukan kepadanya bahwa dia telah mengambil keputusan yang salah."

Pesan lama itu kembali menguatkan hatinya. Air mata pun menetes dari kedua matanya.
Air mata yang segera membasuh luka dihati sekaligus mengaliri jiwanya yang sempat mengering karena sakit hati.

"Aku pamit dari hidupmu Lex. Aku tidak akan mengusik kedamaianmu lagi. Aku akan kejar mimpi-mimpiku. Tapi suatu hari nanti aku akan menemuimu, dan akan aku tunjukan bahwa aku bisa membangun hidupku sendiri meskipun tanpa cinta darimu", janji Dewi didalam hatinya.



Saturday, 8 December 2012

Diklat Jurnalistik 2

MEMPERTANYAKAN KEBIJAKAN ANGGARAN PEMERINTAH

JAKARTA, TEK – Tuntutan terhadap adanya kebijakan pemerintah yang pro rakyat saat ini terus berkembang. Masyarakat menuntut agar pemerintah dalam mengalokasikan anggaran lebih berfokus pada kepentingan masyarakat kelas bawah yang lebih membutuhkan. Sinyalemen ini ditandai dengan adanya berbagai kegiatan unjuk rasa yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, khususnya para mahasiswa. Pertanyaan yang kemudian berkembang adalah, benarkah pemerintah telah mengeluarkan kebijakan anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat?

Data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011 dan APBN-P 2012 khususnya pada 4 jenis belanja (Belanja Pegawai, Belanja Modal, Subsidi dan Bantuan Sosial) menunjukan bahwa komponen belanja Subsidi dan Bantuan Sosial memiliki porsi yang cukup besar dibanding 2 kelompok belanja lainnya. Porsi Subsidi dan Bantuan Sosial pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing adalah 55,5% dan 44,1% dari total belanja pemerintah. Dengan presentase Subsidi dan Bantuan Sosial yang cukup besar tentunya pihak yang paling diuntungkan adalah masyarakat. Hal ini dikarenakan penyaluran kedua jenis belanja ini ditujukan untuk langsung dapat menggerakan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. RAPBN 2013 yang sudah diumumkan oleh pemerintah pun tetap berusaha “menjaga kestabilan” presentase Subsidi dan Bantuan Sosial pada level 46%, dengan nilai nominal masing-masing Rp316.097,5 Milyar untuk Subsidi dan Rp59.039,3 Milyar untuk Bantuan Sosial.

Fakta diatas tentunya dapat menjawab keraguan masyarakat atas kebijakan anggaran pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat. Namun pertanyaan yang lebih penting adalah, apakah kebijakan anggaran ini berdampak positif bagi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang? Nota Keuangan dan APBN-P 2012 menunjukan adanya peningkatan pada komponen Cicilan Hutang, Defisit ABPN dan Penarikan Pinjaman selama periode 2008-2012. Cicilan Hutang tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 45,8% dari Rp198,65 Trilyun pada tahun 2008 menjadi Rp289,71 Trilyun atau naik 21,5% bila dibandingkan dengan periode sebelumnya di tahun 2011. Defisit APBN (selisih negatif antara Pendapatan dan Belanja Pemerintah) terus membengkak dari Rp4,12 Trilyun di tahun 2008 menjadi Rp190,11 Trilyun di tahun 2012. Disisi lain, penarikan pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah meningkat sebesar 63,2% sejak tahun 2008 menjadi Rp319,06 Trilyun di tahun 2012.

Data ini memperlihatkan bahwa dana pinjaman yang diperoleh pemerintah digunakan untuk membiayai cicilan hutang dan menutupi defisit APBN. Dengan kata lain hanya sebagian kecil dari dana pinjaman luar negeri yang dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek investasi. Kemampuan pemerintah untuk berinvestasi semakin berkurang dengan kecilnya porsi anggaran yang disediakan untuk Belanja Modal. Porsi belanja modal terhadap total 4 kelompok belanja pada APBN 2011, 2012 dan 2013 berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat hanyalah sebesar 17,8%, 24,8% dan 24,4%. Dalam jangka panjang, pemerintah akan semakin sulit untuk melakukan investasi melalui instrumen belanja modal sehingga akan bermuara pada melemahnya pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi kembali struktur anggaran yang selama ini digunakan. Kebijakan anggaran pemerintah memang telah berpihak kepada rakyat bawah tapi tidak berpihak pada ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Porsi Belanja Subsidi dan Bantuan Sosial sebaiknya dikurangi dan dialihkan kepada Belanja Modal yang memiliki efek multiplier yang lebih besar terhadap perekonomian. Dengan struktur anggaran yang lebih menitikberatkan pada Belanja Modal, maka kemampuan pemerintah untuk menggerakan perekonomian dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan semakin besar.

Diklat Jurnalistik 1


Ketika blog ini dibuat, keinginan saya untuk belajar menulis sedang berada pada puncaknya. Rasanya banyak sekali pemikiran yang ingin saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Hasilnya, dalam waktu sebulan, 10 tulisan telah saya publish di blog ini. Saya cukup puas karena blog ini benar-benar bisa menjadi media bagi saya untuk membiasakan diri dalam menulis. Selain itu, dokumentasi tulisan di blog ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi saya untuk terus meningkatkan kualitas tulisan sebagaimana tujuan awal yang saya tuangkan dalam tulisan “Agen Saturnus”.

Keinginan untuk menulis semakin menguat ketika ada tawaran dari salah satu unit eselon I di kantor untuk mengikuti Pelatihan Teknik Survei, Analisis dan Jurnalistik. Materi Teknik Survei dan Analisis yang saya peroleh selama pelatihan ini ternyata lebih banyak berbicara tentang Makroekonomi, Mikroekonomi dan Ekonometrika. Sama persis dengan materi kuliah yang saat ini sedang saya pelajari. Bahkan pendekatannya lebih implementatif dibanding pendekatan teoritis yang selama ini saya pelajari selama perkuliahan. Jadi meskipun harus meninggalkan kuliah selama mengikuti pelatihan ini, saya justru dapat memperoleh pengganti materi kuliah. Salah satu pesan pembicara dari Bank Indonesia yang sangat berkesan bagi saya adalah:

“tidak selamanya model-model ekonomi yang kita pelajari di bangku kuliah dapat begitu saja diimplementasikan di perekonomian Indonesia. Kita harus mendasari analisis kita atas kondisi ekonomi Indonesia berdasarkan karakteristik yang ada di negara ini. Masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain. Jadikan model dan teori yang kita pelajari sebagai acuan bukan sebagai hukum yang pasti”

Saya juga memperoleh ilmu baru dalam dunia jurnalistik. Dari pelatihan ini saya pun dapat belajar bagaimana cara menulis yang sesuai dengan pakem jurnalistik. Kebebasan menulis di blog yang selama ini saya rasakan, ternyata sangat dibatasi dalam dunia jurnalistik. Dunia jurnalistik mengharuskan setiap kuli tinta untuk tetap berada dalam batasan: esensi berita, keterbatasan halaman dan teknik penulisan. Intinya banyak hal baru tentang menulis yang saya peroleh selama pelatihan ini. Dua buah tulisan berikut ini adalah tulisan saya yang merupakan bagian dari penugasan selama pelatihan.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

PELATIHAN TEKNIK SURVEI, ANALISIS DAN JURNALISTIK
DI LINGKUNGAN 
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

                           
JAKARTA, TKE- Kebenaran merupakan aspek utama yang harus dijunjung tinggi dalam setiap penyajian berita oleh wartawan, baik di media cetak, media elektronik maupun media online lainnya. Dalam dunia jurnalistik, proses edukasi masyarakat merupakan faktor utama yang harus dijadikan dasar dalam menentukan berita yang akan disampaikan kepada publik. Hal ini disampaikan oleh Hidayat Gunadi, Redaktur Pelaksana Majalah Gatra, dalam acara Pelatihan Teknik Survei, Analisis dan Jurnalistik Ekonomi di Hotel Mercure Ancol, Kamis (6/12).

Pelatihan ini diadakan oleh Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 5-7 Desember 2012. Peserta pelatihan berasal dari perwakilan masing-masing kedeputian di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain Redaktur Pelaksana Majalah Gatra, narasumber dalam pelatihan ini juga berasal dari Bank Indonesia, Asian Development Bank dan Bank Dunia

Kepala Bidang Analisis Kebijakan Moneter, Raden Edi Prio Pambudi, dalam sambutannya menyatakan bahwa pendanaan kegiatan ini bersumber dari dana hibah World Bank. “Pelatihan diadakan untuk meningkatkan kemampuan pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam bidang survei, analisis dan jurnalistik ekonomi, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam Tim Buletin Tinjauan Ekonomi dan Keuangan” lanjut Pambudi.

Pambudi menjelaskan bahwa Buletin Tinjauan Ekonomi dan Keuangan merupakan buletin bulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan yang berisi ulasan mengenai kondisi terkini perekonomian Indonesia.  Konsumen buletin ini adalah para pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala BAPPEDA dan Kepala Daerah di tingkat propinsi dan kabupaten. “Melalui pelatihan  selama 3 hari ini, diharapkan kontribusi tulisan dalam buletin Tinjauan Ekonomi dan Keuangan tidak hanya berasal dari tim di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, tapi juga ada sumbangan pemikiran dari rekan-rekan di kedeputian lain”, tutup Pambudi mengakhiri sambutannya.

Sunday, 2 December 2012

Your name is what you did

"Flight Attendants, landing position"

Suara pilot dari ruang kabin terdengar dari pengeras suara menandakan bahwa tidak lama lagi pesawat yang saya tumpangi akan segera mendarat. Tak lama kemudian suara mesin terdengar menderu mengiringi pesawat yang bergerak menuju runway. Pendaratan kali ini tidak terlalu mulus, suara benturan keras terdengar ketika roda pesawat menghantam kerasnya aspal landasan. Segera setelah turun dari pesawat para penumpang sudah ditunggu oleh dua bus bandara yang telah siap untuk mengangkut penumpang dari area parkir pesawat ke terminal kedatangan. Tulisan "Selamat Datang di Bumi Khatulistiwa" tercetak jelas di pintu masuk, menyambut setiap penumpang yang sibuk dengan bawaannya masing-masing.

Segera saya mencari petugas hotel yang telah menunggu untuk menjemput saya di bandara. Setelah menengok ke kanan dan kiri, pandangan saya lalu terarah ke seorang pria yang berdiri dengan papan nama berlogo Orchardz Hotel. Namun yang menarik perhatian saya adalah sebuah nama yang tercetak di bawah logo hotel  itu. Mr. ENNO. Saya tersenyum geli sambil tertawa di dalam hati.

Ini bukan kali pertama saya diberikan nama baru oleh orang lain. Nama saya yang terdiri dari 1 huruf vokal dan 3 huruf konsonan memang seringkali memberikan kesulitan bagi setiap orang yang baru pertama kali membaca penulisan nama itu. Itulah yang terjadi dengan "Mr. ENNO". Tampaknya pihak marketing hotel merasa kesulitan untuk mengeja "ERNS" sehingga mereka memilih bagian yang paling mudah, 4 huruf terakhir dari marga saya yang jauh lebih mudah untuk diucapkan, "ENNO". Hahahahaha....

Saya kemudian teringat pada masa sekolah dulu. Adalah sebuah kebiasaan bagi setiap guru yang baru pertama kali mengajar di kelas untuk membacakan nama-nama siswa di daftar absen dalam rangka perkenalan. Setiap kali giliran untuk nama saya dipanggil tiba, para pengajar tersebut akan berhenti beberapa detik, melotot ke daftar absen, baru kemudian menyebutkan nama saya sesuai dengan penafsiran mereka. Beberapa variasi pelafalan pun muncul: ernes, erna, erni, ernis, bahkan ada yang menyerah dan hanya menyebut fam (marga) saya, Saptenno. Bahkan sampai kuliah pun hal ini masih terus saya alami. Setiap kali salah pronounciation  tersebut terjadi, saya harus bersiap-siap untuk memberikan klarifikasi bagi para pengajar. (",)

Bulan Juli yang lalu saya berkesempatan untuk mengikuti seminar tentang Economic Growth Mode on Developing Countries di Cina selama 3 minggu. Di seminar inilah saya berkesempatan untuk bertemu dengan teman-teman PNS yang berasal dari 15 negara berkembang di dunia. Pengalaman selama bersekolah itu pun saya temukan disana. Teman-teman saya selama mengikuti seminar tersebut akan bertanya "How should we call you?" setelah mereka membaca name tag atau papan nama saya di meja. Beberapa orang teman bisa menyebutkan nama saya dengan benar, namun sebagian besar agak kesulitan sehingga mereka memilih memberikan panggilan tersendiri untuk saya. Teman dari Pakistan  memanggil saya Mr. Indonesia. Teman dari Venezuela memilih memanggil saya Aaron dengan gaya British. Teman dari Cina (EO), Mesir, Papua New Guinea, Seychelles dan Ghana mem-pronounce nama saya Earns. Lain lagi teman dari Montenegro, mereka memanggil saya Louis karena menurut mereka saya mirip Louis Hamilton Hahahaha. Hanya teman-teman dari Vietnam dan Grenada yang bisa menyebut nama saya dengan benar.

Orang tua saya memberikan nama "1 vokal 3 konsonan" itu dengan pelafalan "ERENS". Agak unik dan aneh memang :) tapi saya berterima kasih kepada mereka karena telah memberikan nama itu. Setidaknya mereka telah memberikan saya sebuah nama (",), they gave me an identity. 

Berbicara tentang nama, seorang teman saya dari Palestina pernah berkata seperti ini:
"Erns, you know....It does not matter how good your name is, or how bad it is. 
But people will remember your name for what you have done. 
When you did good, you will be known as a good person. When you did bad, you will be remembered as a bad person."

Ada benarnya juga kata-katanya itu.

Saya tidak pernah tahu siapa itu Ahmad Fuadi sebelumnya. Tapi setelah membaca karyanya dalam "5 Menara" dan "Ranah 3 Warna" saya kemudian mengenalnya sebagai:
Anak yang sangat berbakti kepada orang tua.
Sahabat yang loyal terhadap teman-temannya (dalam hal yang positif).
Pekerja keras yang pantang menyerah dalam meraih mimpi-mimpinya.
Penerima 8 beasiswa internasional.
Menguasai 3 bahasa asing: Inggris, Arab dan Perancis.
Kemampuan dan teknik menulisnya luar biasa.
Peduli terhadap sesama dengan Komunitas Menaranya.
In short, Ahmad Fuadi has a good name because he already did good things.

----

Whatever your name is
When you did good, you will be known as a good person. 
When you did bad, you will be remembered as a bad person.