Friday, 2 May 2014

Peran Elemen Kelembagaan Dalam Perencanaan Perdagangan Luar Negeri

Dalam perekonomian sebuah negara, perdagangan luar negeri merupakan pilihan atau strategi ekonomi yang cukup ampuh dalam konteks upaya perluasan pasar dan peningkatan kinerja perekonomian. Kompetisi di dalam arena perdagangan internasional mengharuskan setiap negara untuk secara bijak dapat mengatur dan mengendalikan kegiatan ekspor dan impor sehingga dapat menikmati keuntungan yang maksimal dari tindakan ekonomi tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2012 sampai dengan akhir tahun 2013, neraca perdagangan Indonesia lebih sering berada di dalam kondisi defisit. Surplus neraca perdagangan kembali diraih pada bulan Oktober 2013 dan tetap bertahan sampai dengan Desember 2013, sebelum kemudian terkoreksi pada bulan Januari 2014 dengan angka defisit sebesar US$ 430 juta. Angka defisit neraca perdagangan Januari 2014 tersebut sebenarnya masih memiliki “kabar positif” dikarenakan defisit tersebut dihasilkan oleh defisit neraca migas sebesar US$ 1,06 miliar dan surplus neraca non migas sebesar US$ 630 juta. Artinya, sektor non migas Indonesia pada dasarnya masih memiliki prestasi positif. Namun melihat tingginya kebutuhan konsumsi BBM domestik yang tidak diimbangi dengan perbaikan lifting minyak Indonesia (outlook APBN 2014 804 juta bpd, masih lebih rendah dari target APBN 2014 sebesar 870 juta bpd), maka satu-satunya jalan keluar untuk memperbaiki rapor merah neraca perdagangan adalah melalui peningkatan kinerja perdagangan sektor non migas.
Meskipun pada bulan Januari 2014 telah terjadi penurunan impor sebesar 3,5% yoy, namun penurunan tersebut tidak berdampak positif terhadap neraca perdagangan karena disaat yang sama, ekspor Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 5,8% yoy. Penurunan ekspor yang lebih besar dari pengurangan impor mengakibatkan terjadinya defisit pada neraca perdagangan. Hasilnya, cadangan devisa harus kembali dikuras untuk menutup defisit tersebut. Permasalahan ini tentunya harus segera ditemukan solusinya agar tidak semakin berdampak negatif terhadap perekonomian dalam negeri.
Dalam tulisannya pada sebuah media massa, Prasetyantoko (pengajar pada Universitas Unika Atma Jaya Jakarta) berpendapat bahwa setidaknya ada dua elemen pokok yang harus ditata dalam kaitannya dengan usaha perbaikan kinerja perdagangan luar negeri Indonesia, yakni elemen kelembagaan dan elemen kebijakan teknis. Elemen kelembagaan sendiri memiliki peran yang cukup strategis karena berkaitan dengan faktor kepemimpinan, koordinasi dan kompetensi.
Pendapat Prasetyantoko tentang pentingnya elemen kelembagaan tersebut sejalan dengan temuan Hall dan Jones dalam sebuah penelitian di tahun 1999 yang berjudul “Why Do Some Countries Produce So Much More Output Per Worker Then Others”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa social infrastructure adalah faktor utama yang dapat menjelaskan perbedaan kinerja perekonomian antar negara yang diukur melalui faktor output per worker. Hall dan Jones selanjutnya mendefinisikan social infrastructure sebagai: the institutions and government policies that provide incentives for individuals and firms in an economy. Those incentives can encourage productive activities such as the accumulation of skills or the development of new goods and production techniques, or those incentives can encourage predatory behaviour such as rent-seeking, corruption, and theft” (hal. 95).
Pentingnya peran institusi atau kelembagaan bagi perekonomian Indonesia juga telah ditunjukan melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gultom pada tahun 2012. Penelitian yang berjudul “Desentralisasi, Perkembangan Investasi dan Iklim Usaha Daerah” tersebut menyimpulkan bahwa iklim usaha berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan rasio investasi terhadap pendapatan daerah pasca pelaksanaan desentralisasi. Daerah  yang memiliki iklim investasi yang “sejuk” berpeluang lebih besar untuk memperoleh arus investasi yang lebih besar. Iklim investasi tersebut tentunya sangat ditentukan oleh faktor social infrastructure/institusi/kelembagaan dari daerah itu sendiri. Rangkuman atas beberapa pendapat tentang pentingnya elemen kelembagaan tersebut dapat dilihat dalam sebuah kerangka pikir di bawah ini.


Berdasarkan kerangka pikir tersebut, setidaknya terdapat 5 elemen utama yang berperan dalam aktivitas perdagangan luar negeri, yaitu elemen kelembagaan, elemen regulasi, elemen pelaku utama, elemen aktivitas dan elemen tujuan. Elemen kelembagaan akan menjadi dasar atau fondasi bagi diterbitkannya regulasi dan berbagai sistem perdagangan untuk memfasilitasi aktivitas perdagangan. Regulasi dan sistem perdagangan tersebut akan menjadi acuan bagi pemerintah untuk melakukan pengendalian terhadap transaksi ekspor impor sekaligus menjadi panduan bagi eksportir, importir dan mitra dagang di negara lain untuk melaksanakan aktivitas perdagangan. Pemerintah selaku regulator selanjutnya akan melaksanakan proses koordinasi baik antar instansi pemerintah maupun antar pemerintah dengan pelaku ekspor impor (eksportir, importir dan mitra dagang) untuk memastikan setiap transaksi telah dilaksanakan sesuai dengan regulasi atau kebijakan yang telah ditetapkan. Dari proses tersebut tentunya diharapkan Indonesia dapat menikmati keuntungan berupa surplus neraca perdagangan.
Tahapan perencanaan perdagangan luar negeri sendiri berada pada elemen regulasi dan sistem perdagangan. Selain regulasi (misalnya: UU Perdagangan, Peraturan Menteri Perdagangan tentang Tata Cara Ekspor Impor, Permendag tentang Larangan dan Pembatasan Ekspor dan Impor, dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk Impor) dan sistem perdagangan (misalnya: sistem transportasi ekspor impor, mekanisme pembayaran ekspor impor, dan tata cara bongkar muat di pelabuhan), pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan kementerian teknis terkait lainnya juga melakukan perencanaan kebutuhan ekspor impor. Sebagai contoh, dalam perencanaan ekspor impor komoditas pertanian: 1) Kementerian Pertanian akan menetapkan jumlah produksi komoditas pertanian dan kebutuhan dalam negeri akan komoditas pertanian tersebut, 2) Kementerian Perindustrian akan menentukan berapa jumlah bahan baku industri dalam negeri yang berasal dari komoditas pertanian, 3) Kementerian Perdagangan berdasarkan rekomendasi dari kementerian teknis terkait akan menentukan berapa jumlah komoditas pertanian yang diekspor ke pasar internasional dan berapa jumlah komoditas pertanian yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat atau industri dalam negeri (bahan baku).
Dalam skema diatas, elemen kelembagaan sebagai faktor yang paling menentukan, harus dilihat dalam sudut pandang yang lebih luas. Kelembagaan tidak hanya diartikan sebagai pemerintah atau organisasi atau institusi yang bertanggung jawab dalam kegiatan perdagangan luar negeri, namun kelembagaan harus dipahami sebagai sebuah ekosistem yang mewadahi terjadinya kegiatan perdagangan luar negeri tersebut.
Faktor kepemimpinan dapat diterjemahkan sebagai arah kebijakan pembangunan ekonomi khususnya arah kebijakan perdagangan luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam era pemerintahan pasca reformasi, arah kebijakan tersebut dapat ditemukan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (yang masih berlaku: RPJP 2005-2025) yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman di dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (yang masih berlaku: RPJMN 2010-2014) untuk periode lima tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah untuk jangka waktu satu tahun. Dokumen perencanaan nasional tersebut selanjutnya akan menjadi landasan bagi Kementerian Perdagangan selaku kementerian yang bertugas menangani urusan pemerintahan di bidang perdagangan, untuk merumuskan arah kebijakan perdagangan dalam bentuk Rencana Strategis (yang masih berlaku: Renstra 2010-2014) dan Rencana Kerja Kementerian Perdagangan. Renstra dan Renja inilah yang selanjutnya akan menentukan arah kebijakan perdagangan luar negeri yang dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan.
Uraian diatas memperlihatkan posisi strategis dan keterkaitan antara RPJP yang menjadi dasar bagi keseluruhan arah pembangunan nasional dalam kurun waktu 20 tahun dengan kebijakan perdagangan luar negeri di level teknis yang dijalankan oleh Kementerian Perdagangan. Singkatnya, ketika salah menentukan RPJP, maka seluruh kebijakan pembangunan termasuk kebijakan perdagangan luar negeri tidak akan mencapai sasaran yang maksimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Faktor kepemimpinan dalam perdagangan luar negeri juga berbicara tentang paradigma yang melandasi kebijakan perdagangan. Sebagai contoh, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang baru saja diterbitkan pada tanggal 11 Maret 2014 dapat digunakan untuk menjelaskan pentingnya paradigma tersebut. Disatu sisi, penerbitan regulasi tersebut patut diapresiasi karena UU tersebut memperlihatkan komitmen pemerintah yang sangat pro pemberdayaan ekonomi dalam negeri. Namun disisi lain, komitmen pemerintah di dalam kerangka perdagangan internasional menjadi patut dipertanyakan karena UU tersebut tidak memasukan UU No 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) sebagai salah satu bahan pertimbangan hukum. UU No 7 Tahun 2014 pun tidak secara spesifik mengatur mengenai pencabutan UU No 7 Tahun 1994 yang merupakan bukti ratifikasi atau pengakuan Indonesia terhadap GATT/WTO. Dengan demikian, paradigma perdagangan luar negeri Indonesia menjadi “kurang tegas”, apakah akan tetap berada di dalam liberalisasi perdagangan atau akan semakin mengutamakan upaya peningkatan daya saing ekonomi dalam negeri melalui proteksi kreatif non tarif sesuai semangat UU perdagangan yang baru. Ketidaktegasan prinsip atau paradigma ini tentunya berpotensi menimbulkan keraguan dari sesama kolega di ranah perdagangan internasional dan tentunya akan berdampak kontraproduktif terhadap perencanaan perdagangan luar negeri Indonesia.
Faktor kedua dari elemen kelembagaan yang turut memiliki peran strategis adalah faktor koordinasi. Faktor koordinasi sangat menentukan sejak awal perencanaan perdagangan luar negeri. Penyusunan RPJP, RPJM dan RKP menuntut adanya koordinasi antara pihak eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPR) serta pengawasan dalam tataran implementasi oleh yudikatif (Kejaksaan dan Mahkamah Agung). Koordinasi juga dibutuhkan dalam kaitan dengan harmonisasi peraturan perdagangan baik di antar kementerian di pemerintah pusat maupun antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Tumpang tindih antar peraturan atau regulasi yang tidak memberikan insentif terhadap kegiatan perdagangan tentunya tidak akan memberikan ekosistem yang sehat bagi tumbuhnya aktivitas perekonomian.
Dalam tubuh pemerintah, koordinasi antar kementerian teknis dibutuhkan sejak tahapan perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahapan monitoring dan evaluasi pelaksanaan perdagangan luar negeri. Perencanaan impor komoditas daging sapi dapat digunakan untuk memberikan gambaran proses koordinasi tersebut. Setiap awal tahun anggaran Kementerian Pertanian akan menetapkan prognosa kebutuhan daging sapi dalam negeri yang berisi informasi tentang proyeksi kebutuhan dan produksi selama 1 tahun serta stok daging sapi tahun sebelumnya. Kementerian Perindustrian selanjutnya menentukan kebutuhan daging sapi sebagai bahan baku bagi industri dalam negeri. Data-data tersebut akan dibawa kedalam rapat koordinasi antar kementerian yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rapat koordinasi tersebut kemudian akan memutuskan jumlah kebutuhan daging sapi yang akan dipasok melalui produksi dalam negeri maupun melalui mekanisme impor dari luar negeri. Berdasarkan hasil rakor di Kementerian Koordinator Bidang Perkekonomian dan rekomendasi impor dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan akan menerbitkan Surat Persetujuan Impor bagi para importir untuk melakukan importasi daging sapi. Proses impor tersebut akan secara berkala dimonitor dan dievaluasi oleh berbagai kementerian dan lembaga terkait, dengan tujuan untuk memastikan bahwa proses impor yang dilakukan oleh importir telah sesuai dengan kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Salah satu permasalahan koordinasi yang perlu dibenahi dalam kasus daging sapi tersebut adalah belum adanya kesatuan visi di dalam tubuh pemerintah (permasalahan ini juga ditemukan dalam sejumlah komoditas seperti kelompok tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura). Dalam berbagai kesempatan, perwakilan pemerintah seringkali menyatakan bahwa pemerintah sangat berkomitmen untuk mengurangi impor daging sapi dan berupaya untuk meningkatkan ekspor produk pengolahan daging sapi. Idealnya, pencapaian komitmen tersebut dapat dilaksanakan dalam bentuk peningkatan populasi dan produksi sapi dalam negeri melalui maksimalisasi sumber daya dan teknologi produksi oleh Kementerian Pertanian untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat dan kebutuhan bahan baku daging sapi bagi industri pengolahan, peningkatan penggunaan bahan baku industri yang berasal dari dalam negeri dan peningkatan nilai tambah ekspor produk berbahan baku daging sapi oleh Kementerian Pertanian, serta pengendalian transaksi ekspor dan impor oleh Kementerian Perdagangan. Namun dalam tataran implementasi, belum ada kesatuan persepsi dan komitmen di antara masing-masing kementerian. Kementerian Pertanian seakan tak mampu untuk meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri meskipun telah memperoleh kucuran APBN yang tidak sedikit. Kementerian Perindustrian semakin bergantung pada bahan baku impor dengan menggunakan alasan “ketidakmampuan produsen domestik untuk memenuhi standar kualitas bahan baku yang dikehendaki industri” sebagai pembenaran. Setali tiga uang, Kementerian Perdagangan pun menjadikan alasan “stabilitasi harga untuk mencegah inflasi” sebagai pertimbangan utama untuk mengijinkan importasi daging sapi. Hasilnya, komitmen penurunan impor daging sapi tidak pernah tercapai.
Faktor ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah kompetensi. Faktor kompetensi yang berkaitan dengan perencanaan perdagangan luar negeri adalah kompetensi regulator, kompetensi eksportir dan importir, kompetensi proses dan kompetensi komoditas. Kompetensi regulator berkaitan dengan kecakapan aparat pemerintah yang ditunjuk untuk mengatur, mengendalikan dan mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan perdagangan luar negeri. Kompetensi ini sangat ditentukan oleh proses perekrutan CPNS di masing-masing kementerian/lembaga sampai dengan tahapan penentuan pejabat yang akan menduduki jabatan tertentu. Kompetensi eksportir dan importir sangat ditentukan oleh proses verifikasi calon eksportir dan importir yang berada dalam domain Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian. Kompetensi proses sangat terkait erat dengan sistem perdagangan yang ditetapkan oleh pemerintah, karena efisiensi dan efektivitas sistem perdagangan tersebut sangat berkaitan erat dengan daya saing produk yang diperdagangkan.
Kompetensi terakhir yang memerlukan perhatian khusus adalah kompetensi komoditi atau produk yang ditentukan oleh aturan standarisasi dan sangat menentukan kualitas dari komoditas yang diekspor atau diimpor. Isu standarisasi produk merupakan salah satu “hambatan non tarif” yang saat ini digunakan oleh negara-negara Uni Eropa untuk membatasi masuknya komoditas perikanan dari Indonesia. Negara-negara Uni Eropa tersebut memanfaatkan lemahnya penangangan (handling process) komoditas perikanan oleh eksportir Indonesia untuk menciptakan hambatan perdagangan. Penetapan standarisasi penanganan komoditas ekspor bertaraf internasional (sesuai standar ISO) dapat menjadi solusi untuk peningkatan kompetensi komoditas.

Dengan demikian, dalam perencanaan perdagangan luar negeri, elemen kelembagaan tidak hanya berperan sebagai sebuah institusi atau kebijakan pemerintah. Dalam skala yang lebih luas, elemen kelembagaan berperan sebagai ekosistem yang mewadahi setiap tahapan perdagangan yang meliputi: penyusunan regulasi dan sistem perdagangan (termasuk didalamnya penentuan kebutuhan domestik dan penetapan alokasi ekspor impor), pelaksanaan transaksi perdagangan serta aktivitas monitoring dan evaluasi atau pengendalian perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah. Ekosistem atau kelembagaan yang sehat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan perdagangan luar negeri yang mengutamakan kepentingan nasional. Peranan faktor kepemimpinan, koordinasi dan kompetensi dalam perdagangan luar negeri sangat dibutuhkan, tidak hanya dalam hal pencapaian surplus perdagangan namun juga bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Friday, 28 March 2014

Bahagiamu yang lebih penting

Adakah yang tahu kemana ceria pergi?
Rasanya baru kemarin dia menyapa.
Adakah yang tahu kemana semangat menghilang?
Masih terasa gejolaknya yang menghentak raga untuk terus bergerak.
Kabur..
Hilang..
Seakan pandangan kehilangan fokus..
Kaki mendadak bingung untuk melangkah..
Lantas diri baru teringat..
Akan hati yang telah lama hancur..

---

Dimana ini? Kenapa tidak ada cahaya?
Pertanyaan itu terus diteriakan oleh Dinda di dalam hatinya. Susah rasanya untuk menggerakan mulutnya. Seakan telah lama terkunci, sehingga tak mampu untuk dibuka, apalagi berteriak. Udara dingin bertiup seketika. Menerpa wajah. Membelai kulit. Membuat wanita bermata indah tersebut spontan mengatup kelopak matanya dan mendekap tubuh dengan tangan. Menarik tubuhnya ke pojok ruangan. Ruangan yang sama sekali tak diketahui bentuknya.
"Dindaa..dimana kamu?", sebuah suara yang sangat dia kenal tiba-tiba terdengar memanggil.
"Bram..kau kah itu?"
Hening seketika begitu Dinda selesai bersuara. Menyisakan dirinya dengan seorang kawan yang sangat tidak diharapkan kedatangannya. Ketakutan.
Perlahan terdengar langkah kaki yang berjalan mendekat. Arah kedatangannya sangat jelas. Bergerak lambat menuju tempat dimana gadis itu meringkuk ketakutan. Semakin dekat suara langkah kaki tersebut, semakin tampak sesosok bayangan yang mendekat. Dinda mengenali sosok itu.

"Bram..jangan bercanda kamu. Ngga lucu!"
Seiring kemunculan wajahnya dihadapan Dinda, pria itu lantas tersenyum dan bersujud dihadapannya.
"Aku sangat mencintaimu..aku peduli akan bahagiamu"... namun senyum yang menghiasi wajah pria pujaan hatinya tersebut kemudian berubah menjadi beringas. Bram menarik Dinda dengan kedua tangannya, mencengkeram tubuh gadis itu dengan tega. Tubuh Dinda diseret diatas lantai berlabur semen kasar. Menghasilkan rasa perih yang disertai dengan teriakan memohon ampun.

"Bram hentikan, kamu menyakitiku"
"Diam kamu. kamu tidak berhak ada disini. Kamu harus keluar dari rumah ini. Disini bukan tempatmu. Kamu hanya mempermalukanku. Mencintaimu hanya akan membuatku susah. Pergi kamu..."

"Braamm...tolong lepaskaan akuu...."

---

Hujan tiba-tiba turun. Rintik pelannya membubarkan sekumpulan burung gereja yang sedari tadi bertengger di sebuah dahan pohon. Lucu melihat tingkah burung-burung tersebut. Pagi hari yang seharusnya menjadi waktu dimana mereka berkumpul dan bercicit cuit dengan kawanan burung lainnya, sontak berubah karena turunnya rintik hujan. Dinda tersenyum dari kamarnya. Dari atas tempat tidurnya.
Bahagianya mereka. Bisa terbang lepas kemana pun mereka suka. Tanpa harus memikirkan duka dan sedih.

Setelah sejenak menutup mata, Dinda pun menyandarkan punggungnya ke dinding. Mengambil pena, dan kemudian menulis.


Dear Bram,
Apa kabar pemilik hatiku?

Semalam mimpi itu datang lagi. Mimpi yang sama yang selalu ku ceritakan kepadamu. Aku terbangun dengan keringat disekujur tubuhku. Seakan baru menyelesaikan sebuah perlombaan lari, tubuhku lelah dan kehilangan tenaga. Mimpi itu menguras semua energiku. Aku lelah Bram jika setiap malam harus mengalaminya. Hidupku seolah melangkah mundur. Tak sanggup raga ini untuk berjalan menyambut masa depan. Hati dan pikiranku masih tertahan di tempat itu. Tertambat kuat tanpa pernah bisa terlepas.

Seandainya kamu disini...aah..seandainya..

Kenapa pergi yang kamu pilih? Tidak layakkah diriku untuk menjadi sebuah pilihan?
Uji aku jika ragu yang membayangi hatimu..Bukankah nyawa adalah satu-satunya hal yang belum ku berikan kepadamu? Hatiku bahkan sudah tidak lagi bersamaku..

Aku berdebat dengan Tuhan. Tak henti menangis. Tak beranjak dari tempat tidur. Hanya air putih yang mengisi perut. Seakan dipaksa berpuasa oleh nafsu makan yang tak kunjung ada. Rasanya semua pedih, kesal, marah, sakit hati, menghambur keluar, menghabiskan semua energi yang ku punya.
Bertanya jawab aku dengan Tuhan, seperti teman yang memprotes teman nya. Semakin Tuhan menenangkan dengan perkataanNya semakin aku memaki dan berontak. Terus melawan dan menolak untuk menerima.
Sampai akhirnya aku menyerah didalam kelelahan dan kelaparan. Menyerah..itulah jalan keluar yang kuperoleh setelah tidak ada lagi yang bisa ku pertahankan. Tidak ada lagi argumen yang bisa ku sampaikan kepada Dia. Tidak ada lagi yang bisa ku perjuangkan. Aku bahkan tidak menyadari bahwa aku memperjuangkan sesuatu yang bahkan tidak pernah ada. Aku berdebat dengan Tuhan untuk mempertahankan kehampaan. Kekosongan jiwa.
Aku bangkit dengan kelelahan yang amat sangat. Dalam kondisi menyerah dalam arti kata sebenarnya. Ditunjukan oleh Tuhan sebuah kenyataan yang tidak bisa aku tolak melainkan menerima nya adalah satu-satunya pilihan: Tidak ada yang akan menolong ku selain diri ku sendiri.
Seperti orang yang dilahirkan kembali. Bangkit dengan kekosongan yang siap untuk kembali diisi.

Kalau memang ini sudah menjadi pilihanmu, inilah pilihan hidupmu, aku mengalah untuk menerimanya. Tak mudah memang buat ku. Meskipun harus melawan amarah yang terpendam, amarah yang tak bisa ku salurkan, aku terima keputusan mu.
Sempat aku lupa akan makna cinta dan sayang yang ku perjuangkan. Apa gunanya aku memperjuangkan kebahagiaanku, jika itu harus mengorbankan kebahagiaanmu. Bukan kah wujud dari cinta adalah ketika seorang manusia menempatkan kebahagiaan orang yang dia cintai diatas semuanya? Bukan kah cinta yang sejati adalah ketika sang pemuja menjadikan senyum yang dipuja sebagai tujuan hidupnya?
Aku terima keputusanmu..
Walaupun bohong jika aku dapat menerima keputusan itu dengan mudah.
Semoga senyum mu senantiasa merekah..
Semoga bahagia selalu berada di jalan hidupmu..
Semoga hidupmu diberkati dengan kedamaian..
Aku hanya bisa merajuk kepada Tuhan, supaya Dia mengabulkan pinta ku itu..

Bram...tidak ada orang yang paling ku sayang dan ku cinta di muka bumi ini melebihi sayang dan cinta ku padamu..
Tidak ada lelaki yang paling ku puja sebagaimana raga dan jiwaku memuja mu..
Tapi demi bahagia mu untuk melangkah menjalani pilihanmu, dengan ikhlas kulepaskan dirimu, dengan tulus ku bebaskan jiwa mu..
Hanya bahagia mu yang ku ingin..
Hanya tawamu yang ku harap..
Besok, akan ku sampaikan tanda permohonan maaf ku, sekaligus tanda ikhlas ku untuk menerima semua keputusan dan pilihan mu..
Kembalilah hidup sebagaimana Bram yang ku kenal..
Kembalilah kuat sebagaimana Bram yang ku kagumi..
Kembalilah bertarung untuk masa depanmu..
Meraih bahagiamu,, yang lebih penting bagi ku.



----------------terima kasih untuk inspirasimu, Dante Alighieri----------
----------------terima kasih untuk cita rasamu, Buya Hamka--------------

Thursday, 6 March 2014

Terima kasih Tuhan

Selamat malam Tuhan. Terima kasih untuk segala pemberian yang telah Tuhan berikan di dalam hidupku. Tak pernah habis berkatMu di dalam hidupku. Tak pernah berhenti perlindunganMu. KesabaranMu ibarat sungai yang tak berujung. Terus mengalir tak pernah berhenti. KesabaranMu memberikan ku kesempatan untuk bangkit dari setiap kekalahan. Kekalahan yang mendatangkan sedih bagiMu.

Terima kasih untuk setahun usia yang telah Tuhan berikan di hari ini. Kiranya kedewasaan dan kebijaksanaan Tuhan tambahkan selalu. Ampuni hambaMu ini yang seringkali tidak menghargai waktu dan kesempatan yang Tuhan berikan. Ampuni hambaMu yang terkadang bertindak seolah Tuhan tidak melihat. Bertindak menuruti keinginan sendiri.

Segala hormat dan kemuliaan hanya bagi Allah di tempat yang maha tinggi. Tuhan segala tuhan, Raja segala raja. Bapa Sorgawi yang mengasihi umat ciptaanNya tanpa pernah berhitung. Setia menjaga umatNya tanpa pernah terlelap. Terima kasih untuk segala kasih setiaMu.

Tuesday, 4 March 2014

Benarkah Konflik Ambon Disetting?

Memori itu masih sangat jelas teringat. Perkelahian antara dua pemuda di Pasar Mardika tiba-tiba berkembang menjadi pembakaran rumah ibadah di berbagai tempat. Setelah itu masyarakat yang sekian lama hidup bersanding penuh damai, seketika berubah menjadi musuh yang saling membenci dan membunuh satu sama lain. Saya tidak akan pernah melupakan kejadian dimana seorang tentara dan teman wanitanya diseret dari tengah-tengah pemukiman sampai ke jalan raya. Tidak hanya diseret, paha kedua manusia tersebut diiris dengan parang oleh sejumlah anak muda yang sama sekali sudah kehilangan rasa kemanusiaan. Hanya benci dan amarah yang tersisa.


Pertikaian warga yang pada awalnya hanya menggunakan parang dan bom rakitan, lambat laun berubah menjadi perang yang menggunakan senjata mesin, granat tangan dan bazooka. Tentara dan Polisi selaku pihak yang seharusnya berada pada posisi netral, akhirnya ikut terpengaruh membagi diri kedalam dua kubu yang bertikai. Melihat semua peristiwa yang terjadi selama 4 tahun tersebut, susah rasanya untuk tidak percaya bahwa kerusuhan Ambon bukan merupakan kreasi sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab. Warga yang mudah diprovokasi hanyalah korban dari sebuah kepentingan yang tidak berani menampakan wajahnya.

Hari ini keyakinan akan faktor settingan tersebut seakan kembali memperoleh penegasan. Sejak tanggal 3 Maret kemarin, saya dan beberapa teman kantor sedang mengikuti pelatihan jurnalistik di Hotel Alila Jakarta. Disinilah saya bertemu dengan salah seorang wartawan yang sangat memahami mengenai konflik Ambon dan perkembangan pers Maluku. P. Hasudungan Sirait atau yang akrab dipanggil dengan Pak Has adalah orang yang saya maksud. Beliau adalah salah seorang penulis senior yang menjadi pembicara utama dalam diklat tersebut. Dalam percakapan di waktu rehat, beliau lantas menceritakan hasil riset beliau tentang konflik Ambon.

Beberapa bulan sebelum terjadinya perkelahian yang menyulut konflik tersebut, sebuah konflik terlebih dahulu terjadi. Bukan di Ambon, melainkan di Jakarta. Dua kelompok masa yang didominasi oleh pemuda-pemuda Ambon (walaupun lebih tepat disebut sebagai preman) beberapa kali terlibat perkelahian di Jalan Gajah Mada. Dua kelompok tersebut dipisahkan oleh dua kepentingan yang berbeda, namun yang jelas bukanlah atas dasar kepentingan agama. Adalah kepentingan yang berbau kriminal yang menjadi faktor penyulut pertikaian tersebut. Satu-satunya yang menjadi persamaan dari kedua kelompok tersebut adalah mereka mayoritas berasal dari Timur Indonesia, dari Maluku.

Konflik tersebut terus berkembang, terjadi berulang-ulang dan pada akhirnya menjadi sulit untuk dikendalikan oleh otoritas keamanan di Jakarta Pusat. Akhirnya dikeluarkanlah kebijakan pembersihan preman dari Jakarta khususnya yang berada di lokasi konflik tersebut. Para preman tersebut kemudian "digiring" untuk pulang ke Maluku dengan menumpang kapal penumpang. Masalahnya adalah preman-preman tersebut dipulangkan tanpa terlebih dahulu diselesaikan akar permasalahannya.

Beberapa bulan kemudian, pecahlah konflik di kota Ambon yang katanya disebabkan oleh perkelahian oleh seorang pemuda Kristen dan Islam di Pasar Mardika. Cukup aneh memang. Perkelahian antar pemuda adalah hal yang biasa terjadi. Tidak hanya di Ambon, tapi juga di di kota besar seperti Jakarta. Tengok saja perkelahian preman atau pelajar yang sering terjadi di ibukota. Jadi rasanya sangat janggal jika harus mempercayai bahwa sebuah perkelahian di pasar bisa menyulut kerusuhan berbau agama yang mengorbankan sejumlah besar nyawa manusia. Bahkan harus memakan waktu 4 tahun sebelum mereda, meskipun dengan meninggalkan luka yang tidak mudah untuk disembuhkan.

Benar tidaknya settingan konflik Ambon memang masih harus dibuktikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Namun melihat berbagai "keanehan" yang terjadi selama kerusuhan tersebut, rasanya siapapun akan memiliki dugaan yang sama. Sejarah kelam tersebut bukanlah sesuatu yang murni terjadi dengan sendirinya.

Jadi, benarkah konflik Ambon disetting?? Jika benar, semoga Tuhan mengampuni sang kreator.

Thursday, 27 February 2014

12 Angry Men



Jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi pembuatan film masa kini, 12 Angry Men tentunya tidak dapat disejajarkan dengan kualitas film saat ini yang sudah berada pada tahapan introduksi teknologi tingkat tinggi. Berbeda jauh dengan film era tahun 2000-an yang sudah mengusung teknologi High Definition dan tampilan 3 dimensi atau 3D, film yang dibuat pada tahun 1957 tersebut masih bertema hitam putih dengan dukungan teknologi yang tergolong “biasa saja”. Bahkan hampir sebagian besar adegan yang berlangsung dalam film tersebut hanya dilakukan di dalam sebuah ruangan. Namun kesederhanaan tersebut tidak menjadikan 12 Angry Men sebagai sebuah film yang biasa-biasa saja. Sebaliknya, film yang menampilkan 12 tokoh utama tersebut justru menuai sejumlah penghargaan di bidang perfilman dan meninggalkan sejumlah legacy yang bernilai bagi dunia perfilman saat ini. Pertanyaannya, apa yang menjadi kekuatan atau keunggulan dari film tersebut??
12 Angry Men mengisahkan tentang 12 orang juri yang ditugaskan oleh hakim untuk mengambil keputusan atas sebuah kasus pembunuhan berencana. Dalam persidangan tersebut, seorang anak laki-laki  berumur 18 tahun didakwa membunuh ayah kandungnya dan oleh pengadilan telah dituntut dengan hukuman mati. Kedua belas juri tersebut selanjutnya dikumpulkan dalam sebuah ruangan untuk mengambil keputusan, apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Keputusan juri diwajibkan untuk diputuskan berdasarkan kesepakatan bulat. Dengan demikian hanya ada dua kemungkinan, 12 juri yang sepakat atas keputusan bersalah dan berakhir dengan pemberian hukuman mati di kursi listrik atau 12 juri yang sepakat atas keputusan tidak bersalah dan membebaskan terdakwa.
Kekuatan utama dari film bergenre legal drama ini terletak pada alur cerita dan dialog antar tokoh yang mampu membawa penonton untuk ikut menganalisis berbagai argumentasi dan pendapat yang dijelaskan oleh masing-masing tokoh. Hal menarik lainnya adalah identitas kedua belas juri sama sekali tidak disebutkan didalam alur cerita, sehingga penonton diajak untuk mengenali karakter tokoh melalui dialog yang dilontarkan oleh masing-masing peran. Hanya dua tokoh yang kemudian memperkenalkan identitas mereka pada akhir film, yaitu Mr. Davis (juri nomor 8) dan Mr. McCardle (juri nomor 9). Satu-satunya identitas yang diberikan tentang masing-masing tokoh adalah nomor urut juri 1-12 yang diberikan oleh pengadilan.
Konflik di dalam film tersebut dimulai ketika para juri memutuskan untuk melakukan voting untuk menentukan keputusan apakah terdakwa harus dinyatakan bersalah atau tidak. Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa 11 juri sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati kepada terdakwa dan hanya satu orang juri, yakni juri no. 8, yang memilih opsi tidak bersalah. Juri no. 8 berpendapat bahwa tidak semestinya penentuan keputusan bersalah bagi terdakwa hanya ditentukan oleh pemungutan suara tanpa terlebih dahulu dilakukan diskusi terkait fakta-fakta persidangan.

Henry Fonda
Disinilah tokoh yang diperankan oleh Henry Fonda tersebut memperkenalkan konsep tentang reasonable doubt yang berlaku dalam konteks hukum khususnya di dalam dunia peradilan Amerika Serikat. Dalam sebuah dialognya di dalam film tersebut, juri no. 8 berkata bahwa “No jury can declare a man guilty unless it’s sure”. Reasonable doubt adalah alasan kenapa juri no. 8 memutuskan untuk memilih keputusan tidak bersalah. Saat tidak yakin apakah terdakwa bersalah atau tidak, dia memutuskan untuk tidak menjatuhkan hukuman kepada terdakwa. Salah satu hal yang mendukung keraguannya adalah ketidakyakinannya atas fakta persidangan yang menyatakan bahwa pisau yang digunakan oleh terdakwa untuk membunuh korban adalah pisau dengan ukiran unik yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain. Kenyataanya, satu malam sebelum pelaksanaan persidangan pembacaan putusan, juri no. 8 berhasil membeli pisau dengan bentuk dan ukuran yang sama dengan barang bukti, dari sebuah toko yang berada tidak jauh dari TKP dengan harga $6.
Keraguan yang dimiliki oleh juri no. 8 berhasil mempengaruhi pendapat juri no. 9 yang kemudian mengubah keputusannya menjadi “tidak bersalah” karena merasakan hal yang sama, keraguan untuk memberikan keputusan “bersalah”. Pendapat tidak bersalah kembali ditentang oleh kelompok pro keputusan bersalah yang didominasi oleh juri no. 3, juri no. 4 dan juri no. 10, yang mencoba menjelaskan kembali berbagai bukti yang sudah diungkapkan didalam pengadilan, khususnya tentang dua saksi utama yang dihadirkan di persidangan dan alibi terdakwa yang mengaku sedang berada di bioskop ketika peristiwa pembunuhan berlangsung.
Pada saat pembunuhan dilakukan pada jam 12 malam lewat 10 menit, seorang pria tua yang tinggal di lantai bawah apartemen yang sama dengan TKP mendengar pertengkaran dan seseorang yang berteriak “I am going to kill you”. Tidak lama setelah mendengar suara tubuh manusia yang jatuh di lantai apartemen, pria tua tersebut lantas bergegas menuju pintu apartemen untuk melihat apa yang terjadi. Saat itulah dia melihat terdakwa sedang berlari menuruni tangga dan keluar dari apartemen. Pria tua tersebut meyakini bahwa dia membutuhkan waktu 15 detik untuk mencapai pintu apartemennya setelah mendengar suara tubuh yang terjatuh. Disaat yang sama, seorang wanita yang tinggal di seberang apartemen melihat kejadian pembunuhan tersebut. Meskipun terhalang 6 buah gerbong kereta yang melintas diantara apartemen wanita itu dengan apartemen TKP, perempuan tersebut yakin bahwa dia bisa melihat peristiwa pembunuhan melalui jendela dua gerbong terakhir dari kereta yang melintas.
Bagi juri no. 8 kedua kesaksian itu justru semakin menguatkan keraguannya bahwa terdakwa bersalah. Dia meragukan kemampuan seorang pria tua untuk mendengar pertengkaran dan teriakan terdakwa sementara disaat yang sama sedang melintas 6 gerbong kereta yang menimbulkan suara bising. Setelah dilakukan simulasi berpindahnya pria tua tersebut dari tempat tidurnya ke pintu utama, ditemukan bahwa dibutuhkan sedikitnya 41 detik dan bukan 15 detik untuk mencapai pintu utama. Kesaksian wanita yang melihat dari apartemen di seberang TKP pun diragukan setelah juri no. 9 menemukan indikasi bahwa wanita tersebut adalah pengguna kacamata aktif. Sehingga sangat diragukan jika wanita tersebut, pada malam pembunuhan, dapat melihat pelaku pembunuhan dengan pasti dari jarak yang cukup jauh tanpa menggunakan kacamata.
Juri no. 3 dan 4 yang mendukung putusan bersalah, mempertanyakan sekaligus meragukan pengakuan terdakwa tentang kepergiannya ke bioskop sejak pukul 23.30 dan baru kembali ke apartemen pada pukul 03.10 pagi sebagai alibi atas tuduhan pembunuhan. Kedua juri tersebut memperkuat argumentasi mereka dengan fakta persidangan yang menyatakan bahwa terdakwa bahkan tidak dapat mengingat para tokoh dan alur cerita dari film yang dia tonton. Sekali lagi, dengan menggunakan pengujian kecil tentang kemampuan juri no. 4 dalam mengingat hal-hal yang dilakukan pada beberapa malam sebelumnya, juri no. 8 dapat menunjukan bahwa sangat wajar bagi seorang anak muda yang baru saja menemukan ayahnya terbunuh, tidak dapat mengingat tentang film yang baru saja dia tonton ketika diinterogasi oleh para penyidik kepolisian.


Diskusi dan silang pendapat yang dibumbui oleh sejumlah perdebatan berhasil mengubah posisi hasil pemungutan suara. Hasil voting secara perlahan berubah dari 11-1, 9-3 dan 8-4 untuk keputusan bersalah, menjadi 6-6 untuk hasil seri, sebelum kemudian berubah menjadi 8-4, 9-3 dan 11-1 untuk keputusan tidak bersalah. Juri no. 3 sebagai satu-satunya juri yang masih berpendapat terdakwa pantas dijatuhi hukuman, secara emosional mengubah pendapatnya menjadi tidak bersalah karena menyadari bahwa keyakinannya pada putusan bersalah hanya dilandasi oleh keraguan yang tidak beralasan, pertimbangan emosional tanpa bukti, unreasonable doubt. Akhirnya, kedua belas juri kembali ke ruangan persidangan dengan keputusan bulat, terdakwa tidak bersalah dan dibebaskan dari hukuman mati.
Bagi para penegak hukum, konsep reasonable doubt vs unreasonable doubt yang disampaikan melalui film 12 Angry Men dapat menjadi contoh positif dalam setiap pengambilan keputusan. Seorang terdakwa layak untuk diragukan kesalahannya (reasonable doubt) jika tidak didukung oleh bukti-bukti yang meyakinkan (undisputed evidences). Sebaliknya, ketika fakta persidangan disajikan dengan begitu jelas dan meyakinkan untuk menggiring terdakwa untuk dihukum, maka tidak beralasan untuk meragukan kesalahan terdakwa (unreasonable doubt). Bagi para akademisi, reasonable doubt dalam bentuk keraguan akan sebuah teori atau hipotesis (tentunya dengan tujuan positif) harus dimiliki agar sebuah teori atau hipotesis tidak serta merta diterima tanpa terlebih dahulu diuji atau dianalisis.

Friday, 14 February 2014

Hari Kasih Sayang Bukan Hari Raya Umat Kristiani

Setelah berjalan selama 45 hari, tahun 2014 akhirnya sampai pada hari dimana sebagian besar warga dunia akan merayakan apa yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Hari Kasih Sayang. Ribuan atau bahkan jutaan pesan kasih sayang akan disampaikan dalam bentuk pesan pendek, cokelat, bunga, dll. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa perayaan bertema kasih sayang setiap tanggal 14 Februari tidak akan pernah terlepas dari sejumlah kontroversi dan silang pendapat.


Banyak orang yang merayakan hari ini dengan sukacita karena mereka meyakini bahwa pada Hari Valentine, mereka dapat mengekspresikan betapa mereka sangat mengasihi orang-orang spesial yang selama ini ada di sekitar kehidupan mereka. Ada pula yang merayakannya dengan biasa-biasa saja karena berpendapat bahwa kasih sayang seharusnya tidak hanya ditunjukan pada tanggal 14 Februari. Kasih sayang kepada orang-orang yang disayangi seharusnya ditampilkan dalam kehidupan setiap hari. Disisi lain, tidak sedikit yang tidak menyetujui merayakan hari tersebut, apalagi melihat berbagai bentuk ekspresi kasih sayang yang justru melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Valentine Day juga masih meninggalkan jejak sejarah yang belum disepakati. Setidaknya terdapat lebih dari satu mitos yang melatarbelakangi perayaan hari sayang tersebut.

Dari semua kontroversi yang menyertai perayaan Hari Kasih Sayang, fatwa pemimpin umat Islam yang melarang umatnya untuk merayakan hari tersebut, menjadi salah satu hal yang menurut saya penting untuk dicermati. Saya setuju jika ada yang menolak merayakan Hari Valentine karena melihat berbagai penyimpangan moral yang dilakukan ketika merayakannya. Tetapi saya sangat tidak setuju dengan pendapat atau dalil yang menolak merayakan Hari Valentine karena dianggap merupakan hari raya umat kristiani, dan yang paling saya sesalkan adalah pendapat yang mengatakan Hari Valentine sejalan dengan akidah kekristenan. Saya tidak perlu menyajikan satu demi satu bahan tulisan atau link website dimana tulisan tersebut berada, karena sangat mudah bagi kita untuk menemukan tulisan tersebut. Saya juga tidak bermaksud untuk memperdebatkan antara Islam dan Kristen. Saya juga tidak bermaksud untuk melakukan pembelaan atas nama agama. Tapi sebagai orang yang hidup ditengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat, saya merasa berkewajiban untuk menyampaikan pendapat saya ketika melihat sebuah kekeliruan pandangan berpeluang menempatkan masyarakat dalam posisi salah kaprah.

Apakah benar Kristen identik dengan frasa "kasih sayang"? Benar.
Dalam bahasa asli Alkitab, sedikitnya dikenal 4 istilah cinta atau kasih sayang. Philia (kasih antara teman), Eros (kasih atau cinta sepasang kekasih), Storge (kasih antar sesama anggota keluarga) dan Agape (kasih yang tulus tanpa syarat kepada Tuhan dan sesama manusia). Agape inilah yang menjadi inti dari kekristenan. Inti dari ajaran Alkitab sendiri menurut Tuhan Yesus Kristus adalah:

"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"

Jika demikian, bagaimana dengan ketiga bentuk kasih lainnya? Didalam ajaran Firmannya, Tuhan menghendaki agar kasih Agape menjadi dasar bagi ketiga bentuk kasih lainnya. Umat diajarkan untuk mengasihi teman-temannya (Philia) dengan kasih yang tulus seperti mengasihi diri sendiri, mengasihi pasangannya (Eros) dengan ucapan syukur bahwa Tuhan sudah terlebih dulu mengasihi kita, dan mengasihi sesama anggota keluarga dengan tulus dan ikhlas sebagai perwujudan kasih kepada Tuhan. Jadi apapun bentuk kasih atau cinta tersebut, semuanya harus dilandasi rasa "takut akan Tuhan (kasih kepada Tuhan)"

Jadi jika "kasih sayang" identik dengan Kristen, apakah Hari Kasih Sayang juga identik dengan Kristen? Tidak.
Kristen tidak hanya berbicara tentang kasih mengasihi, tapi Kristen juga memiliki sejumlah aturan yang bersifat wajib untuk diikuti oleh mereka yang mengaku beriman kepada Kristus dan Alkitab. Jadi jika maksud dan bentuk perayaan Hari Kasih Sayang bertentangan dengan ajaran dan kaidah kekristenan, maka Kristen dengan sendirinya tidak menyetujui Hari Kasih Sayang, dengan sendirinya tidak identik dengan Hari Kasih Sayang.

Tapi bukankah sejarah Hari Kasih Sayang tidak bisa dilepaskan dari sejarah gereja?
Benar jika Santo Valentine yang diyakini melatarbelakangi perayaan Hari Kasih Sayang merupakan seorang Pastor dari Khatolik. Benar bahwa perayaan ini pernah diperingati secara resmi oleh Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia sebelum dilarang secara resmi pada tahun 1969. Benar jika sebagian besar warga dunia yang merayakan Hari Valentine adalah mereka yang beragama Kristen. Benar bahwa sampai saat ini pun masih banyak gereja-gereja yang mendiskusikan atau bahkan merayakan Hari Valentine. Namun apakah fakta tersebut dengan sendirinya menjadikan Hari Kasih Sayang sebagai bagian dari nilai, ajaran atau hari raya di dalam Kristen? Tentu jawabannya adalah, tidak. Hari Kasih Sayang tidak pernah ditulis, dibahas, dan bukan merupakan bagian dari ajaran Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab. Kalau pun ada gereja dan umat Kristen yang merayakan Hari Valentine, itu adalah bagian dari keberadaan gereja dan umat sebagai bagian dari warga dunia. Kalau pun ada umat atau gereja yang merayakan hari kasih sayang secara menyimpang, tidak berarti bahwa ajaran Kristen mendukung hal tersebut.

Saya sangat menghormati teman-teman yang memilih untuk merayakan Hari Kasih Sayang, namun kiranya perayaan Valentine Day yang dilakukan tidak menjadi "batu sandungan" bagi orang lain.
Saya setuju jika mengasihi orang-orang disekitar kita tidak hanya dilakukan di tanggal 14 Februari, tapi perhatian dan kasih sayang tersebut perlu untuk diberikan setiap hari. Tentunya melalui bentuk-bentuk ekspresi yang sejalan dengan norma di masyarakat dan ajaran agama yang diimani.
Saya pun menghormati teman-teman yang memilih untuk tidak merayakan atau mengharamkan Hari Kasih Sayang dengan berbagai pertimbangan dan alasan.

Namun seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya, saya tidak setuju jika Hari Kasih Sayang diidentikan sebagai Hari Raya Umat Kristiani. Mari kita kembangkan budaya berargumentasi secara adil, sehat dan bertanggung jawab.

Tuhan memberkati kita. Amin.


Wednesday, 8 January 2014

Saya Malu Sama Tuhan

Dalam kitab suci orang Kristiani terdapat sebuah kisah atau perumpamaan tentang talenta.

Dikisahkan pada saat itu terdapat seorang majikan yang memiliki 3 orang pembantu. Majikan tersebut berencana untuk pergi keluar negeri, dan sebelum meninggalkan rumahnya, dia mempercayakan sejumlah hartanya kepada 3 orang pembantunya untuk dikelola. Ketiga orang pembantu tersebut masing-masing memperoleh 5 talenta, 2 talenta dan 1 talenta.


Pembantu yang memperoleh 5 talenta setelah memperoleh uang tersebut segera mengusahakan dana tersebut dan menghasilkan laba 5 talenta. Dengan semangat yang sama, pembantu yang memperoleh 2 talenta pun segera mengelola dana yang dipercayakan oleh tuan nya dan menghasilkan 4 talenta. Berbeda dengan kedua temannya, pembantu yang memperoleh 1 talenta tidak mengelola dana yang dia terima, melainkan memutuskan untuk mengubur 1 talenta tersebut didalam tanah sehingga tidak menghasilkan apapun. Pikirnya, "sungguh tidak adil tuan ku itu terhadap diriku, karena aku hanya diberikan bagian yang paling kecil dibandingkan dengan teman-temanku".

Sekembalinya sang majikan dari luar negeri, dia segera memanggil pembantu-pembantunya dan melakukan perhitungan dengan mereka. Kepada kedua pembantunya yang menghasilkan laba, diberinya pujian dan apresiasi. Namun terhadap hambanya yang tidak menghasilkan apa-apa, diberinya hukuman. Talenta yang dia miliki pun diambil daripadanya dan diserahkan kepada meraka yang berhasil memperoleh laba.

Penggalan cerita diatas hendak menggambarkan hubungan antara Tuhan dan manusia, dimana yang satu bertindak sebagai pemberi talenta dan yang satu menjadi penerima talenta. Tuhan dengan segala kebijaksanaannya telah memberikan "talenta" kepada manusia ciptaannya, baik dalam bentuk harta, keterampilan tertentu, kecerdasan, kesempatan, dll. Semua itu diberikan oleh Sang Majikan, agar manusia dapat menggunakannya semaksimal mungkin sebagai bentuk ucapan terima kasih dan syukur kepada yang memberi.

Dalam cerita diatas, majikan memberikan pujian dan apresiasi kepada kedua pembantunya yang berhasil, bukan didasarkan karena majikan tersebut dapat memperoleh tambahan kekayaan, melainkan karena pembantu tersebut dapat menunjukan rasa terima kasihnya atas kepercayaan tuan nya (kepercayaan untuk mempercayakan hartanya) dalam bentuk laba yang dihasilkan. Sebaliknya, pembantu yang mengubur talentanya memperoleh hukuman bukan karena ketidakberhasilannya, tapi karena tidak adanya rasa bersyukur dalam diri pembantu tersebut.

Majikan memberikan talenta yang berbeda-beda karena mengenal kemampuan pembantunya. Tuhan memberikan talenta yang berbeda-beda karena mengenal kemampuan umat ciptaan-Nya.

----------

Hari ini, mungkin saya tidak menjadi pembantu dengan 1 talenta, namun saya juga tidak menjadi pembantu dengan 2 dan 5 talenta. Saya gagal memaksimalkan talenta yang Tuhan berikan.

Hari ini semua nilai semester III sudah diumumkan dan hasilnya, bila dibandingkan dengan semester sebelumnya, sangat mengecewakan. Memang jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh orang lain, tidak seharusnya saya kecewa dan merasa gagal. Namun saya tidak pernah membanding-bandingkan apa yang saya peroleh dengan apa yang diperoleh orang lain.

Bagi saya, maksimalnya setiap orang itu berbeda-beda sehingga tidak bisa dibanding-bandingkan.
Bagi saya, kalau pun ingin membanding-bandingkan, bandingkan lah apa yang Tuhan berikan, dengan apa yang kita hasilkan.
Oleh karena itu..
Bagi saya, saya gagal semester ini... Tuhan sudah memberikan yang terbaik bagi saya, namun pemberian tersebut tidak dapat saya maksimalkan..Talenta yang dia berikan, sudah saya sia-siakan begitu saja..

Tuhan sudah terlalu amat sangat baik bagi saya..

Malu rasanya untuk menghadap hadirat-Nya..