Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi 5 kelompok: psychological needs, safety needs,
love needs, esteem needs, dan self actualization needs. Kelima kategori kebutuhan
tersebut membentuk hirarki kebutuhan di mana psychological needs menempati kebutuhan yang paling dasar, sedangkan self actualization merupakan kebutuhan yang
paling puncak. Manusia akan berusaha memenuhi kebutuhannya akan safety needs setelah psychological needs-nya terpenuhi. Setelah safety needs terpenuhi, manusia mulai
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya akan love needs,
dan seterusnya sampai kebutuhan akan self actualization.
Seumur hidupnya manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
dan akan mencari tempat/komunitas/orang lain/media apapun yang bisa menolong
dirinya untuk memenuhi kebutuhannya. Pencarian akan pemenuhan kebutuhan itu
juga sangat mungkin dilakukan di dalam pelayanan. Semua orang yang terlibat di
dalam pelayanan bisa saja berkata bahwa dia hendak melayani Tuhan dan orang lain
melalui talenta yang dimiliki.
Tapi dalam motivasi yang mulia itu sangat mungkin tanpa disadari terselip
keinginan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sebagai manusia. Mungkin bukan
kebutuhan psikologis (makan, minum, nutrisi dll). Mungkin juga bukan kebutuhan
keamanan. Tapi sangat mungkin orang datang ke dalam pelayanan untuk memenuhi
kebutuhannya akan kasih sayang, pertemanan, perhatian, status, pengakuan, kebutuhan
untuk menjadi bagian dari komunitas/kelompok, kebutuhan untuk
dihargai/dihormati orang lain, termasuk kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Baper Itu Normal
Karena itu jangan heran jika kita bertemu dengan konflik di dalam
pelayanan. Ketika pendapat tidak dihargai, muncul rasa kecewa yang berujung
apatis. Ketika pendapat didebat, muncul emosi memuncak. Ketika bercanda
berlebihan, muncul rasa tersinggung. Ketika hati dilukai, sukar untuk
mengampuni. Ketika inisiatif tidak direspon, tidak lagi mau berinisiatif.
Ketika ditegur dan tidak terima, memilih untuk tidak lagi menegur sapa. Ketika
permintaan tidak dipenuhi, ngambek tak berujung. Sederhananya konflik muncul
karena adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi. Istilah jaman now-nya: baper.
Baper dalam pelayanan
itu normal. Namanya juga manusia yang melayani. Jadi pasti aspek manusiawi baik
dari diri kita sendiri maupun dari orang lain akan kita temui dalam pelayanan.
Bersyukurlah jika kita masih bisa baper, karena itu tandanya kita masih hidup
dan kita masih punya perasaan. Tapi ketika kita baper (a.k.a kebutuhan
kemanusiaan kita tidak terpenuhi) jangan sampai kita lupa bahwa rekan
sepelayanan kita, orang yang darinya kita tuntut untuk memenuhi kebutuhan
kemanusiaan kita, adalah orang berdosa yang tidak akan selalu mampu memenuhi
apa yang kita butuhkan. Malah lebih tepatnya: tidak akan pernah bisa. Hanya
Tuhan yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan kita. Tuhan saja yang bisa. Jadi
jangan berikan beban yang begitu berat kepada rekan sepelayanan kita.
Setelah menyadari
bahwa hanya Tuhan yang bisa memenuhi kebutuhan kita, hal kedua yang perlu kita
sadari adalah rekan sepelayanan kita pun memiliki kebutuhan yang sama seperti
yang kita perlukan. Jadi jika kita mau menuntut kebutuhan kita dipenuhi, bersiaplah
juga untuk dituntut untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Singkatnya, kalau kita
boleh baper, boleh juga dong orang lain baper. Tapi jika baper dibalas baper
terus menerus terjadi, tidak ada pihak yang diuntungkan. Semua pihak kalah.
Tidak ada yang menang.
Baper Tidak Boleh
Dipelihara
Kalau terus menerus
kita baperan, terus menerus kita melihat orang lain baperan, maka kita tidak
akan melihat pertumbuhan. Baper itu menghambat pertumbuhan dalam pelayanan,
karena itu baper tidak boleh dipelihara. Ketika kita sadar bahwa hanya Tuhan
yang bisa memenuhi kebutuhan kita, maka seharusnya pola pikir kita berubah.
Ketika kita baper harusnya kita datang ke Tuhan untuk meminta Dia memenuhi
kebutuhan kita, bukan sebaliknya menuntut rekan sepelayanan kita melayani
kebaperan kita. Ketika kita tersinggung akan perkataan atau perlakuan orang
lain, boleh banget kita baper. Tapi setelah itu datang sama Tuhan, minta Tuhan
berikan kita hikmat untuk memahami perkataan atau perlakuan yang tidak
menyenangkan itu. Minta Tuhan berikan kemampuan bagi kita untuk mengampuni
rekan sepelayanan kita. Jangan lupa juga untuk minta Tuhan berikan kita
kekuatan agar tidak lagi baper jika perkataan atau perlakuan yang sama kita
dapati di kemudian hari.
Tuhan ijinkan kita
merasakan baper agar karakter kita bertumbuh dewasa. Bukan untuk menghambat
kita bertumbuh dalam pelayanan. Bukan juga agar kita kemudian bersikap mati
rasa terhadap pelayanan atau rekan sepelayanan. Baper itu latihan jiwa,
bermanfaat bagi kesehatan mental, selama disikapi dengan benar. Ketika baper
menerpa, segera identifikasi kelemahan mental dan perilaku kita. Temukan cara
agar kelemahan itu bisa kita tangani atau bahkan dihilangkan sehingga pelayanan
kita dan pelayanan orang lain bisa sama-sama optimal.
Rayakan Paskah,
Jauhi Baper
Sebelum Yesus mati
disalib, ada satu pesan penting yang Dia sampaikan kepada murid-murid-Nya:
“Aku memberikan
perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti aku
telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian
semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi” (Yohanes 13:34-35).
Kemarin kita baru merayakan paskah Tuhan Yesus Kristus. Jika semangat dan sukacita paskah itu
betul-betul ada di dalam hati kita, mari kita hormati pengorbanan Yesus dengan
hidup seturut firman-Nya. Kita bisa mulai dari “perintah baru” yang Tuhan Yesus
berikan. Saling mengasihilah kita satu sama lain. Kalau ada teman kita yang
baperan, tetap kasihi Dia. Belajar untuk memahami perkataan dan perilakunya. Kalau
kita yang baperan, belajarlah untuk mengendalikan diri dan memahami orang lain.
Belajar juga untuk mengurangi ego pribadi dan berusahalah dengan tulus dan
ikhlas untuk memahami perkataan dan perilaku orang lain. Pelayanan adalah
tempat di mana kita saling berbagi kasih Kristus, bukan saling menuntut kasih
Kristus. Karena itu bangun relasi yang intim dan disiplin dengan Tuhan. Supaya
melalui firman-Nya, kasih Tuhan boleh memenuhi hati kita, sehingga kita punya persediaan
kasih yang cukup ketika masuk ke dalam pelayanan. Kita tidak akan lagi menjadi
orang yang terus menerus menuntut kasih, tapi akan menjadi orang yang terus
menerus membagikan kasih Allah.
Saling mengasihi,
saling mengampuni, saling memahami, saling menerima satu dengan yang lain.
Dengan cara itu, orang akan mengetahui dan mengakui bahwa kita adalah
murid-murid Tuhan Yesus, dan semoga mereka juga akan mengakui dengan perkataan,
hati dan pikiran mereka bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Tuhan, Raja dan
Juruselamat dunia.
Rayakan Paskah, jauhi
baper. Tuhan Yesus memberkati kita. Amin.
(diinspirasi oleh
khotbah Ps. Jason Budiprasetya, Heromaker, City Light Church, 11 Maret 2018)